Food and Agriculture Organization (FAO) pertengahan April lalu pun mengingatkan adanya potensi krisis pangan dunia disebabkan perubahan cuaca dan penerapan karantina di sejumlah negara.
Adanya potensi krisis pangan ini membuat Indonesia harus antisipatif dengan lebih meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Para pengambil keputusan terutama Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian jangan lagi berfikir instan untuk membuka keran impor demi memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Apalagi di masa pandemi ini banyak negara yang kemungkinan akan menahan atau mengurangi kuta ekspor pangan demi memenuhi kebutuhan domestik.
Rusia sejak Juni lalu, sudah menghentikan pasokan gandumnya untuk di ekspor. Gandum rusia berkontribusi 30% suplai gandum dunia. Langkah Rusia dikecam dunia tapi alasan Rusia beralasan karena fokus memenuhi kebutuhan domestik akibat musim kemarau yang melanda siberia.
Indonesia sebagai negara agraris dan tanah yang subur harus mampu memenuhi kebutuhan sendiri, bahkan berpotensi menjadi lumbung pangan dunia bila mengambil kebijakan reinventing pertanian dengan tepat waktu.Â
Semoga langkah Presiden Joko Widodo yang baru-baru ini membangun cadangan pangan demi memperkuat ketahanan pangan Indonesia dapat benar-benar terlaksana.
Ketahanan pangan tidak cukup dengan mengandalkan hasil bumi pertanian semata namun juga membutuhkan pembangunan industri sektor pertanian juga.
Masa pandemi ini seharusnya disikapi sebagai kesempatan membangun kembali industri manufaktur pertanian yang menghasilkan nilai tambah demi masa depan perekonomian yang sehat dan kuat.
Bukan sebaliknya, membuka keran impor yang akan menghancurkan industri dalam negeri.
Kebijakan industri substitusi impor adalah kunci untuk bisa menjadikan bangsa ini mampu berdaya memenuhi kebutuhan sendiri, tanpa bergantung pada produksi negara lain.
Jika industri substitusi impor Indonesia terapkan di beberapa sektor yang seringkali kita bergantung pada impor, maka neraca perdagangan akan berubah menjadi surplus. Sayangnya, suprlus neraca perdadangan semester pertama 2020 tersebut bukan disebabkan berjalannya kebijakan industri substitusi impor sehingga potensi surplus berubah menjadi defisit di akhir tahun 2020 akan terjadi.