Meski ekonomi terpuruk di tengah covid 19, Nilai perdagangan Indonesia ternyata tergolong menggembirakan. Semester pertama (Jan-Jun) 2020 Neraca perdagangan kita tumbuh positif surplus 5.5 miliar USD bandingkan semester sama tahun lalu yang defisit 1,87 miliar USD.
Kinerja suplus tersebut didominasi karena kinerja ekspor hasil pertanian yang naik 9.6% (yoy), ekspor yang biasanya menjadi primadona yaitu ekspor tambang kini turun 20.71 (yoy) dan ekspor industri hasil pengolahan turun 0.41% (yoy).
Sektor yang paling besar memberikan tambahan devisa Jan-Jun 2020 terbesar adalah industri makanan minuman sebesar 13.73 miliar USD diikuti industri logam sebesar 578.3 juta USD, industri farmasi 317 juta, industri percetakan 15.92 juta.
 Kinerja surplus neraca dagang Jan-Jun 2020 terutama dengan Amerika Serikat (4.7 Miliar USD), India (3 Miliar USD), dan Belanda (1 Miliar USD) namun terdapat defisit perdagangan dengan China (-5.3 Miliar USD), Thailand (-1.4 Miliar USD) dan Australia (-874 juta USD),Â
Negara tujuan ekspor nonmigas utama Indonesia utamanya saat ini adalah Cina (17.71%), Amerika (11.68%), Uni Eropa (8.91%), Jepang (8.64%), India (6.55%) dan Singapura (6.36%). Negara impor nonmigas ke Indonesia utamanya adalah China (28.63%), Jepang (9.61%), Uni Eropa (7.889%) dan Singapura (6.64%).
Neraca perdagangan industri pengolahan nonmigas pada Juni 2020 berhasil mengalami surplus USD 531.47 juta. Secara volume, ekspor industri tersebut menanjak 9.28% dibandingkan Mei 2020 menjadi 8.87 juta ton. Ekspor terbesar Juni 2020 adalah Makanan Minuman, Logam Dasar dan Bahan Kimia. Industri pengolahan nonmigas pada bulan Juni 2020 pun mencatatkan surplus sebesar USD531,47 juta atau meningkat sebesar 9,28% dibanding Mei 2020.
KRISIS PANGAN DAN REINVENTING PERTANIAN MANDIRI
Namun angka kegembiraan surplus tersebut perlu diwaspadai karena Indonesia masih tergantung pada impor. Data menunjukan bahwa Impor pada Juni 2020 masih besar yaitu 10.76 miliar USD yang didominasi oleh barang konsumsi yang naik 37.15% (yoy) terutama bawang putih, obat-obatan, dagung beku dan buah-buahan.
Kedepan dunia akan kesulitan melakukan Impor barang konsumsi terutama pangan karena adanya kebijakan penerapan penghentian perdagangan selama relockdown karena gelombang kedua covid 19 dan kegagalan panen akibat perubahan cuaca di sejumlah negara subtropis.