Meja belajarku berada di sebelah jendela kamar dengan tirai berwarna putih. Dia terbuat dari kayu berwarna coklat dan cukup muat untuk meletakkan buku-buku gambarku yang tebal dan beberapa sketsa  yang belum sempat kuwarnai. Disebelahnya ada dua wadah dari plastik tempat dimana aku menaruh spidol dan brushpen warna-warni yang sudah tidak muat lagi saat ini, sepertinya aku membutuhkan wadah baru.Â
Tepat di depan meja terlihat banyak stick note yang kutempel dan  semakin bertambah banyak beberapa hari ini. Stick note itu seperti memaksaku untuk melihat list tugas yang bahkan  aku tulis sendiri tapi aku sering cuek untuk hanya melihatnya sebentar dan malah beralih ke sketchbooku. Tentu saja aku punya buku pelajaran, kuletakkan mereka di pojokan rak sebelah meja belajar, menumpuknya dengan rapi dari yang besar hingga kecil.
Aku memutar posisi dudukku di kursi meja belajar. Ini benar-benar membuatku terus memikirkan tentang les nanti malam. Bagaimana bisa ibu menentukan waktu dengan tiba-tiba tanpa mengatakan apapun sebelumnya. Kubangkit dari kursi dan melempar tuburku ke atas kasur sambil melihat gambar-gambar yang kutempel di dinding kamar. Kurasa aku mulai mengantuk karena terlalu banyak mengambil makan siang tadi, belum lagi terkena angin dari kipas yang kupasang di meja belajar. Meja menggambar maksudku. Melelahkan. Kuambil ponsel yang berbunyi dari meja kecil sebelah kasur, ada yang menelpon. Tasya.
"Kenapa?" Kataku malas sambil rebahan
"Hei, kau nanti selo jam berapa?" Tasya berkata seperti berada di jalanan
"Ha? Mau ngapain?"
"Tugas matematikamu anjir!, mau kubantu,nggak?"
"Oh itu, tapi jangan malam ini lah, nanti malam aku mulai les di rumah"
"Ha? Sungguh??"
"Iya,bawel. Besok aja deh buatnya"
"Oh..ok, tapi nanti aku mampir kerumahmu deh habis dari toko buku sama Salsa"
"Terserah deh, Sya" Jawabku singkat sebelum menutup telpon
..........
Sepertinya sudah hampir setengah jam  aku duduk di bangku ruang tamu depan dengan Pak Edi, guru privatku. Penampilannya cukup sederhana, dia memakai baju seperti orang kantoran yang kuno berwarna putih dan berkerah, memakai kacamata dengan bingkai berwarna coklat, dan aroma parfumnya tercium sangat mirip dengan milik ayahku. Selera orang tua memang cukup rendah dalam hal wewangian.Â
Pak Edi mengajar kimia, matematika, dan fisika, tapi untuk malam ini dia akan mengajarkanku kimia selama dua jam penuh. Astaga, dua jam dengan mata pelajaran yang benar-benar aku tidak sukai. Saat menjelaskan materi, beliau menggunakan papan tulis berwarna putih kecil dan spidol merek snowmin miliknya, biar lebih jelas menerangkan materi katanya. Dan satu lagi, dia membawa satu map plastik berisi kumpulan soal yang pastinya nanti akan diberikan padaku, soal-soal yang susah-susah itu.
Hampir satu jam dan aku benar-benar belum memahami betul materi apa yang disampaikan Pak Edi, terutama penggunaan rumus pada soal. Entah aku yang salah atau memang beliau yang kurang baik dalam menyampaikan materi. Padahal aku mendengarkan setiap penjelasan dari ucapannya yang pelan-pelan, sepertinya Pak Edi mengimbangi otakku yang berjalan seperti kukang.Â
Tapi kurasa Pak Edi cukup baik dan sabar menghadapi aku yang cukup rewel dan bertanya berulang-ulang karena tidak paham sama sekali, bahkan beliau sampai membahas ulang materi kimia kelas satu SMA. Astaga, aku sungguh parah. Kadang aku masih tidak paham namun berlaga mengerti dan mencoba untuk tidak bertanya, aku tau akan jadi panjang nanti waktunya.
"Hei, perhatikan baik-baik pelajaranmu" Ibu masuk sambil membawa baki berisi camilan dan secangkir teh.
"Aku tau, Bu" Jawabku malas sambil menahan kepalaku dengan tangan
"Asal Pak Edi tau saja berapa nilai ulangan Daffa kemarin, Ah saya sungguh terkejut begitu melihat lembaran hasil ulangannya"
"Ah,Bu. Nggak usah dibilang juga kan. Sudah sana, aku nggak bisa fokus dengan materiku ini loh" sambil menyomot kue kering yang diletakkan ibu di meja.
"Duh, anak ini. Awas saja kalo kau main-main dan nilaimu masih berada di dibawah."
" Saya akan berusaha mengajar Daffa dengan baik dan nilainya juga akan segera meningkat dengan nanti perkembangannya saat les,Bu"
"A.., baik Pak Edi, saya mohon bantuannya. Temannya saja sudah menyerah kalo saya suruh buat ngajari dia"
"Baik, bu. Semoga saja Daffa juga belajar lebih keras lagi kali ini." Kata pak Edi sambil membenarkan kacamatanya.
..........
Hampir pukul sembilan malam tepat, aku cukup payah belajar kimia dari dua jam tadi. Ah, tidak terlalu buruk daripada pak Mukhlis yang mengajar di kelas, benar-benar membosankan gaya bicaranya. Pantas saja kami satu kelas tidak mengerti sama sekali dan memilih untuk melakukan hal yang lain. Lihat saja bagaimana aku mulai mengisi bukuku dengan baik kali ini.Â
Aku menulis materi dan rumus-rumus yang tadi dijelaskan, ya meskipun hanya beberapa materi saja, aku tau kalo otakku tak bisa menampung banyak materi dengan benar dan malah lupa. Pak Edi mulai memasukkan lembaran materi ke dalam map plastik dan beberapa buku yang tadi dikeluarkan selama mengajar ke dalam tasnya tenteng yang cukup besar.Â
Kupanggil ibuku dengan cukup keras karena Pak Edi sudah bersiap-siap akan pulang. Dia keluar dari ruang tengah, menjabat tangan seraya mengucapkan terima kasih kepada Pak Edi dan mengantarnya sampai ke depan pintu rumah. Tentu saja ibu menyuruhku bangkit dan segera menyusulnya ke depan pintu.Â
Pak Edi naik sepeda motor bebeknya yang punya spion di sebelelah kanan. Tasnya diletakkan di jok belakang motor, beliau mulai memakai helm dan jaket tebal kuno yang memang cocok untuk orang tua. Dia menyalakan mesin motor dan mulai pergi sampai tak terlihat punggungnya. Dari arah gerbang, muncul Tasya menenteng tas plastik berwarna hitam.
"Malem,Tan" Kata Tasya sambil mencium tangan ibuku
"Loh, Sya. Tumben kau datang malam-malam sendiri? Raka sama Salsa nggak ikutan?" Kata ibuku sambil menengok ke depan gerbang rumah.
"Ah, itu tante Raka pulang telat karena harus latihan basket terus Salsa ada rapat gitu tadi"
"Ah begitu, oh ya gimana Daffa di sekolah? Nggak buat masalah lagi kan?"
"Bu...." Sahutku kesal
"Ah, itu tante.. Mmm belajar dengan baik kok, kan Daf?" Jawab Tasya sambil melihat ke arahku.
"Udahlah ayo masuk" Kataku berjalan masuk ke dalam ruang tamu
"Dia nggak berulah lagi kan?" Ibuku bertanya lagi ke Tasya
"Ah engga kok,Tante"
"Bu...."
..........
"Jadi gimana? Berjalan lancar,kan?" Tasya duduk di sofa tengah dan bertanya.
"Lancar apanya? Belajar kimia selama dua jam membuatku benar-benar gila"
"Tapi emangnya dia cuma ngajar kimia doang?"
"Enggak, ibu menyuruh dia untuk mengajar tiga mata pelajaran. Kau tau sendiri kan" Jawabku malas melihat langit-langit rumah.
"Yaudah ketahuan dari nilai di kelas sih,Daff. Memang seminggu berapa kali kau belajar sama pak yang kelihatan kuno tadi itu"
"Seminggu ada tiga kali pertemuan. Ha? Memang kau tau orangnya?"
"Iya tadi aku papasan dengan orang bermotor yang keluar dari gerbang rumahmu. Sepertinya profesi seorang guru sungguh mudah ditebak dari penampilannya. Huh, benar-benar kuno"
"Ah..." Jawabku dengan nafas malas
"Hmm. Bertahanlah. Belajar memang keras kan" Sambil mengunyah permen karet.
"Kau sendiri? Salsa dapat buku yang dia cari?"
"Dapet. Hah, tapi kakiku seperti hampir copot membantunya mencari di setiap rak-rak buku itu. Jadi kau tau, kami hanya menghabiskan banyak waktu di area buku. Padahal di lantai bawah mall sedang ada promo make up yang lumayan kan. Dan aku hanya dapat beli camilan ini"
"Ini lumayan,Sya. Kau memilih camilan yang benar" Kataku yang terus nyomot camilan yang dibawa Tasya tadi.
"Tapi... kau tidak lupa tugas yang dikumpul besok,kan?"
"Tugas? Tugas apaan anjir?!"
"Memang kau ngga lihat ponselmu? Padahal tadi grup kelas koar-koar banget loh ngomongin tugas besok"
"Engga lah, Ponselku aja dibawa sama ibuku tadi waktu aku les"
"Trus gimana dong??" Tanyaku yang langsung duduk tegak dari sofa.
"Ya mau gimana lagi coba, sana ambil ponselmu dan kerjakan. Tadi ada yang share jawabannya di grup"
"Ah, kenapa kau tidak bilang dari tadi loh"
"Ponselmu dichat aja centang"
"Hah, tapi aku keburu malas deh kalo ngerjakan tugas malam-malam gini. Memangnya tugas apasih yang dikumpul besok?"
"Astaga ini bocah, Tugas biologi Pak Beng itu loh"
"Ah biologi?? Udahlah besok pagi aja aku kerjain di kelas. Tapi aku lihat punyamu lah"
"Serah dah" Jawab Tasya tak peduli.
[Jadi ini adalah bagian terakhir dari Episode 1 Namaku Daffa. Kelanjutan cerita dari karakter utama Daffa akan aku lanjut di episode berikutnya. Tolong nantikan dan ditunggu kritik sarannya]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H