Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Agustus 2020 akan merilis data pertumbuhan triwulan kedua 2020.
Bank Indonesia dan Kemenkeu sudah mempublikasikan bahwa triwulan kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia ada pada level negatif -4.3% (yoy). Laju pertumbuhan negatif tersebut bila terjadi juga di triwulan III 2020 maka resesi Indonesia benar-benar terjadi.
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan pertama di rilis BPS hanya tumbuh 2,97 % (yoy) dimana pertumbuhan tersebut sudah turun 2 % lebih lambat dibanding pertumbuhan triwulan 4/2019 Â (4,97 %). Penurunan tersebut sudah merupakan indikasi akan terjadi resesi ekonomi.
Oleh karena itu rencana pembiayaan besar senilai Rp903.46 triliun diumumkan Presiden Jokowi 29 Juni 2020 untuk mengantisipasi resesi itu. Kebutuhan pembiayaan APBN yang mencapai Rp 903,46 triliun merupakan penyesuaian terhadap Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020. Namun ternyata tidak juga dapat menghindari ekonomi tumbuh menjadi negatif di triwulan kedua ini.
Lantas apa langkah selanjutnya yang harus diambil untuk antisipasi resesi di triwulan ketiga nanti?
Sudah ada 10 negara yang mengalami resesi ekonomi akibat covid diantaranya adalah Australia, Jepang, Perancis, Singapura, Korea Selatan, Hong Kong, Jerman, Amerika, Spanyol  dan Italia. Resesi ekonomi ditunjukan dari penurunan pertumbuhan dua triwulan berturut-turut.Â
Ekonomi AS anjlok ke level -32,9% di Kuartal II-2020, sebelumnya -5% pada kuartal I-2020, Ekonomi Jerman kontraksi sebesar -10,1% sebelumnya -2.2%, Singapore -41.2%, Australia -7%, Hongkong -9%, Korsel -3.3% sebelumnya -2.9%, Â pada kuartal II-2020.
Solusi Resesi: Restrukturisasi Bisnis Model BUMN
BUMN memiliki peran besar di berbagai sektor usaha. Karena mayoritas pendapatan bruto Indonesia itu adalah dari BUMN. BUMN ada disemua sektor kehidupan mulai dari transportasi, kesehatan, perbankan, mineral, jasa dan sebagainya.
Aset BUMN selalu naik tiap tahunnya. Pada tahun 2004 aset BUMN sebesar  1,191 triliun, kemudian naik Rp2000 triliun (2009), Rp 5200 triliun (2014) dan terakhir meningkat menjadi Rp8092 triliun (2019).Â
Peningkatan aset BUMN ini merupakan modal dasar BUMN untuk menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Dampak peningkatan aset BUMN tersebut adalah kontribusi langsung yang diberikan kepada APBN berupa pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan dividen yang terus meningkat.Â
Dividen BUMN pada kuartal 1 2020 tercatat sangat baik yaitu Rp86.94 triliun. Bandingkan sepanjang tahun 2019 dividen BUMN hanya Rp50.63 triliun dengan 10 BUMN terbesar penyumbang dividen adalah Bank BRI, Telkom, Pertamina, Bank Mandiri, Â PLN, BNI, Penggadaian, Inalum, Pupuk Indonesia dan Jasa Raharja.
Bila jeli, BUMN ini merupakan pemutus lingkaran setan pelambatan ekonomi di era pandemi COVID19. Sayangnya, banyak BUMN juga terdampak Covid19 salah satunya adalah Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia mencatat rugi Rp10 triliun pada Semester I-2020 akibat penurunan jumlah penumpang secara signifikan.
Masalah BUMN lain yang serius adalah masalah penerapan CGC (Good Corporate  Governance) seperti kasus penyelundupan Harley Davidson dan Bromton oleh petinggi BUMN, memoles laporan keuangan seperti kasus Jiwasraya, dan kasus korupsi PT Asabri.
BUMN perlu melakukan restrukturisasi model bisnis dan model tata kelola secara drastis bila akan digunakan sebagai alat pemulihan ekonomi nasional sebab tanpa melakukan hal tersebut terlebih dahulu, Dana PEN yang diperoleh dari pembiayaan dengan bunga besar akan sia-sia dan menjadi bancaan pejabat BUMN yang bermasalah.
Publik mempercayai BUMN lebih baik sejak Erick Thohir bertindak tegas terhadap penyimpangan yang dilakukan Petinggi Garuda dalam kasus Harlet dan Brompton.
Kepercayaan tersebut semakin meninggat karena ditambah dengan penunjukan Erick Thohir sebagai Ketua Komite Penanganan Covid dan PEN oleh Presiden Jokowi.
Program PEN juga banyak melibatkan kepada BUMN diantaranya Penempatan Uang Negara melalui Program Bank Jangkar kepada Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) sesuai PMK 70. Melalui aturan tersebut diharapkan Bank BUMN seperti Mandiri, BRI, BNI, dan BTN dapat berperan aktif dalam memulihkan ekonomi nasional.
Ada juga stimulus dalam bentuk penempatan dana pemerintah sebagai penyangga likuiditas bank pelaksana sesuai PMK 64. Program subsidi bunga sebagai salah satu program PEN dilakukan melalui BPR, perbankan, dan perusahaan pembiayaan. Selain itu ada Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) dan pegadaian.
Stimulus dalam bentuk penjaminan kredit modal kerja BUMN sesuai PMK 71 dilakukan langsung ke BUMN melalui Jamkrindo dan Askrindo.
Alokasi modal kerja untuk sektor korporasi dan padat karya juga dilakukan oleh BUMN.
Maksud seluruh program PEN diberikan kepada BUMN adalah agar BUMN menjadi penggerak ekonomi. Namun hal tersebut bukan tanpa resiko
RESIKO REPUTASI BUMN
Pelibatan BUMN dalam berbagai program PEN satu sisi adalah pengakuan kemampuan BUMN selama ini. namun bila BUMN gagal maka dampak kerusakannya juga besar.
Sebagai contoh dalam prakik program PEN melalui bank jangkar. Pelibatan Himbara tersebut karena negara percaya bahwa bank BUMN dapat merampungkan urusan internalnya sekaligus di waktu yang sama mengatasi persoalan-persoalan keuangan di sektor-sektor produktif (pertanian, perkebunan, jasa, perdagangan, dan perindustrian).Â
Bagaimana jadinya bila bank BUMN ternyata memiliki masalah yang kronis pada internalnya. Dana penempatan PEN sebesar Rp30 tiliun ternyata habis untuk mengatasi masalah internal mereka tersebut.
Begitu juga dengan program subsidi bunga, Pemerintah ingin agar perusahaan-perusahaan BUMN di bidang keuangan dapat menjadi katalis menjaga agar para debitor mikro dan kecil bisa bertahan.Â
Namun bila program tersebut ternyata untuk menyelamatkan pengusaha besar yang sudah bermasalah sebelum covid19 ada, bukan para UMKM maka reputasi BUMN keuangan akan rusak dan maksud PEN untuk penyelamat ekonomi tidak akan tercapai.
Jelas, Resiko reputasi dapat menjadi persoalan di kemudian hari. Bila ternyata persepsi publik salah bahwa program PEN diemban oleh BUMN bersih dan sehat ternyata BUMN tersebut sakit dan rusak maka program PEN tidak akan menyelematkan pemulihan ekonomi nasional malah menambah terpuruk ekonomi bangsa.
Begitu juga dengan program subsidi bunga, bila program tersebut ternyata untuk menyelamatkan pengusaha besar  yang sudah bermasalah sebelum covid19 ada dan bukan para UMKM maka program PEN akan sia-sia.
RESIKO KONFLIK KEPENTINGAN BUMN
Pekerja PHK Dan Menjeritnya Pengusaha non BUMN . Pandemi Covid-19 ini telah membuat sejumlah pengusaha swasta terpaksa gulung tikar dan menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut KADIN, Pekerja yang Kena PHK dan dirumahkan sudah tembus 6 Juta orang. Apa yang harus dilakukan program PEN untuk membantu mereka yang di-PHK?
Komite Covid19 dan PEN mendapatkan arahan dari Presiden Jokowi (27 Juli 2020) untuk memberikan kredit kepada pegawai yang menjadi korban PHK dan UMKM bersifat rumahan. Mereka akan diberikan bunga rendah agar dapat berusaha di tatanan keluarga. Penyalurannya akan melibatkan Bank BUMN tentunya.Â
PHK tidak hanya terjadi pada perusahaan swasta namun ternyata terjadi juga pada BUMN. Ada 9 (sembilan) BUMN setidaknya telah melakukan PHK dan merumahkan 3.225 karyawan sejak Februari hingga Juli 2020.Â
Nah ini menjadi tantangan juga apakah program PEN dibawah naungan BUMN memprioritaskan lebih dahulu bantuan untuk BUMN dan pegawainya yang terPHK atau pengusaha-pengusaha non BUMN bersama-sama.
PERKUAT BUMN MELALUI TRANSPARANSI PROGRAM PEN
Meningkatnya reputasi BUMN di publik terutama dipercayanya BUMN menjalankan program pemulihan ekonomi nasional, bukan berarti tidak ada resiko bagi BUMN. Resiko Reputasi dan Resiko Konflik Kepentingan menjadi dua resiko terbesar yang dihadapi pengelola BUMN.Â
Oleh karena itu untuk menghindari 2 resiko tersebut diperlukan proses transparan yang disampaikan secara berkala kepada publik. Siapa saja penerima subsidi bunga, pelaku usaha mana saja yang mendapatkan relaksasi kredit, kepada UMKM mana penempatan modal kerja diberikan merupakan contoh transparasi yang diharapkan.
Pemberian transparansi juga sebaik dilakukan berkala dan dapat diakses oleh siapapun secara online. Meski banyak program PEN yang dilakukan oleh banyak BUMN namun sebaiknya pelaporan transparansi dilakukan terpusat dan satu pintu sehingga memudahkan publik mengawasinya.
Akhirnya, bila BUMN yang sehat dan reliabel (dapat terpercaya) menjalankan program-program PEN dengan transparan akhirnya pemulihan ekonomi nasional dapat tercapai dalam waktu dekat. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H