Mohon tunggu...
Yayan Hidayat
Yayan Hidayat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jika sifat dasarku tak dapat Anda urai, Jangan takut Anda tak akan lagi disebut piawai. Sebab bagiku sendiri diriku tetap teka-teki, Laut pikiranku tak kunjung dapat kuarungi. Aku pun ingin mengenal diriku yang sebenarnya ini...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seduduk, Setara Cinta

16 September 2012   07:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:23 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peluh menceritakan kisahnya semalam tadi

Hingga mentari menjilati sekujur fajar pagi

Nian itu masih berdengung menjilati hati

Ada bongkahan asa yang melepuh pasi

Meski saat kurasakan bibirmu melumatku

Menari riang dalam alam fantasiku

Mengalir lewat aliran darahku

Dan berhenti pada satu titik kebekuan dalam dagingku

Tak ada imajinasi seindah dirimu

Tak mampu pula sang Cleopatra meruntuhkan pesona

Meski kutahu camar enggan berbisik di balik sarangnya

Kau tetap seperti warna pelangi dalam mendung itu

Tak ada yang menguasai atas kehendakmu

Tak terkecuali kerdil-kerdil itu

Emas tak seduduk dengan perak

Kapas takkan setara benang

Tapi cinta itu begitu buta, kawan

Tak ada beda gelas dan cawan

Ia samar, seduduk, setara dalam sejarah cinta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun