Mohon tunggu...
Hiacinta Resivenda Putri Aruni
Hiacinta Resivenda Putri Aruni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Saya merupakan mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dominasi Panggung Media Informasi, Jurnalis atau Content Creator?

18 Desember 2023   14:41 Diperbarui: 18 Desember 2023   15:36 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini tak hanya media arus utama yang dapat memproduksi dan menyebarkan informasi. Namun berkat adanya internet memunculkan berbagai platform media online yang dapat dimanfaatkan oleh siapapun untuk memproduksi serta berbagi informasi secara efisien dan bahkan dapat menjangkau seluruh penjuru dunia maya, seperti media sosial. 

Lahirnya platform tersebut ternyata membuat masyarakat berbondong-bondong untuk menjadi bagian di dalamnya. Bahkan data menunjukkan pengguna media sosial di Indonesia mencapai 167 juta jiwa (Widi, 2023). Tak disangka pula bahwa munculnya media sosial memunculkan profesi baru yang sangat digandrungi oleh anak muda masa kini, yakni menjadi seorang content creator. Apakah kamu jadi salah satunya?

Sumber: DataIndonesia.id
Sumber: DataIndonesia.id

Content creator merupakan suatu kegiatan memproduksi informasi dalam format gambar, tulisan, ataupun video sebagai sebuah konten dan disebarluaskan melalui berbagai platform online. Sebagai sebuah profesi, content creator secara tidak langsung dianggap pengganti 'jurnalis masa kini' oleh Gen Z. Melalui keahlian mereka untuk mengumpulkan ide dan data, melakukan riset, hingga membuat konsep serta memproduksi dan mengeksekusi hal tersebut untuk menghasilkan suatu konten yang menarik dan sesuai dengan keinginan dari penontonnya (Sundawa & Trigartanti, 2018). 

Hal tersebut yang mengakibatkan berita atau informasi yang dihasilkan oleh jurnalis-jurnalis profesional mulai perlahan tertepis karena munculnya content creator yang dianggap lebih menarik. Seolah-olah keduanya saling memperebutkan perhatian audiens yang semakin terpecah. Namun sebelum kita beranjak lebih jauh, mari kita lihat apa yang menjadi garis batas antara jurnalis dan content creator 

Garis Batas Jurnalis dan Content Creator Semakin Samar?

Jurnalis yang berbekal etika dan keakuratan informasi dan content creator yang lebih berfokus pada popularitas dan kreativitas. Akan tetapi keduanya memiliki tujuan untuk menyampaikan informasi. Lantas apa yang membedakan jurnalis dengan content creator?

Seorang jurnalis berpegang teguh serta terikat kuat pada kode etik jurnalisme, UU Pers, UU Penyiaran, P3SPS, dan peraturan lainnya. Dikarenakan jurnalis berada di dalam naungan media, maka ia bekerja secara profesionalisme dengan mengedepankan fakta, aktualitas, dan kredibilitas berita sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik. Selain itu, mereka juga mendapatkan jaminan perlindungan hukum dari lembaga resmi Dewan Pers. 

Hal tersebut tentu berbeda dengan content creator yang sebagian besar lebih banyak mendedikasikan kontennya untuk hiburan, kreativitas, hingga menunjukkan personal branding serta tujuan meraih popularitas untuk mencari keuntungan melalui monetisasi, iklan, dll. Seorang creator tidak berada di bawah perlindungan lembaga apapun dan tidak terikat dengan kode etik apapun sehingga lebih bebas dalam melakukan pendekatan pada audiens, gaya penyampaian dan mengekspresikan informasi yang disampaikan. Namun, mereka secara tidak langsung dinaungi oleh hukum UU ITE. 

Hal krusial lainnya yang menjadi pembatas antara jurnalis dengan content creator adalah tanggung jawab pada publik. Sesuai dengan prinsip jurnalis yaitu loyalitas pertama adalah kepada publik atau masyarakat (Putri, 2021). Seorang jurnalis merupakan wakil rakyat sehingga mereka menjadi cerminan suara rakyat dan dilarang keras berpihak kepada siapa pun. Sementara creator cenderung membangun hubungan yang lebih personal dengan audiens atau pengikutnya. 

Kedua profesi tersebut beroperasi di panggung media yang sama, perbedaan mendasar dalam pendekatan, tujuan, dan tanggung jawab membentuk garis batas antara keduanya. Pertanyaannya, sejauh mana batas ini akan bertahan di tengah perkembangan dinamika media modern? Atau salah satu dari antara mereka akan mendominasi dan menguasai panggung di dunia media informasi? 

Dominasi dalam Media Informasi

Dunia online telah banyak dibanjiri oleh produk-produk komunikasi, Sayangnya, sebagian besar hal tersebut bukanlah berita dan jurnalisme. American Press Institute menunjukkan bahwa pada tahun 2012  rata-rata terdapat 175 juta tweet di setiap harinya dan sekitar 99% hal tersebut tidak mengandung informasi atau berita, sehingga jauh dari kata jurnalis (Reditya, 2021). Mari kita renungkan, apakah ini menjadi awal bahwa sebenarnya jurnalis memiliki ruang yang jauh lebih sempit dalam lingkup media online?

Direktur Institute Reuters Nielsen menyatakan bahwa ia tidak berharap lagi bahwa anak muda saat ini suka membaca informasi dari media-media massa (Bestari, 2023). Terlebih lagi saat ini algoritma internet mempengaruhi informasi apa yang kita peroleh dan sebagian dari kita membaca berita berdasarkan algoritma tersebut dibandingkan pilihan jurnalis atau editor (Bestari, 2023). Ternyata pula, sejumlah masyarakat dilaporkan mulai pesimis dan tidak lagi percaya dengan berita.

Ditambah lagi adanya survei yang menunjukkan bahwa saat ini masyarakat, terutama Gen Z lebih suka mengakses berita melalui media sosial. Namun sayangnya, pengguna lebih memperhatikan influencer atau content creator sebagai acuan memperoleh informasi, seperti TikTok dan Instagram. 

Sebagai anak muda pengguna TikTok dan Instagram, siapa yang tidak mengetahui Rian Fahardhi yang disebut-sebut sebagai 'Presiden Gen Z'. Ia merupakan seorang content creator muda yang sering membagikan informasi dan opininya terkait dengan isu-isu di Indonesia  yang disertai dengan data-data terkini melalui akun TikToknya @rianfahardhi dan akun Instagramnya @rian.fahardhi. 

Sumber: @rianfahardhi
Sumber: @rianfahardhi

Apabila kita perhatikan, konten yang dihasilkan oleh Rian Fahardhi layaknya produk jurnalisme multimedia. Ia memaksimalkan fitur foto atau gambar, video (audio visual) dan tulisan untuk dapat menarik dan memperjelas informasi yang disampaikan. Selain itu, untuk memperkuat 'kredibilitas' dari berita atau informasi yang disebarkan, Rian Fahardhi memanfaatkan data-data dari  berita media massa (detik.com, CNN Indonesia, Kompas.com, dll) di dalam kontennya untuk menunjukkan kepada audiens bahwa informasi dan opini yang dilontarkan "bukan tidak berdasar". 

Tak hanya itu, dengan durasi yang tidak terlalu panjang, penyampaiannya yang ringkas, kritis, dan mudah untuk dipahami serta gaya pendekatannya yang membuat audiens bertanya-tanya, akhirnya membuat konten Rian Fahardhi terkesan lebih menarik perhatian audiens, terutama bagi anak muda. Pertanyaannya adalah apakah bisa content-content creator yang merajalela di berbagai platform online ini dapat menggeser profesi jurnalis dan  mendominasi dunia berita dan informasi? 

Jika kita perhatikan secara detail, content creator seperti Rian Fahardhi masih bergantung pada sumber-sumber yang dianggap kredibel seperti media massa. Ia tidak memproduksi informasi itu sendiri, tetapi ia memperoleh dan memvalidasinya kembali melalui berita media massa yang juga beredar. Rian hanya memproduksinya kembali dalam format yang lebih menarik bagi target audiensnya dan menyisipkan berbagai opini-opini kritis yang bersifat subjektif. 

Tentu hal ini sangat berbeda dengan jurnalis yang harus selalu menyajikan berita secara objektif berdasarkan data-data yang telah diperoleh. Maka, dapat dilihat bahwa jurnalis masih dibutuhkan dan memiliki panggung dalam media informasi. Sebab, berita dan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan aktualitas dan kredibilitasnya masih dipegang kuat oleh  jurnalis profesional yang berada di bawah naungan Dewan Pers serta media arus utama dan telah melalui proses sesuai dengan kode etik dan juga peraturan lainnya.  

Walaupun tak dapat dipungkiri bahwa tak sedikit pula content creator yang memiliki posisi spesial di mata dan hati masyarakat. Artinya apakah berkurangnya eksistensi berita dari jurnalis di masyarakat disebabkan oleh content creator? Bagaimana tanggapanmu?

Sumber:

Sundawa, Y. A, & Trigartanti, W. (2018). Fenomena content creator di era digital. Prosiding Hubungan Masyarakat, 4 (2), 438 - 439. 

Putri, V. K. M. (2021, 12 Desember). 10 elemen jurnalisme menurut bill kovach dan tom rosenstiel. Kompas.com. Diakses dari https://www.kompas.com/skola/read/2021/12/14/080000269/10-elemen-jurnalisme-menurut-bill-kovach-dan-tom-rosenstiel?page=all

Widi, S. (2023, 3 Februari). Pengguna media sosial di indonesia sebanyak 167 juta pada 2023. Dataindonesia.id. Diakses dari https://dataindonesia.id/internet/detail/pengguna-media-sosial-di-indonesia-sebanyak-167-juta-pada-2023 

Reditya, T. H. (2021, 10 Oktober). Jurnalisme: Definisi, tujuan, dan kekhasan. Internasional.kompas.com. Diakses dari https://internasional.kompas.com/read/2021/10/10/161932770/jurnalisme-definisi-tujuan-dan-kekhasan?page=all

Bestari, N. P. (2023, 14 Juni). Cara baru gen z cari informasi bukan di google. Cnbcindonesia.com. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230614135450-37-445842/cara-baru-gen-z-cari-informasi-bukan-di-google

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun