Seperti artikel-artikel sebelumnya saya selalu berusaha untuk mengangkat dan mengexplore tempat tempat wisata alam atau tempat tempat yang istimewa yang ada di sekitar tempat tinggal saya dan sangat pantas untuk di jadikan kebanggan oleh warga sekitar termasuk saya. Seperti biasa nya saya selalu membawa sepedah kesayangan untuk mengunjungi tempat tempat tersebut. Dan kali ini saya akan sedikit bercerita mengenai perjalanan saya bersama sepedah ke sebuah tempat bertema wisata sejarah yang ada di kecamatan cicurug.Â
Namanya situs batu Kujang,mungkin belum semua orang cicurug mengetahui bahwa di cicurug ada sebuah tempat yang menjadi bukti tentang adanya kehidupan kerajaan  zaman dahulu yang ada di sekitar cicurug, dan situs batu kujang adalah bukti nyata yang harus di pertahankan dan di lestatarikan keberadaannya.Â
Situs batu kujang terletak di Kampung Tenjolaya Girang, Desa Cisaat, Kecamatan Cicurug kabupaten sukabumi jawa barat. Situs ini terletak di lereng Gunung Salak. Untuk menuju ke lokasi ini bisa melalui jalan gang cicatih atau gang bangbayang selanjutnya masuk ke jalan ci saat kemudian masuk ke jalan tenjo laya,di pertengahan jalan tenjolaya tepatnya setelah lapang bola tenjolaya lalu masuk ke sebuah gang dengan jalanan berupa batu makadam yang di samping nya terdapat plang bertuliskan "situs batu kujang" . Â
Di situs ini terdapat puluhan menhir yang berukuran cukup besar. Tapi penemuan yang paling penting ada di teras keempat atau yang tertinggi, di mana terdapat struktur batu melingkar berdiameter 2 m yang di tengahnya terdapat menhir dengan bentuk menyerupai kujang setinggi 208 cm, yang oleh masyarakat setempat disebut Batu Kujang. Di sebelah timur batu kujang terdapat menhir berukuran tinggi 52 cm. Di teras ini pula terdapat batu alam berjajar.
Di sisi selatan punden ini ditemukan struktur batu menyerupai anak tangga yang diduga sebagai jalan masuk utama ke kompleks pemujaan ini.Pada teras tertinggi, di atas struktur susunan batu melingkar berdiameter 6 m, terdapat menhir setinggi 2,08 m dengan ketebalan 17 cm. Menhir ini menyerupai kujang yang berdiri tegak dengan lebar bagian atas 8 cm, bagian tengah 66 cm, dan bagian bawah 44 cm.Sejumlah ahli arkeologi menduga bahwa tidak tertutup kemungkinan bahwa bentuk kujang yang kini menjadi senjata khas masyarakat Sunda diambil dari bentuk peninggalan ini.
Kuatnya pengaruh legenda Prabu Siliwangi membuat masyarakat sekitar percaya bahwa Batu Kujang merupakan simbol dari  tokoh legendaris itu. Bahkan, tempat ini disebut-sebut sebagai salah satu basis pertahanan Sang Prabu dengan patih dan prajuritnya. Meski demikian dalam penelitian arkeologi, di sekitar situs ini tidak ditemukan perkakas yang menandai adanya perkampungan pada masa itu.
Itulah sedikit penjelasan tentang situs batu kujang yang saya kutip dari. Situs resmiÂ
Sedangkan cerita menurut penunggu situs batu kujang "bah uci" sedikit berbeda, beliau lebih menceritakan dari sisi mistis. Namun apapun perbedaannya justru membuat saya lebih kagum dengan situs batu kujang yang berada tidak jauh dari tempat tinggal saya,dan membuat saya bangga menjadi warga cicurug kabupaten sukabumi.
Ini adalah sedikit cerita mengenai perjalanan saya ke situs batu kujang.
Berangkat bersama teman sekampung saya kang "feri". Seperti biasa setelah  sepedah sudah siap . Berangkat dari rumah pukul 08:00 melewati jalur cicatih menuju tenjolaya,sebelum masuk ke jalan tenjolaya ada sebuah tanjakan dengan pemandangan yang indah yang sudah sangat hits bagi para pesepedah di daerah cicurug,namanya "tanjakan ma ekeu" tanjakan berkelok seperti huruf " S "  dengan tingkat kemiringan yang lumayan dan membuat nafas seperti mau habis.
Saya bersama kang feri masih menikmati kayuhan sepedah masing masing karena sampai di sini kondisi jalan aspal nya masih bagus hingga kami sampai di sebuah tanjakan dengan kondisi jalan yang sudah sangat parah kerusakan nya bahkan akhir akhir ini kondisi jalan rusak tersebut sering di beritakan di media masa oleh sebuah situs berita online di daerah sukabumi.Â
Setelah melewati jalan rusak tersebut sampai lah kami di sebuah lapangan bola di daerah tenjolaya,di sini kami beristirahat di sebuah warung, seperti biasa sambil beristirahat kami menyempatkan untuk mengobrol dengan salah seorang warga sekitar untuk bertanya informasi tentang lokasi tujuan kami dan mendengarkan cerita kehidupan di daerah tempat tinggal nya.
Setelah selesai istirahat kami melanjutkan perjalanan ke lokasi tujuan kami,tak lama kami sudah sampai di sebuah gang dengan plang bertuliskan "situs batu kujang". Dari sini perjalanan mulai seru dan menantang karena jalan yang kami lewati adalah sebuah jalan menanjak dengan bebatuan makadam yang membuat kami kesulitan mengayuh sepedah karena kondisi jalan yang tidak desuai dengan ban sepedah kami. Jalan ini berujung di sebuah kampung, kampung yang masih asri suasana nya dengan penduduknya yang ramah.Â
Dari sini kami mulai melewati jalan setapak yang lengkap dengan tanjakan dan turunan nya yang membuat kami harus menuntun sepedah kami. Setelah melewati jalan setapak tadi,ternyata ksmi harus menyebrangi aliran sungai namun untungnya kondisi sungai tersebut sedang surut hanya terlihat bebatuan besar yang bersih dengan sedikit aliran air jernih yang mengalir di sela bebatuannya, setelah melewati sungai tadi tak lama kami pun sampai di lokasi situs batu kujang.
Di lokasi situs kami sedikit kebingungan karena lokasi situs yang tidak seperti dalam bayangan kami,kami membayangkan sebuah situs dengan bangunan yang mewah dan banyak penjaganya,namun yang kami lihat adalah sebuah situs yang sangat sederhanaÂ
Di dalam nya ada dua buah bangunan dari kayu  yang satu adalah sebuah musola. Saat kami sampai,tidak ada seorang pun di lokasi tersebut, hingga akhirnya kami memberanikan untuk membuka pagar dan masuk ke lokasi situs,kebetulan ada seorang ibu yang melintas di jalan setapak dekat lokasi situs,si ibu adalah warga setempat yang kegiatan sehari harinya adalah berkebun di lereng gunung salak, dan menurut informasi si ibu,jalan setapak tadi berujung di puncak gunung salak. kami minta izin kepada si ibu tadi untuk masuk ke lokasi situs dan si ibu pun memperbolehkan kami untuk masuk sambil menunggu bapa penunggu situs datang.
Namun sayangnya kami tidak membawa perbekalan untuk memasak nasi liwet,dan akhirnya kami hanya menyeduh kopi saja yang memang selalu ada di tas kami. Di situ kami ngobrol dan banyak menanyakan ke bah uci,kami bertanya mulai dari sejarah situs batu kujang,sampai bagai mana perhatian pemerintah setempat terhadap lokasi situs tersebut dan bah uci pun tanpa segan banyak bercerita tentang semuanya.Â
Obrolan santai namun bermafaat membuat kami betah berlama lama di tempat itu,bukan hanya sekedar obrolan,bah uci pun banyak memberikan nasehat buat kami. Selesai ngobrol selanjutnya kami minta izin untuk berkeliling dan berpoto di lokasi situs.
Setelah kami merasa cukup dan puas berkunjung ke situs batu kujang,kami berpamitan ke bah uci untuk segera pulang dan tak lupa kami pun mengisi buku tamu yang ada di lokasi situs. Selanjutnya Kami pun mulai melangkah pulang sambil menuntun sepedah kami,namun jalan yang kami lewati pada saat pulang berbeda dengan jalan yang kami lewati pada saat masuk ke lokasi situs batu kujang.Â
Sesuai arahan dari bah uci kami di suruh melewati jalan perkampungan dan di larang  melwati jalan setapak yang harus menyebrangi aliran sungai nya,ternyata jalan perkampungan kondisinya lebih baik dari jalan setapak yang tadi, sepedah pun bisa di naiki hingga akhirnya kami kembali sampai di jalan bebatuan makadam lagi.
Itulah sedikit cerita pengalaman saya bersepedah mengunjungi situs batu kujang tenjolaya.
Sebelumnya saya mohon maaf jika ada pihak yang di rugikan dengan artikel saya ini, dan semoga apa yang ceritakan ini bisa menjadi informasi yang bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H