Namun, setelah melihat efeknya yang kurang baik karena memabukan dan selain itu juga melanggar ajaran agama. Karena orang-orang Betawi dikenal sebagai Muslim yang ta'at, maka orang Betawi mencoba meracik bir yang dapat menghangatkan badan, tetapi tidak menyebabkan efek samping mabuk. Akhirnya terciptalah bir pletok.
Versi kedua adalah nama bir pletok muncul dari kaum Betawi gedongan (baca: elit) yang kerap bergaul dengan orang Belanda. Orang belanda tersebut melihat, ketika minuman berbahan dasar jahe ini dikocok dan dituang ke dalam gelas, muncul busa di bagian atasnya, persis seperti bir yang sering diminum orang-orang Belanda. Kemudian dari orang betawi gedongan dan orang belanda itu nama bir pletok dimasyarakatkan secara luas.
Manapun versi sejarah yang benar, yang jelas Bir Pletok sudah menjadi kebanggaan warga betawi di Jakarta.
PROSPEK BISNIS BIR PLETOK DI MASA COVID-19
Sejak COVID-19 melanda di Indonesia yaitu Maret 2020, banyak usaha yang tutup karena harus mematuhi aturan pemerintah dimana pelaku UMKM harus melakukan lockdown dan meliburkan karyawannya. Begitu juga dengan usaha Bir Pletok Hajjah Titin. Namun seiring relaksasi PSBB, Hajjah Titin mulai memberanikan diri memproduksi dan menjual bir pletok lagi.
Dengan karyawan yang terdiri dari Suami dan 2 anaknya, produksi bir pletok pun diproduksi kemabali pada April 2020. Namun situasinya kini lebih sulit terutama mendapatkan bahan baku yaitu Jahe Merah, Kapulaga, Daun Wungu, Kunyit dan Lengkuas Merah.
Namun semangat untuk tetap memproduksi membuat Hajjah Titin mencari sumber sampai ke petani di luar Jakarta. Untungnya para petani tidak ikut lockdown, petani tetap bertani meski sekarang sulit untuk mengirimkan bahan baku tersebut. Hajjah Titin juga tidak segan-segan mengambil bahan bakunya sendiri langsung pergi ke tangan petani tersebut. Meski sering kali numpang titip dengan jasa bus travel ke Jakarta.
Motivasi Hajjah Titin memproduksi Bir Pletok adalah ingin membantu pelanggannya melalui produknya dapat meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan wabah covid19. Karena berbahan dasar jahe kunyit dan rempah lainnya, bir pletok diyakini sebagai obat herbal pencegahan virus covid19.
Tidak lantas produknya dibutuhkan, kemudian Hajjah Titin menaikan harga produknya setinggi langit. Kenaikannya hanya untuk kompensasi harga bahan dasar yang naik dan biaya transportasi yang lebih tinggi dari pada biasanya.
Di era Covid19 ini, Bila memproduksi Bir Pletok menghabiskan Rp700 ribu, Hajjah Titin mendapatkan penjualan Rp1.2 juta sehingga untung bersihnya Rp500 ribu untuk setiap batch produksinya.
PRODUK LAIN HAJJAH TITIN
Ibu Hajjah Titin juga memproduksi mimunan hangat lain dengan berdasar bahan Jahe diantaranya adalah minuman kopi Jahe, minuman Jahe merah Instan dan manisan jahe. Selain berdasar jahe ada juga produk Kopi Arabia dengan tambahan Jahe Herbal didalamnya.
Menurutnya dengan menjual selain bir pletok, dimasa pandemi pelanggannya bisa menikmati minuman yang bervariasi agar tidak bosan. Minuman berbahan jahe darinya tetap menawarkan minuman herbal yang menyehatkan dan menghangatkan tubuh. Bagi yang membutuhkan minuman berbahan jahe seperti bir pletok, jahe merah, kopi jahe dan manisan jahe silakan hubungi beliau Hajjah Titin dengan merek TBA.