Petani Sawit Lebih Sejahtera dan Lebih Terorganisir dengan Sertifikasi Sawit Berkelanjutan ISPO Namun Masih Banyak Hambatan.
Demikian Kesimpulan yang disampaikan pada Webinar Narasi Insitute yang berjudul Mendorong Sertifikasi Berkelanjutan bagi Petani Sawit: Tantangan dan Peluang pada Selasa (19/10) lalu.
Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dianggap penting khususnya bagi para petani kelapa sawit skala kecil. Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit, Manselius Darto, mengungkapkan para petani kelapa sawit skala kecil biasanya terpencar.
Darto mengatakan adanya sertifikasi ISPO harusnya bisa membuat para petani tergabung dalam satu lembaga. Sehingga bisa membantu meningkatkan kinerjanya.
“Terkait dengan ISPO seperti ini juga bahwa para petani sawit di daerah skala kecil mereka berpencar-pencar. Salah satu poin dari sertifikasi baik ISPO atau RSPO itu adalah bagaimana para petani skala kecil itu harus bisa terorganisir dalam satu kelembagaan petani. Penting ada road map yang jelas. Kelembagaan petaninya juga harus dibuat secara rapi,” kata Darto saat webinar yang ditayangkan di Youtube Narasi Institute, Selasa (19/10).
Selain itu, Darto menganggap yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana ada kemitraan antara para petani kelapa sawit khususnya dengan korporasi. Kemitraan tersebut dirasa membuat petani kecil bisa lebih baik dalam mengolah perkebunan kelapa sawit.
Darto mengharapkan ada transformasi dalam pengelolaan kelapa sawit di Indonesia. Ia menegaskan perubahan tersebut harus berpihak ke para petani kecil.
“Penting untuk perbaikan di level pabrik, penting transformasi saat ini di mana petani menjual ke tengkulak rantai suplai terlalu panjang. Kemudian sistem ini perlu diubah agar ada kemitraan yang lebih baik dan di sini membutuhkan peran pihak perusahaan melakukan pemberdayaan bagi para petani sawit skala kecil di daerah,” ujar Darto.
Lebih lanjut, Darto belum bisa memastikan para petani kelapa sawit saat ini sudah sejahtera atau belum. Menurutnya ada beberapa aspek yang harus dipenuhi agar petani sawit bisa sejahtera seperti dengan luas lahan yang dimiliki.
“Kalau mau petani sejahtera itu tergantung beberapa aspek, luas lahan, harga TBS tak boleh di bawah 1200 per kilo, terus harus memiliki lahan pangan. Jumlah anak 2 tapi di lapangan anak lebih 2 dan masih menanggung nenek juga dengan luas lahan kurang, terus butuh kemitraan lebih adil,” tutur Darto.