Mohon tunggu...
Hibatullah Maajid
Hibatullah Maajid Mohon Tunggu... Lainnya - Nulis artikel

Selangkah lebih baik daripada seribu angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menghindari Praktik Politik Uang di Pemilu: Panduan Aturan dan Konsekuensi Hukum

16 Januari 2024   15:01 Diperbarui: 16 Januari 2024   15:01 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa minggu ke depan, penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menghadapi waktu yang semakin mendekat dengan penuh antusiasme. Selain memilih presiden dan wakil presiden, masyarakat juga akan memilih calon anggota legislatif tingkat DPR, DPD, dan DPRD tingkat provinsi serta kabupaten/kota pada 14 Februari 2024 mendatang. Para peserta Pemilu sedang sibuk mempersiapkan kampanye mereka untuk meraih jabatan politik.

Namun, perlu diingat bahwa meraih kemenangan harus dilakukan tanpa melanggar aturan. Salah satu larangan yang sangat ditekankan adalah tidak boleh menggunakan politik uang, sebagaimana diatur dalam Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515, dan 523 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 280 ayat (1) huruf j secara tegas melarang penyelenggara, peserta, dan tim kampanye untuk menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain kepada peserta kampanye Pemilu.

Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa politik uang bertujuan untuk mencegah pemilih menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah. Selain itu, politik uang juga bertujuan agar peserta kampanye memilih pasangan calon, Partai Politik Peserta Pemilu, dan/atau calon anggota DPD tertentu.

Apabila terbukti melakukan pelanggaran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan, seperti pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap. Pasal 286 ayat (1) juga melarang pasangan calon, calon anggota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye menjanjikan atau memberikan uang untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau pemilih.

Selain sanksi administratif, Pasal 523 UU No. 7/2017 juga mengatur sanksi pidana bagi pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang pada peserta kampanye. Sanksi ini mencakup pidana penjara dan denda dengan jumlah tertentu, tergantung pada waktu dan konteks pelanggaran.

Fenomena politik uang menjadi ancaman serius menjelang Pemilu 2024, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui program 'Hajar Serangan Fajar' mengimbau masyarakat untuk menolak praktik politik uang. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menekankan pentingnya mencegah penerimaan politik uang, karena hal tersebut dapat memicu tindakan korupsi di tingkat kepala daerah dan wakil rakyat yang terpilih. Marwata juga mencatat bahwa biaya politik dalam kontestasi politik lokal dan nasional bisa mencapai jumlah yang sangat besar, dan penerimaan politik uang dapat membawa dampak negatif yang serius pada tindakan korupsi di kemudian hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun