Disatu sisi mereka adalah lembaga profesional yang bergerak di bidang sosial dengan visi mulia membantu pendidikan Indonesia yang masih rendah. Sisi lain, meski mereka sudah terlepas dari perusahaan induk namun mereka tetap memiliki misi perusahan holdingnya yaitu peningkatan reputasi nama korporasi mereka. Itu sebabnya Tanoto dan Putera Sampoerna tetap menjadi nama kelembangaannya.
Kontroversi tersebut mungkin menjadi alasan utama kenapa kemudian Mas Menteri mencabut Tanoto dan Putera Sampoerna Foundation dari mendapatkan hibah pemerintah. Isu moralitas lain adalah soal timing program POP tersebut.
Dana Rp595 miliar per tahun untuk POP dinilai tidak tepat diberlakukan kepada ormas-ormas penggerak pendidikan  disaat para siswa, guru sangat membutuhkannya. Moralitas POP dipertanyakan publik karena tidak peka terhadap persoalan yang ada.
Untuk menghindari isu moralitas yang akhirnya dapat melahirkan konflik kepentingan dan  isu kelayakan hibah di saat pandemi, sebaiknya program organisasi penggerak pendidikan dihentikan dan dialihkan ke program stimulus proses pendidikan dari rumah seperti perangkat belajar daring termasuk paket internet, perangkat kerasnya untuk menyelamatkan pendidikan di Indonesia. Subsidi kepada siswa tersebut dirasakan tepat daripada diberikan kepada ormas-ormas tersebut.
Sebagian dana program dapat juga diberikan kepada bantuan kepada guru honorer yang memenuhi syarat yang selama ini mengisi kekurangan guru dan sangat terdampak di era pandemi ini. Ekonomi saat pandemi sulit, bantuan sosial pendidikan lebih dibutuhkan saat ini.