Mohon tunggu...
Hidayat Harsudi
Hidayat Harsudi Mohon Tunggu... Akuntan - The Accountant

Tinggal di Kota Makassar - Auditor, Pemain Musik, dan Penikmat Film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alasan UU PT dan Komersialisasi Pendidikan Harus Ditolak

27 April 2018   20:54 Diperbarui: 27 April 2018   21:04 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapkan dirimu untuk aksi akbar pada awal mei mendatang.  Aksi yang diperkirakan punya massa yang jumlahnya jauh lebih besar dari aksi 212. Jika mengutip definisi dari KBBI "buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah" ,maka peringatan hari buruh pada 1 mei mendatang akan menjadi aksi terbesar yang pernah digelar. Belum lagi ditambah dengan mahasiswa yang selalu memperjuangkan nasib buruh di tanah air. Tapi sayangnya aksi akan tersebar ke seantero negeri, bukan terpusat di monas.

Tulisan ini tidak akan membahas hari buruh, paragraf di atas aku tulis guna mengingatkan bahwa ada hari besar lain selain hari pendidikan nasional pada bulan depan. Hari pendidikan yang tiap tahun diperingati dengan demo menolak UU PT yang dituding sebagai  biang kerok dari komersialisasi pendidikan. 4 tahun senior-senior demo di kampus dan menyebarkan petisi dan tak pernah sekalipun saya ikut demo atau membaca petisi mereka. Sungguh mahasiswa yang apatis.

Setelah menjalani sebagian besar hidup dengan menjadi mahasiswa apatis, kuputuskan hari ini aku akan coba menjadi mahasiswa kritis nan idealis. Setidaknya kisahku menjadi mahasiswa idealis, akan menginspirasi anak-anakku kelak.  

Aku pungut kembali petisi-petisi penolakan UU PT yang kertasnya sudah sangat tua. Mirip sebuah kitab kuno yang baru ditemukan setelah terkubur reruntuhan selama berabad-abad. Aku tiup debu yang menempel di kertas sucinya sehingga debu beterbangan. Perlahan-lahan kubuka petisi itu dan cahaya yang menyilaukan mata muncul dari dalam lembaran-lembarannya.  

Dengan sangat hati-hati kubaca satu persatu kalimatnya, berharap aku tak salah dalam menafsirkan. Membacanya membuatku tak sanggup mengedipkan mata, apalagi membuat kopi. Saat tiba di kalimat terakhir air mataku tiba-tiba menetes, mungkin karena tak sempat berkedip tadi. Tapi tidak apalah. Yang penting aku sudah tercerahkan tentang mengapa UU PT dan komersialisasi pendidikan harus ditolak.

Alasan kenapa UU PT dan komersialisasi pendidikan harus ditolak adalah yang pertama mencerdaskan kehidupan bangsa bukan lagi menjadi tujuan. Perguruan tinggi dimodifikasi sedemikian rupa agar terarah sesuai dengan kepentingan pasar atau industri. Sungguh sangat kapitalis. Pendidikan harusnya berorientasi pada upaya pencerdasan bangsa, bukan upaya menjadikan mereka tenaga terampil yang dibutuhkan industri. Tidak apa-apa tidak terserap di lapangan kerja dan menjadi pengangguran, asalkan kita berilmu. Nabi saja mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina, bukan bekerjalah di perusahaan cina.

Yang kedua, komersialisasi, liberalisasi, dan privatisasi dalam dunia pendidikan. Malalui PTN-BH, pemerintah akan melepaskan tanggung jawab terhadap pendidikan dalam hal pendanaan. Perguruan tinggi akan menjadi lahan komersial akibat berkurangnya bantuan pemerintah. Kampusakan mengalami penurun penerimaan dari pemerintah, diharuskan mencari alternatif pembiayaan lain selain pungutan dari mahasiswa. Pemerintah mungkin mengira dosen adalah orang-orang yang serba bisa. Bisa berjualan nasi goreng atau menjual teh poci di kampus. Enak saja, dosen itu orang berilmu, mana mau dia jualan begituan.

Selanjutnya, Uang Kuliah Tunggal dan Biaya kuliah tunggal dijadikan regulasi untuk  melepaskan tanggung jawab Negara dalam pendidikan. Mana APBN untuk pendidikan sebesar 20%?  mungkin lari ke pembiayaan riset untuk industri. Biaya kuliah yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah malah dibebankan kepada mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Memangnya semua rakyat mampu secara ekonomi? Memangnya orang kaya mau subsidi orang miskin?

Keempat, PTN asing akan berjamur di Indonesia. Bukan hanya tenaga kerja asing yang ramai-ramai masuk untuk menjajah Indonesia, PTN pun begitu. Pemerintah tidak sadar bahwa Perguruan tinggi negeri tidak mampu bersaing dengan perguruan tinggi dari luar negeri. Mahasiswa yang mengejar kualitas tentunya akan berpindah di Perguruan tinggi asing dan membuat perguruan tinggi negeri sepi peminat. Kasian dosen-dosen kita, siapa yang mereka ajar kalau mahasiswa ramai-ramai pindah ke kampus asing? Terus bagaimana dengan mahasiswa yang mengejar kualitas? Biarkan saja mereka keluar negeri. Yang penting kita tidak ngimpor.

Tidak selesai pada kampus asing yang akan menjamur. Dosen asing juga akan berdatangan berdasarkan perpres terbaru, tentang penggunaan tenaga kerja asing. Dosen asing akan mengambil banyak peran di perguruan tinggi. Pemerintah mengira-ngira lagi. Dosen asing dikira akan memberi peningkatan pada dunia pendidikan. Memberi mereka insentif lebih tinggi daripada dosen dari negerinya sendiri. Sungguh pemerintah memang pro asing.

Pemerintah tak tahu bahwa ada misi rahasia yang diemban dari tenaga kerja itu yang ingin menghancurkan moral anak bangsa melalui semangat liberalisme. Semangat liberal yang akan mencipakan orang-orang yang memperjuangkan hak-hak sipil dan kebebasan berpendapat. Kritik terhadap pemerintah akan meningkat sehingga pemerintah tak mampu lagi berkuasa secara absolut. Seharusnya pemerintah menetapkan syarat dalam merekrut tenaga kerja asing yang mengharuskan mereka seiman dengan kita.  Karena orang yang seiman dengan kita tak akan mengelabui dan berhianat karena takut api neraka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun