Mohon tunggu...
Haryo Guritno
Haryo Guritno Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahasa Tegal Membangun Sejarah

30 Juni 2016   21:07 Diperbarui: 30 Juni 2016   21:33 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap kali mendengar percakapan menggunakan bahasa Tegal – bahasa Jawa dialek Tegal – mereka menoleh mencari sumber pembicaraan. Publik ada yang tersenyum, sebagian mengernyitkan kening, ada pula yang masa bodoh.

Berbeda dengan, jika pendengarnya juga penutur bahasa Tegal. Meski tetap saja diam – juga ada yang tak berusaha menoleh sumber percakapan – sebagian merasa familier dan mafhum. Mengerti dan “mengiyakan” dalam hatinya. Ya, sesama penutur bahasa Tegal, tentu saja bersahabat di forum publik, sudah terbangun secara otomatis “relationship” di antara mereka. Saling berterima. Setidaknya menerima kehadiran sesama penutur bahasa Tegal, yang berada tak jauh darinya. Seolah mendapatkan teman dari wilayah pengguna bahasa ibu yang sama pada sebuah perjumpaan di satu lokasi. Meski tetap saja diam.

Jauh dari percakapan di atas, bahasa Tegal menjadi bahan pembicaraan tersendiri. Menjadi topik pembahasan pada komunitas atau relasi tertentu. Atau memang sengaja dalam forum atau wacana tertentu.

Donge bahasa Tegal kuwe kepriben?Enyong pan mendefinisikan sebagai berikut, bahasa Tegal kuwe tuturan atawa ucapan sing nganggo aturan atawa sistimatika tertentu sing diomongna masyarakat Tegal nang wilayah Kabupaten Tegal, Kota Tegal, sebagian Kabupaten Brebes dan Pemalang kanggo mewakili salah sijining tindakan, keadaan, gagasan garo benda. Akar bahasa Tegal adalah bahasa Jawa Kuno. Penutur bahasa Tegal saat ini diperkirakan 2-4 juta. Ini kata rekan saya Sisdiono Ahmad dalam makalah  Membudayakan Bahasa Tegal Melalui Strategi Kurikuler di Sekolah pada Kongres Bahasa Tegal I, Bahari Inn, 4 April 2006.

Kongres Bahasa Tegal?

Ya! Itulah tonggak awal membangun sejarah. Membangun Bahasa Tegal.

Ya! Memang sudah sepuluh tahun lalu Kongres Bahasa Tegal I diselenggarakan.

Makalah lain pada Kongres yang sama dari B.K. Ekowardono dibuka paparan akademik sebagai berikut: berdasarkan pasal 32 UUD 1945  ayat (2) Bahasa Jawa disebut Bahasa Daerah. Ditetapkan dalam pasal itu bahwa “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 36 ditetapkan bahwa “Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dsb.), bahasa-bahasa itu dihormati dan dipelihara juga oleh Negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.”

Selanjutnya menurut Guru Besar Universitas Negeri Semarang itu, istilah bahasa negara dan bahasa daerah adalah istilah politik, bukan istilah linguistik. Dalam peristilahan linguistik, baik bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa dan sebagainya itu masing-masing disebut bahasa yang berbeda, sedangkan bahasa Jawa yang dipakai di daerah Tegal termasuk bahasa Jawa ragam setempat (ragam geografis) atau dialek.

Prof. Dr. B.K. Ekowardono lebih lanjut menuturkan bahwa secara politis, penyebutan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, dan bahasa - seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya - sebagai bahasa daerah, tentulah ada konsekuensi dalam hal fungsi bahasa itu masing-masing. Namun, dipandang dari segi undang-undang, bahasa yang secara linguistis disebut dialek, termasuk bahasa daerah juga. Maka,  dialek itu termasuk “sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup” dan termasuk “bahasa”  yang dimiliki oleh daerah tertentu yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik sehingga dihormati dan dipelihara juga oleh negara.

Pemuliaan bahasa Tegal

Sepuluh tahun lalu Kongres Bahasa Tegal I merangkai berbagai pemikiran para pemakalah dan aktualitas yang terbangun di lapangan, dengan memperhatikan pertimbangan yang meliputi:

Pertama, bahasa Tegal sebagai kekayaan budaya dan sarana pengungkapan cipta, rasa, karsa, dan karya manusia Tegal, memiliki akar kesejarahan yang sangat panjang. Bahasa Tegal lahir, mentradisi, dan tegar berkembang saling mewarnai dengan dinamika, tantangan, dan karya manusia, bahasa Tegal berfungsi: (1) identitas dan lambang kebanggaan masyarakat Tegal; (2) sarana pemersatu masyarakat Tegal; (3) sarana komunikasi antar anggota masyarakat Tegal. Karena itu,bahasa Tegal layak pula difungsikan sebagai sarana pendukung dan pengembangan budaya Tegal; bahasa pengantar pendidikan prasekolah dan sekolah dasar sebelum siswa dapat berbahasa Indonesia; bahasa pengantar dalam beragam kegiatan pembangunan daerah; mata pelajaran atau bidang studi yang diajarkan dan dipelajari siswa Sekolah Dasar dan Menengah.

Kedua, simpulan dari sejumlah telaah akademik dan pengalaman empirik yang berkenaan dengan bahasa Tegal, menginformasikan bahwa:

Penguasaan salah satu dialek terutama dialek geografik ternyata bukan merupakan kendala - tetapi justru modal dasar yang sangat menunjang - upaya mempelajari bahasa baku.

Dikotomi bahasa dialek dengan bahasa baku tidak merujuk kepada pembedaan antara kasar dan halusnya bahasa, tetapi lebih kepada pembedaan fungsinya sebagai sarana komunikasi. Dengan demikian, apa yang disebut bahasa Jawa “baku” sama sekali tidak menunjukkan bahwa dirinya lebih bergengsi daripada bahasa Tegal; atau dengan kata lain bahasa Tegal sejajar kedudukannya dengan bahasa Jawa “baku”. Dengan sendirinya konsep “baku” berlaku juga dalam bahasa Tegal.

Dibandingkan dengan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, bahasa Tegal memiliki keunikan pada tataran fonetis-fonologis, morfologi, dan sintaksis. Sebagai salah satu varian bahasa Jawa, bahasa Tegal bercirikan demokratik dan egaliter sehingga mampu mengekpresikan gagasan, filosofi, dan kearifan budaya Tegal.

Penggunaan bahasa Tegal di dalam ranah sastra dan seni pertunjukan, telah meningkatkan apresiasi dan keberminatan masyarakat luas terhadap keunikan karakteristik bahasa, seni, budaya dan sejarah Tegal.

Bahasa Tegal dalam perkembangan terakhir ini tengah mengalami krisis yang membentang sejak tataran mental-kognitif hingga dimensi sosial dan material kebudayaan manusia Tegal. Penyebab krisis berkisar pada aspek politik (kelangkaan kebijakan pemuliaan bahasa Tegal), budaya (serangan nilai dan “jiwa” budaya modernitas dengan kehebatan industri informasi sebagai andalan infiltrasinya), structural-institusional (kelangkaan lembaga dan ikhtiar yang serius untuk membudayakan bahasa Tegal secara seistemik, sistematik, dan terencana).

Ketiga, kehendak mengangkat citra bahasa Tegal di tengah pergaulan bangsa, harus dipahami sebagai gerakan kultural dan tanggung jawab kolektif pemangku bahasa Tegal dalam kerangka revitalisasi fungsi dan pemuliaan bahasa Tegal. Gerakan tersebut selain merupakan bagian dari kesadaran masyarakat dunia (UNESCO menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional; paradigma pluralisme dalam bingkai budaya global), juga diabsahkan oleh sejumlah produk hukum antara lain:  

Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional  (UUD 1945, pasal 32 ayat [2]. Bahasa yang secara linguistik disebut dialek,termasuk bahasa daerah juga, dan karenanya termasuk sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sebagaimana dimaksudkan oleh penjelasan pasal 36. Konsep “negara” berarti Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten (Pengembangan bahasa dan budaya daerah, diatur pula dalam UU Otonomi Daerah).

Menarik untuk mendapatkan perhatian kita adalah rekomendasi Kongres, antara lain:

1.  Pemerintah Kota/Kabupaten yang mengayomi masyarakat berbahasa-ibu Tegal, wajib mencanangkan landasan kebijakan yang berupa Peraturan Daerah dan program-program yang konkret untuk pemuliaan bahasa Tegal;

2.  Kebijakan dan program konkret pemuliaan bahasa Tegal yang dimaksud hendaknya diorientasikan kepada upaya-upaya:

2.1. Pembudayaan dan pemberdayaan bahasa Tegal sebagai penguat identitas dan kebanggaan masyarakat;

2.2. Pemungsian bahasa Tegal sebagai sarana ekspresi kebudayaan;

2.3.Pembudayaan bahasa Tegal melalui strategi kurikuler dengan cara mendudukan bahasa Tegalan sebagai mata pelajaran di jenjang pendidikan dasar dan menengah;

2.4. Pembentukan lembaga yang secara berkelanjutan menunaikan fungsi-fungsi sosialisasi, kajian dan pengembangan bahasa Tegal. Lembaga yang dimaksud adalah Lembaga Kajian dan Pengembangan Bahasa Tegal yang dalam waktu dekat diharapkan dapat mengupayakan: perumusan standar dialek Tegal; pengadaan dan/atau pengembangan kompetensi guru bahasa Tegal;

