Penurunan goverment spending juga terjadi pada kuartal pertama 2022 sehingga secara kumulatif pertumbuhan konsumsi pemerintah negatif 6,27%.
Kebijakan berhemat dalam belanja pemerintah tidak sejalan dengan belanja Rumat Tangga (RT) yang mengalami kenaikan 5.51%.
NARASI APBN EKSPANSIF, KENYATAANNYA KONTRAKTIF
Narasi bahwa APBN akan ekspansif ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya.
Sebenarnya kuartal II 2022, perrtumbuhan ekonomi bisa tumbuh 7-8 persen manakala government spending (belanja pemerintah) diekspansikan 4-5% dari tahun lalu. Sayangnya belanja pemerintah malah -5,24 persen (yoy).
Anehnya, Pertumbuhan ekonomi yang tidak berkesan 5,44 persen tersebut diklaim sebagai prestasi karena APBN mengalami surplus Rp73,6 triliun pada kurtal II-2022 tersebut.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN surplus sebesar Rp 73,6 triliun pada kuartal II 2022. Menkeu mengklaim sebagai luar biasa positif.
Sri Mulyani mengatakan Realisasi APBN tahun 2022 telah berjalan selama satu semester. Pendapatan Negara mencapai Rp1.317,19 trilyun. Lebih besar dibanding Belanja Negara yang sebesar Rp1.243,60 trilyun. Dengan demikian dialami surplus sebesar Rp73,59 trilyun. Kondisi surplus nyaris tidak pernah dialami selama belasan tahun terakhir.
Klaim Surplus APBN Yang Menyesatkan
Tidak perlu seorang akuntan untuk memahami surplus APBN tersebut. Surplus APBN tersebut terjadi karena Pemerintah mengerem atau menghemat belanjanya dibandingkan tahun 2021 lalu.
Bukan disebabkan prestasi belanja yang optimal. Memang ada kenaikan penerimaan negara namun hal tersebut yang tidak signifikan dibandingkan capaian negara lain.