Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ramalan: "Food Estate Prabowo" Akan Gagal Kecuali Lakukan Hal Ini

27 Juli 2020   18:24 Diperbarui: 27 Juli 2020   18:20 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber PSKP Indonesia

Lokasi food estate yang didesain saat ini yaitu kalimantan tengah merupakan jauh dari perkotaan dan pemukiman sehingga perlu ditambahkan dengan metropolitan food cluster yaitu penyediaan lahan-lahan pangan yang dekat dengan perkotaan. Konektivitas sering menjadi persoalan sehingga lahan yang dekat menyuplai pangan ke perkotaan akan memperkuat ketahanan pangan.

Selain itu dapat pula dikembangkan kebijakan corporate farming skala besar dimana BUMN dan korporasi diizinkan melakukan planting pangan besar-besar terhadap lahan yang dimilikinya. Corporate Farming ini membutuhkan sirkular ekonomi yang memastikan bahwa waste pertaniannya digunakan sebagai bahan baku bagi industri kecil masyarakat disekelilingnya.

Food estate harus mengembangkan kelembangaan masyarakat, dunia usaha dan BUMN, yang selama ini dapat dikatakan mati suri. Oleh karena itu integrasi food estate tidak boleh diabaikan.

Rahasia keberhasilan food estate di berbagai negara adalah adanya perubahan mindset masyarakatnya yang tadinya menjadikan pertanian adalah aktivitas ekonomi yang tidak menguntungkan menjadi sesuatu yang menjanjikan kesejahteraan yang lebih baik.

Sosial Engineering yang mengubah mindset masyarakat perlu dikembangkan salah satunya melalui sosialisasi publik besar-besaran bahwa krisis pangan sudah di depan mata bangsa Indonesia.

Selain food estate komprehensif diperlukan juga beberapa langkah lain seperti identifikasi neraca pangan nasional, intensifikasi tanah eksisting dan merekayasa Diet Nasional

IDENTIFIKASI NERACA PANGAN NASIONAL

Indonesia belum memiliki peta neraca pangan seluruh propinsi se-Indonesia. Untuk mengantisipasi krisis pangan diperlukan identifikasi per wilayah yang meliputi produksi pangan dan konsumsi pangan sampai tingkat kesuburan tanah di level desa sehingga diketahui daerah mana yang mengalami surplus pangan dan defisit pangan khususnya beras. Identifikasi neraca pangan tersebut akan memudahkan pengambil kebijakan mendesain program yang tepat sesuai dengan karakter daerahnya masing-masing.

INTENSIFIKASI TANAH EKSISTING UNTUK TINGKATKAN PRODUKTIVITAS

Dari data FAO menunjukan produktivitas pertanian Indonesia masih rendah. Intensifikasi dapat dilakukan melalui pemilihan benih veritas yang unggul sehingga dapat meningkatkan produktivitas yang sekarang hanya sekitar 3.5 ton/ musim/sawah menjadi 5 ton/musim sehingga setahun menjadi 10 ton/musim. Volume panen pangan Indonesia tahun 2019 sekitar 50 juta ton harus ditingkatkan menjadi 60 juta ton. Intensifikasi termasuk berkaitan dengan mempercepat ketersedian pupuk dan saprodi.

MEREKAYASA DIET BANGSA

Indonesia merupakan bangsa pengkonsumsi beras nomor dua terbesar di ASEAN setelah Vietnam. Vietnam mengkonsumsi beras sebesar 157 kg/kapita/tahun, Indonesia  sebesar 130 kg/kapita/tahun, Malaysia sebesar 80 kg/kapita dan Jepang sebesar 50 kg/kapita/tahun.

Jika program diet bangsa berhasil maka kebutuhan masyarakat akan beras dapat dikendalikan. Salah satu cara menekan konsumsi beras adalah melalui sosialisasi besar-besaran untuk mendorong masyarakat mengkonsumsi lebih banyak sayur dan lebih beragam mengkonsumsi hidrokarbon seperti tepung tapioka, sagu dan kentang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun