Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Anak Pulau

Berjalan di batas samudera

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kampung yang Dulu

16 April 2022   11:46 Diperbarui: 16 April 2022   11:49 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, beberapa tahun belakangan ini suasana dikampuang agak mulai berbeda dari dulu.  Beda bukan dalam artian fisik. Berbeda dalam artian adanya  pergeseran nilai. Hari ini kita jarang  melihat warga ikut  gotong royong. Kalaupun  ada namun jumlah tidak seberapa. Ini  soal kesadaran yang sudah mulai pudar. Lama-lama ini dikhwatirkan berujung menjadi sikap yang individualisitik. 

 Hal lain yang sudah berbeda yaitu kita sudah mulai jarang melihat permainan anak nagari. Permainan tradisional.  Sementara permainan tradisional dalam konteks kearifan lokal adalah modal social dalam pembangunan kharakter generasi muda. Saya melihat Virus kota sudah mulai menjalar ke kampung-kampung. Misalnya, sering kita lihat, anak- anak muda sibuk menatap gawai dengan game androidnya. Tanpa memperhatikan lagi satu sama lain.

Kita sepakat, bahwa zaman telah berubah. Kemajuan zaman tidak bisa ditolak.  Namun tentunya mesti tetap disaring.  Menurut hemat saya, momentum lebaran tahun ini mesti dijadikan sebagai momentum perbaikan diberbagai segi, terutama dalam perkembangan kampung halaman.

Pertama, antara Pemerintah Nagari, niniak mamak, alim ulama, tokoh masyarakat dan perantau membuka ruang dialog. Mendialogkan pikiran-pikiran sehingga pikiran lebih terbuka. Duduk bersama-sama untuk mendiskusikan perkembangan kampung/nagari. Bukankah duduk bersama-sama itu berlapang-lapang?

Kedua, penting untuk membangun kesadaran kolektif dalam merawat tradisi. Menjaga Kearifan local yang kita miliki. Kearifan local adalah kekayan kita yang tak ternilai. Sebagai anak nagari, modernisasi jangan sampai menihilkan  nilai-nilai kearifan local yang sudah kita miliki. Antara sianak kampung dan kampungan itu maknanya sangat berbeda. Perbedannya terletak pada cara berpikir.

Dalam konteks ini tidak perlu mencari siapa yang disalahkan. Siapa pahlawan. Pointnya  adalah bagaimana mewujudkan upaya bersama memikirkan kemajuan kampung halaman. Salah  satu kompetensi kecakapan abad 21 adalah kolaborasi. Dengan demikian, maka dalam membangun kampung halaman hari ini kolaborasi pemikiran, ide dan gagasan menjadi Keharusan. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun