Mohon tunggu...
Hidayat Harsudi
Hidayat Harsudi Mohon Tunggu... Akuntan - The Accountant

Tinggal di Kota Makassar - Auditor, Pemain Musik, dan Penikmat Film

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Tradisi Berburu Tanda Tangan Senior

8 Oktober 2018   18:56 Diperbarui: 8 Oktober 2018   19:16 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Tempo.co

Barangkali hal terkonyol dari pengkaderan, ospek, dan atau sejenisnya adalah berburu tanda tangan senior.  Ondespot trans +17 harus memasukkan ini daftar "hal terkonyol dunia ospek" sebagai nomor pertama. Bagaimana tidak, kita harus mencari dan meminta tanda tangan senior tanpa tau apa manfaatnya buat kita. Untuk kenalan? tidak. Untuk lebih akrab? lebih-lebih. Siapa juga yang bisa cepat akrab dengan orang yang membentak kita.

Seperti kata Rocky Gerung "Dungu". Barangkali ini adalah kata paling tepat bagi kegiatan berburu tanda tangan seperti ini. Kebuntuan adalah kata paling tepat nomor dua.

Setidaknya ada dua tata cara atau kita sebut sebagai metode dalam acara berburu tanda tangan ini. Yang pertama adalah meminta sebanyak-banyaknya tanda tangan dari senior dan yang kedua meminta tanda tangan senior yang tertulis namanya di daftar. Barangkali yang pertama lebih mementingkan kuantitas sementara yang kedua lebih ke kualitas. Masing-masing punya kelebihan maupun kekurangan dalam penerapannya.

Metode pertama lebih mudah. Dengan kerja keras dan kegigihan, berburu tanda tangan senior akan kita lalui. Kita hanya harus berkeliling dan mencari pusat keramaian. Keramaian menandakan ada orang yang senasib minta tanda tangan disitu. Dan disitu pasti ada senior yang baik hati yang memberi  tanda tangan Cuma-Cuma. 

Metode kedua agak lebih sulit dan membutuhkan lebih banyak waktu. Kerja keras dan kegigihan tidak bekerja efektif disini. yang dibutuhkan adalah kecerdasan plus kelicikan. Saat diminta mencari tanda tangan seseorang yang keberadaannya tidak diketahui, kita harus mulai berpikir dan memunculkan hipotesis-hipotesis tidak lazim. Orangnya pasti sangar dan suka memaki, orangnya pasti jual mahal, orangnya mungkin berparas ayu, atau orangnya sudah lulus dan saya lagi dikerjai.

Saat daftar sudah mulai terisi dengan tanda tangan dan menyisakan sedikit nama, kita harus mulai licik. Memalsukan tanda tangan adalah jalan pintas namun beresiko. Jalan pintas karena kita tidak harus mencari lagi orang yang keberadaanya tidak jelas. Tapi berisiko saat kita ketahuan memalsukan tanda tangan. Hipotesis terakhir barangkali benar, orangnya sudah lulus atau bahkan nama fiktif dan kita lagi dikerjai.

Tidak hanya konyol buat mahasiswa baru yang sedang diospek, buat mahasiswa lama konyol juga. Setidaknya bagi mereka yang kurang populer atau kurang dikenal. Jika banyaknya orang yang meminta tanda tangan kepada kita adalah ukuran kepopuleran, maka saat tidak ada seorangpun yang meminta adalah tanda?. Kita sama sekali tidak dikenal. Akui saja itu.

Seperti mahasiswa baru, sebagian besar mahasiswa lama yang kurang popular lebih menyukai metode pertama. Sebagai mahasiswa kurang popular, anda hanya perlu menampilkan wajah yang bersahaja dan pemurah hati kepada setiap mahasiswa baru yang anda temui. 

Mahasiswa baru yang ditugasi mencari tanda tangan senior sebanyak-banyaknya akan mendatangi anda dan terus bertambah seperti jamur di musim hujan. Ini adalah hubungan simbiosis mutualisme. Mahasiswa baru senang karena mendapat satu tanda tangan dan anda juga senang karena tampak lebih populer.

Tapi bagi kita yang populer, metode kedua akan lebih kita sukai. Siapa sih orang yang tidak suka menampilkan kekuasaan dan kepopuleran. Saat mahasiswa baru berdatangan mencari kita (tentu saja nama kita akan ada di daftar) kita harus jual mahal dan mulai menyuruh mereka melakukan sesuatu untuk ditukar dengan tanda tangan. 

Memperlihatkan kekuasaan di hadapan mereka adalah salah satu tujuan kita. Sementara itu mahasiswa lama kurang populer mulai iri melihat kita dan berharap ada di posisi kita. Tentu saja itu tujuan utama kita, memperlihatkan kepopuleran kepada sesama mahasiswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun