Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Efek Taper Tantrum FED 21/22 Tidak Separah 2013, Namun . . .

30 Agustus 2021   00:35 Diperbarui: 30 Agustus 2021   00:35 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerentanan ekonomi tersebut cukup fundamental karena terdapat pada besarnya defisit fiskal, rasio utang pemerintah terhadap PDB tinggi dan utang swasta dan total utang dalam triliun rupiah yang melonjak 2021 dibandingkan 2013.

Utang swasta lebih besar di level USD207.2 miliar di Juni 2021 dibandingkan USD142.5 Miliar di Juni 2013.

Defisit fiskal yang tinggi 5.7 persen dibandingkan 2.3 persen di 2013 akibat digenjot untuk stimulus fiskal menangani dampak kesehatan dan ekonomi dari pandemi COVID-19.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB yang besar mencapai 41.63 persen dibandingkan 24.94 persen di 2013. 

Total utang nasional baik swasta dan pemerintah lebih besar di level Rp6.554 triliun di Juni 2021 dibandingkan Rp2.375 triliun di Juni 2013.

Kerentanan tersebut harus dapat diantisipasi dengan melakukan debt management terhadap SBN,utang Swasata dan utang BUMN dengan lebih baik.

Sumber: kompas
Sumber: kompas

Di saat yang bersamaan, defisit pada neraca transaksi berjalan saat ini dapat dikatakan berada pada level manageable. Defisit neraca transaksi berjalan 2020 sebesar -0.4 persen PDB atau USD4.7 miliar bandingkan sebesar -3.19 persen PDB atau USD29.1 miliar.

Dengan demikian, depresiasi rupiah yang diprediksi sebagai dampak ikutan tapering off 2021 tidak terlalu dalam. Rupiah terdepresiasi diprediksi paling dalam di level Rp15,000 pada saat tapering diumumkan.

Adapun dampak lain seperti meningkatnya imbal hasil surat utang (Yield SUN) akibat tapering off dapat dinormalisasi melalui pembelian SUN oleh Bank Indonesia.

Bank Indonesia melalui SKB III dari Skema Burden Sharing 2021-2022 telah menjadi  standby buyer baik di pasar primer maupun di pasar sekunder sehingga resiko peningkatan Yield SBN dapat diminimalisir.

Dengan intervensi BI tersebut, semoga dampak tapering off 2021/22 terhadap depresiasi rupiah masih dalam batas fundamentalnya yang wajar. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun