Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Evaluasi 24 Tahun Reformasi: Terkekangnya Kebebasan dan Terpuruknya Cita Ekonomi, Reformasi Mau Dibawa ke Mana?

24 Mei 2022   13:15 Diperbarui: 24 Mei 2022   13:20 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah 24 tahun sejak 21 Mei 98, Indonesia peringati sebagai Reformasi. Tuntutan untuk mengadili Presiden Soeharto, Amandemen UUD 45, membatasi masa jabatan presiden selama 2 periode, otonomi daerah, penghapusan dwifungsi ABRI, hapus Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta tegakkan supremasi hukum.Pertanyaannya adalah selama 24 tahun ini apakah bangsa Indonesia telah mencapai apa yang dicita-citaan oleh agenda reformasi?

Ada dua berita baik dan buruk terkait capaian 24 tahun Reformasi. Berita baik adalah bahwa reformasi 24 tahun ini mengantarkan Indonesia kepada suatu sistem kehidupan politik dan pergantian kepemimpinannya yang tidak berdarah-darah.

Indonesia bisa menikmati pesta demokrasi setiap 5 tahun tanpa kekerasan yang berarti. Pemilu sejak tahun 1999 hingga 2019 relatif damai. Indonesia memilih pemimpinnya secara langsung mulai dari tingkat RT sampai kepada Presiden. Sungguh Indonesia adalah negara demokrasi terbesar yang ada di dunia. 

AS dan negara Eropa tempat demokrasi berasalpun kalah dengan Indonesia. AS tidak memilih Presiden secara langsung melainkan sistem distrik. Tidak ada di dunia, Demokrasi diterapkan sampai ke level RT yang ada di kampung-kampung terkecil dari masyarakat Indonesia.

Kabar buruknya sepanjang 24 tahun ini, Kebebasan berpendapat semakin dikekang dan kesejahteraan semakin terpuruk ditambahlah pelemahan struktural atas  komitmen pemberantasan korupsi semakin menjadi.

Secara ekonomi bila dibandingkan zaman orde baru, Masa Reformasi ini tidak disertai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bila di zaman orba, ekonomi tumbuh secara rerata di level 7 persen. masa reformasi 2000-2022 pertumbuhan ekonomi rerata hanya di level 4,8 persen. Jauh tertinggal.

Dilihat dari PDB perkapita, di zaman orde baru 1971-1998 PDB perkapita meningkat tajam dari Rp5.074.517 (1966) naik menjadi Rp18.943.101 (1998) atau meningkat secara tahunan 12% tiap tahun dalam 32 tahun berkuasanya orde baru. PDB perkapita reformasi 1997-2022. dari Rp6,8 juta (2000) menjadi Rp62,2 juta (2021) atau meningkat Rp55,4 juta dalam 21 tahun dengan secara rata-rata tumbuh 8,55%.

Terpuruknya kesejahteraan juga terlihat dari data ketimpangan lahan dan ketimpangan ekonomi gini rasio.

Pada September 2021, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,381. Bandingkan tahun 1996 (akhir orde baru) gini rasio lebih rendah atau lebih merata pengeluaran penduduk yaitu 0.36. Ini menunjukan reformasi hanya memperparah ketimpangan ekonomi masyarakat.

Ketimpangan ekonomi Indonesia terburuk tahun 2021 versi Credit Suisse yaitu 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3% kekayaan nasional. Laporan dikeluarkan oleh Survei Lembaga Keuangan Swiss, Credit Suisse. 5 negara dengan ketimpangan terburuk Indonesia urutan ke-4 setelah Rusia (74,5%), India 58,4%, Thailand 58%, Indonesia 49,3%.

Berdasarkan data 2021 Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat bahwa 68 persen tanah yang di seluruh daratan di Indonesia telah dikuasai oleh satu persen kelompok pengusaha dan badan korporasi skala besar. Sisanya 32 % tanah dibagi 99% penduduk.

Terpuruknya kesejahteraaan bangsa Indonesia dimasa reformasi telah menyebabkan reformasi 24 tahun tidak memperbaiki kondisi bangsa Indonesia. Perintis Reformasi menginginkan berakhirnya zaman orde baru berarti berakhir juga masa keterpurukan ekonomi dan terkekangnya kebebasan. Namun yang terjadi reformasi tidak membawa Indonesia kepada alam kebebasan dan alam kesejahteraan.

Kebebasan merosot setidaknya dalam 7 tahun terakhir 2014-2021, publik merasakan bahwa kebebasan berpendapat mereka dihambat. Ini terkonfirmasi dari Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Menurut Indikator 2018-2020 yang dirilis BPS. Penurunan indikator terjadi pada variabel Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat turun nilai dari 70,22 (2018) menjadi 58,82 (2020).

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) sebesar 38/100 tahun 2021 berada dilevel lebih tinggi daripada zaman orde baru yang tercatat CPI sebesar 27/100. Kalau orde baru orde baru korupsinya hanya dilevel elit saja. Tapi saat ini di era reformasi korupsinya berlaku hingga ke level terkecil lurah.

Reformasi dititipkan kepada Trias Politik yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Tetapi yang terjadi adalah politik legislatif dan politik eksekutif malah melakukan suatu kompromi atau perselingkuhan politik yang tidak sejalan dengan agenda reformasi. Keduanya saling tidak kritis yang akhirnya menambah kekuasaan bagi para oligarki.

Eksekutif dan Legislatif bukannya membuka pintu kebebasan sebesar-besarnya untuk rakyat malah diperlihatkan kalangan DPR dan pemerintah bersekutu meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.  Yang paling mencolok adalah akhir-akhir ini di awal tahun 2022, harga-harga merangkak naik. Kemampuan negara dalam mengatasi persoalan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat semakin menurun. Sementara DPR tidak kritis dan pemerintah terjebak utang ribuan triliun tepatnya 7,098 triliun di 2022.

Reformasi tahun 98 hingga 2022 menghasilkan satu kondisi dimana seluruh kehidupan bangsa Indonesia baik itu ekonomi, politik, sosial dan budaya dikuasai oleh Oligarki. Dengan kata lain reformasi ini tidak sedang baik-baik saja.

Dari seluruh data diatas dapat disimpulkan bahwa 24 tahun reformasi 1998-2022 telah salah jalan. Cita-cita bangsa Indonesia yang ingin menghimpun kebebasan dan kesejahteraan dalam satu ekosistem terlihat masih jauh dari harapan. Bila cita reformasi terlihat suram saat ini adakah alasan untuk melanjutkan reformasi selanjutnya. Dus, Mau dibawa kemana Reformasi ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun