Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat Nasution
Rahmat Hidayat Nasution Mohon Tunggu... -

Pencinta tulis menulis dan literasi\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rayakan Hidup dengan Ikhlas

29 Desember 2011   10:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:36 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh: Rahmat Hidayat Nasution

Setiap kita pasti pernah menolong orang lain. Namun, dalam setiap kali menolong seseorang perasaan kita tentu berbeda. Ada yang melupakannya setelah berbuat. Ada pula yang selalu diingat. Nah, yang mana perasaan yang mesti dimiliki? Tak mesti dijawab dengan kata-kata, karena Anda pun sudah bisa menjawabnya. Namun pertanyaanya, kenapa kita terkadang bisa melupakan perbuatan yang telah dilakukan? Jawabannya, karena kita merasa apa yang dilakukan adalah hal yang biasa. Padahal yang biasa itusebenarnya memiliki nilai yang luar biasa. Karena yang biasa itu tersisipi keikhlasan untuk melakukannya. Ikhlas? Ya, I-K-H-L-A-S.

Saat itu, secara tidak langsung, telah menjelmakan empat kehendak ikhlas dalam diri. Pertama, kehendak ikhlas beramal untuk mengagungkan Allah Swt. Kedua, kehendak ikhlas untuk mengagungkan perintah Allah Swt. Ketiga, kehendak ikhlas untuk meraih balasan dan pahala dari Allah. Keempat, kehendak ikhlas dalam membersihkan diri dari cacat-cacat yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan melakukan hal yang ikhlas.

Acap kali kita melakukan hal ringan saat membantu orang lain keempat kehendak tersebut dapat dengan mudah diraih. Bahkan secara tidak langsung kita membuktikan ke-Mahamelihat-an Allah terhadap diri kita, seperti yang difirmankan, “Allah Maha Melihat atas apa yang mereka kerjakan.”

Namun, kenapa setiap kali kita melakukan perbuatan yang ‘bernilai besar’ untuk ikhlas? Jawabannya, karena belum merasuk dalam diri kita pesan hadis qudsi yang bernada, “Ikhlas adalah rahasiadari rahasia-Ku, yang hanya Kutitipkan ke dalam hati orang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku.” Secara sederhana, hadis ini berpesan, jika ingin selamat dari riya maupun tipu daya setan, maka ikhlaslah dalam beramal. Jadikan hanya Allah tujuan kita. Meskipun ada hasil yang didapat dibalik pekerjaan, tetap jadikan ikhlas sebagai tonggak utamaya.

Sehingga wajar bila dalam melakukan pekerjaan kita harus selalu mengingat ucapan Imam al-Qusairy yang nadanya, “bila seseorang memiliki sifat ikhlas, ia akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup. Apa yang dilakukan semata-mata untuk Allah, meski yang diperbuat untuk mengurangi penderitaan sesama manusia. Ia akan selalu menolong orang lain tetap dengan alasan karena Allah memang Dzat yang senang menolong. Ia bekerja tetap Allah yang jadi tujuannya, karena Allah memang Dzat yang suka berbuat untuk hamba-hamba-Nya.”

Pernyataan Imam al-Qusyairi tersebut senada dengan pengertian ikhlas dalam pandangan imam Ali Kwh, “Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah.” Artinya, orang ikhlas adalah orang yang tidak memanggil siapa pun untuk melihat pekerjaan kecuali Allah Swt. Cukup Allah Swt. menjadi saksi atas perbuatannya.

Sehingga orang yang ikhlas adalah orang yang sengaja membuat jiwanya menjadi independen, merdeka, dan tak dibelenggu oleh pengharapan yang berbuah pujian. Hatinya selalu tenang. Apapun jabatan yang diampunya akibat keikhlasannya dalam bekerja tak membuatnya terpesona. Andaipun jabatannya tak naik meski dia sudah bekerja dengan maksimal, ia pun tak iri atau minder. Karena yang menjadi tujuannya adalah Allah, bukan jabatannya.

Jika sudah demikian, ia berada pada posisi yang dikatakan Rasulullah Saw., “Belenggu tak akan masuk dalam hati seorang muslim, jika ia menetapi tiga perkara: ikhlas beramal hanya karena Allah, memberi nasehat yang tulus kepada penguasa, dan aktif berkumpul dengan masyarakat muslim.” Jika ikhlas sudah menjadi pola hidupnya, maka ia tak tergolong dalam apa yang dikatakan kata Abu Ya’qub as-Susi, “Jika seseorang masih melihat keikhlasan dalam sikap ikhlasnya, maka keikhlasannya masih memerlukan keikhlasan lagi.”

Oleh karena itu, mari rayakan hidup kita dengan ikhlas dalam bekerja dan beramal. Meski kita bekerja di instansi, pandanglah bahwa keikhlasan bekerja yang kita lakukan adalah karena Allah, bukan karena instansi. Meski tak dapat tambahan lebih dari sisi mateti, tapi dari sisi Allah mendapatnya. Karena Allah senantiasa menyuruh kita untuk melakukan sebaik-baik pekerjaan. (QS. Al-Mulk: 2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun