Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peri Buruk Rupa dan Kawanan Anjing

7 September 2023   09:31 Diperbarui: 7 September 2023   09:49 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Fau selalu mengencani pria-pria bermasalah. Regi, kekasihnya akhir-akhir ini yang baru putus kemarin sore adalah kekasih bermasalahnya yang ke sekian---saking banyaknya, Kee tidak bisa lagi menghitungnya. Kata Fau, mereka-mereka yang bermasalah akan lebih mudah menyukainya karena sifatnya yang hangat dan mudah bersahabat.

            Sejujurnya, Kee terima-terima saja. Tidak ada masalah sedikitpun. Sebab, meski mereka telah bersama sebagai sahabat sejak belasan tahun lalu, hidup Fau adalah hidupnya. Kee tidak memiliki andil dalam urusan pribadi Fau, apalagi yang melibatkan perasaan Fau.

            Namun, jika melihat Fau begini---wajah murung, mata sendu, bibir tercebik, dan aura suram seolah hidupnya akan berakhir hari itu juga, Kee sedikit kesal. Tidak hanya pada pria-pria bermasalah yang mengencani Fau, tetapi juga kepada Fau sendiri. Seharusnya Fau belajar dari masalalu. Pria-pria bermasalah itu hanya akan meninggalkannya setelah masalah mereka usai, setelah luka mereka reda, dan mereka kembali bahagia.

            "Kau bodoh, Fau," rutuk Kee saat bertamu sore harinya. Teh buatan Bibi Lu, wanita berwatak keras yang telah mengasuh Fau sejak kecil, tidak lagi terlihat menggoda. "Regi bukan pengalaman pertamamu."

            "Kau tahu aku berharap banyak, Kee," sahut Fau murung. Selalu begitu. Alibi sialan yang selalu Fau lempar setiap kali dia dicampakkan. "Regi adalah pria yang baik."

            "Kau masih menganggapnya begitu setelah  dia mencampakkanmu? Aku tidak tahu kau ini terlalu baik atau terlalu bodoh," repet Kee kesal. Pria seperempat abad itu bersidekap.

            "Kau tidak tahu, Kee. Regi memang sebaik itu. Aku selalu senang saat bersamanya. Dia membuat hidupku yang suram jadi sedikit lebih berwarna." Fau membantah.

            Kee mulai muak. Pria itu berdecak. "Tidakkah menurutmu kau lebih cocok menjadi penulis novel alih-alih penulis dongeng?" sindirnya telak.

            Namun, Fau mengabaikannya. Perempuan itu menumpukan kepala di atas lekukan lutut, mencoret-coret abstrak buku bersampul hitam berisi ide-ide dongengnya dengan wajah suram.

            Kee berdecak lagi. Meski kesal, Fau adalah sahabatnya. Di antara banyak orang yang Kee kenal, nama Fau berada di urutan pertama dalam daftar orang-orang yang tidak ingin Kee lihat terluka.

            Karena itu, Kee mencoba menarik nafas panjang. Mengeluarkan kekesalan dalam dirinya dan menggantinya dengan energi-energi ketenangan. Bagaimanapun, Fau harus diselamatkan dari kebiasaan bergonta-ganti pasangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun