Mohon tunggu...
Hidayat Tutupoho
Hidayat Tutupoho Mohon Tunggu... Freelancer - PENGANGGURAN BANYAK ACARA

Bola Gitar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tanggal Tua, Gangguan Mata

24 Januari 2024   05:10 Diperbarui: 24 Januari 2024   12:59 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan deras mengguyur semesta. Banyak orang sibuk merayakan nikmat sederhana dari sang pencipta itu. Segerombol bocah-bocah menari riang mengikuti rinai yang membasah sekaligus membasuh. Sungguh indah potret kehidupan masa kecil. Sayangnya, waktu sulit diputar lagi ke pengaturan awal.

Tumbuh kembang anak-anak berlangsung tanpa beban (dunia main). Landscape berbeda dituai ibu/bapak di rumah. Saling diam-diaman apabila putaran hidup memasuki tanggal tua, utamanya ibu-ibu.

Walaupun janji suci telah diikrarkan sebagai tanda siap hidup susah senang. Namun hidup terlampau berat dijalani dengan tangan kosong---apalagi dompet kosong.

Senja hampir menjadi ufuk di kaki langit. Ada keluarga yang baru sebulan menikah terlibat adu mulut gegara tak punya santapan untuk mengganjal perut.

"Cinta, Abang sudah lapar. Mana makanan?" teriak Malik kepada istrinya yang bersantai di kamar.

Meski mendengar jelas teriakkan suaminya, Jubaeda enggan menjawab. Dirinya tampak tenang menggenggam handphone sambil melihat alat kosmetik di aplikasi-aplikasi kekinian yang lagi banjir diskon seperti Ladada dan Toser (aplikasi baru di Konoha).

Tak tahan, lelaki berkumis layaknya Gulsam di film India itu menghampiri istrinya. "Suami lagi lapar, eh perempuan bisanya cuma enak-enakkan di kamar," sindirnya.

Masih diam saja. Jubaeda semakin melototi barang-barang yang dipromo. Sesekali tampak memperhatikan Malik, jangan sampai ada gerakan tanpa bola (pukulan atau tendangan putar).

Emosi meletup-letup, bertingkah seolah-olah tak mendengar sesuatu memancing amarah. Wajah Malik berubah 180 derajat, berbeda dari biasanya.

"Mau apa sih? Kok ngga ada jawaban atau tindakan. Lapar...lapar...lapar," ucapnya.

Jiwa buas Jubaeda menggelora. Naik pitam hingga ubun-ubun. Segala keresahan diluapkan, wajahnya tampak menggerutu. "Memangnya bulan ini berapa duit yang kamu kasih? Enak saja, sebelum tanya, sadar diri dong," ejeknya menikam dada.

Segudang perkataan melayang bak anak panah beracun yang melabrak dan menyumpal telinga. Sedari tadi, Malik tampak tabah mendengar dan menyadari betul kondisi keluarganya. Apalagi masih tanggal tua. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil dengan gaji tak seberapa (dalam tanggungan kredit menikah), tanggal 25 ialah waktu-waktu sakaratul maut.

Usai mandi dan beberes, Jubaeda berteriak kencang dari dapur. "Abang, toloooooong."

Lari terbirit-birit, Malik sampai dan langsung menanyakan kondisinya. Tanpa menjawab, Jubaeda pergi sambil mengusap mata penuh dramatis.

"Jubaeda, mau ke mana?" tanyanya.

"Dokter mata," sahut Jubaeda.

Kebingungan melanda hati Malik. Perasaan keadaan baik-baik saja, kenapa sekarang jadi begini. "Cintaku, matamu kenapa? Jawab, jangan bikin penasaran," pintanya.

Jubaeda antusias dan menyela rasa penasaran sang suami, "Kayaknya gangguan (rusak). Entah kenapa setiap buka dompet ngga lihat apa-apa."

Ambon, 2023
#ABANG_P

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun