Apakah gonjang ganjing POP beberapa hari kemarin selesai setelah Mas Menteri  minta maaf pada kamis 28 Juli 2020?
Mas Nadiem Makarim menyatakan dalam rilisnya dengan mengucapkan kata-kata harapan agar organisasi penggerak seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI) dapat kembali bergabung dalam Program Organisasi Pengerak (POP).
Hal yang menarik rilis Nadiem lain adalah pencabutan keputusan hasil seleksi khusus terhadap 2 lembaga CSR dari 324 proposal dari 260 Ormas bahwa dua organisasi CSR tersebut yaitu Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation yang tadinya mendapatkan bantuan APBN menjadi dipastikan menggunakan skema pembiayaan mandiri untuk mendukung POP. Bagaimana tata kelola keputusan dilakukan kementerian pendidikan?
Sebelumnya ada Surat Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan tgl 17 Juli 2020 Nomor 2314/B.B2/GT/2020 Perihal Pemberitahuan Hasil Evaluasi Proposal POP tentang terpilihnya 183 proposal dari 156 Ormas lolos verifikasi. Dari 183 proposal tersebut ada 2 proposal Yayasan Tanoto (no 79-80) dan 2 proposal Yayasan Putera Sampoerna (no 147-148) yang mendapatkan hibah kategori GAJAH yaitu mendapatkan hibah Rp20 miliar setiap tahun per proposal yang lolos.
Kementerian pendidikan menyediakan dana sebesar Rp595 miliar per tahun bagi organisasi masyarakat yang lolos menjadi fasilitator program POP.
Dana yang digelontorkan terbagi dalam tiga kategori: Gajah, Macan, dan Kijang. Kategori Gajah wajib memiliki target minimal 100 sekolah dan bakal mendapat hibah maksimal Rp20 miliar, kemudian kategori Macan berkisar antara 21 sampai 100 sekolah dengan hibah maksimal Rp5 miliar dan Kategori Kijang 5 hingga 20 sekolah dengan hibah maksimal Rp1 miliar pertahun.
VISI PROGRAM ORGANISASI PENGGERAK
Program Organisasi Penggerak (POP) didesain untuk meningkatkan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan dengan melibatkan peran serta Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) bidang pendidikan. Tujuan tersebut sangat mulia dan didesain sebelum terjadinya pandemi Covid19.
Namun visi yang mullia tersebut terganggu dengan adanya kesiapan teknis yang belum optimal sehingga mengundang pernyataan kritik publik. Seperti misalnya dari Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama, Arifin Junaidi  yang mengatakan bahwa proses seleksi POP tersebut kurang jelas.
Kritik lain datang dari Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno yang menyatakan bahwa kriteria pemilihan ormas yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Seolah-olah visi mulia tersebut terganggu dengan implementasi teknis yang dilakukan kementerian pendidikan nasional.
Moralitas dalam Program Organisasi Penggerak (POP) di Tengah COVID
Lembaga kemasyarakatan yang memiliki title korporasi besar seperti Tanoto dan Sampoerna menjadi isu santer di publik. Publik menilai moralitas lembaga tersebut ikut POP dengan bantuan hibah pemerintah menjadi dilema.Â
Disatu sisi mereka adalah lembaga profesional yang bergerak di bidang sosial dengan visi mulia membantu pendidikan Indonesia yang masih rendah. Sisi lain, meski mereka sudah terlepas dari perusahaan induk namun mereka tetap memiliki misi perusahan holdingnya yaitu peningkatan reputasi nama korporasi mereka. Itu sebabnya Tanoto dan Putera Sampoerna tetap menjadi nama kelembangaannya.
Kontroversi tersebut mungkin menjadi alasan utama kenapa kemudian Mas Menteri mencabut Tanoto dan Putera Sampoerna Foundation dari mendapatkan hibah pemerintah. Isu moralitas lain adalah soal timing program POP tersebut.
Dana Rp595 miliar per tahun untuk POP dinilai tidak tepat diberlakukan kepada ormas-ormas penggerak pendidikan  disaat para siswa, guru sangat membutuhkannya. Moralitas POP dipertanyakan publik karena tidak peka terhadap persoalan yang ada.
Untuk menghindari isu moralitas yang akhirnya dapat melahirkan konflik kepentingan dan  isu kelayakan hibah di saat pandemi, sebaiknya program organisasi penggerak pendidikan dihentikan dan dialihkan ke program stimulus proses pendidikan dari rumah seperti perangkat belajar daring termasuk paket internet, perangkat kerasnya untuk menyelamatkan pendidikan di Indonesia. Subsidi kepada siswa tersebut dirasakan tepat daripada diberikan kepada ormas-ormas tersebut.
Sebagian dana program dapat juga diberikan kepada bantuan kepada guru honorer yang memenuhi syarat yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era pandemi ini. Ekonomi saat pandemi sulit, bantuan sosial pendidikan lebih dibutuhkan saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H