2.5. Pemberian apresiasi dan penghargaan kepada anggota masyarakat yang menjukan karya-karya berprestasi dan berdedikasi dalam memuliakan bahasa Tegal;

3. Membentuk Badan Pelaksana Hasil Kongres Bahasa Tegal I yang merancang, mengkoordinasi, dan mengendalikan pelaksanaan hasil konggres oleh    Pemerintah Daerah, Dinas atau Badan/satuan kegiatan di jajaran pemerintahan dan elemen masyarakat;

4. Segenap elemen budaya dan komponen masyarakat wajib berperanserta mendukung kebijakan dan program-program pemuliaan bahasa Tegal;

5. Implikasi teknis-operasional dari kebijakan pemuliaan bahasa Tegal, baik yang berkenaan dengan pembiyaan maupun sumber daya lainya, untuk sebagian besar menjadi tanggung jawab pemerintah yang didukung oleh segenap elemen budaya dan komponen masyarakat, serta sedapat mungkin mendayagunakan sumber daya daerah.

Ya, sepuluh tahun!

Genap sudah sepuluh tahun rekomendasi itu.

Membangun Sejarah

Kongres Bahasa Tegal I pada tanggal  4 April 2006 merekomendasikan dibentuknya Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Tegal.

Hingga saat ini, genap sepuluh tahun sudah usia perjalanan rekomendasi yang sekaligus merupakan manifestasi aspirasi masyarakat Tegal terhadap eksistensi bahasanya, namun belum pernah ditindaklanjuti atau direalisasikan.

Perjalanan waktu yang genap satu dasawarsa tersebut merupakan momentum yang cukup strategis untuk menindaklanjuti/merealisasikan rekomendasi tersebut. Saat ini, pendirian Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Tegal yang tak bisa lagi menunggu tahun berikutnya. Hal itu berdasar pemikiran sebagai berikut:

  • Bahasa Tegal sesuai dengan kedudukan dan fungsinya merupakan kekayaan khasanah budaya bangsa sebagai sarana pengungkapan cipta, rasa dan karsa masyarakat Tegal yang dalam keberadaannya memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang. Bahasa Tegal hidup dan berkembang serta hingga saat ini mampu survive di tengah-tengah dinamika kehidupan bahasa-bahasa lain.
  • Menindaklanjuti dan merealisasikan amanat UUD 1945 Pasal 32 ayat 2 tentang Bahasa Daerah.
  • Menindaklajuti dan merealisasikan amanat Kongres Bahasa Jawa I, II, III, IV, dan V.
  • Menindaklanjuti kesepakatan Hasil Persidangan UNESCO tentang Pelestarian Bahasa-Bahasa Ibu Internasional di Paris, Perancis, 2004, yang menetapkan tanggal 21 Februari merupakan Hari Bahasa Ibu Internasional.
  • Menindaklajuti dan merealisasikan amanat UU Nomor 24 Tahun 2012 tentang Bahasa, Bendera dan Lambang Negara Indonesia.
  • Menindaklanjuti dan merealisasikan PERDA JAWA TENGAH Nomor: 9 Tahun 2012 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa.
  • Menindaklanjuti dan merealisasikan PERGUB JAWA TENGAH Nomor: 57 Tahun 2013 tentang Petunjuk dan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor: 9 Tahun 2012 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Jawa.
  • Manifestasi upaya realisasi perhatian dan keseriusan Pemerintah Kota Tegal pada Pelestarian, Pembinaan, Pengembangan dan Pemanfaatan bahasa Tegal, sekaligus sebagai salah satu wujud penghargaan kepada masyarakat Tegal terhadap kemantapan pemertahanan bahasa Tegal sebagai bahasa Ibu, identitas, kebanggaan dan sarana komunikasi etnik/bahasa pergaulan masyarakat Tegal


Komposisi

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Tegal dilahirkan  atas inisiatif warga Kota Tegal dan dukungan positif akademisi asal Tegal dan sekitarnya pengguna bahasa ibu Bahasa Tegal. Beberapa pertemuan terbatas telah berlangsung, kesepakatan dan secara aklamasi membentuk komposisi pengurus pada suatu malam bulan April 2016 dalam suasana HUT Kota Tegal tahun 2016. Komposisi ini dalam proses mendapatkan legal standing.

SUSUNAN ORGANISASI

Pelindung                     

Walikota Tegal

Penasihat                     

Ketua DPRD Kota Tegal

Kepala BAPPEDA Kota Tegal

Ketua                           

Prof. Dr. RUSTONO, M.Hum., Wakil Rektor UNNES, Semarang

Wakil Ketua I  (Bidang Penelitian  dan Pengembangan)            

Prof. Dr. TRIJAKA KARTANA, M.Si., Rektor UMUS, Brebes

               

Wakil Ketua II   (Bidang Kreativitas Kemasyarakatan)

EDY SURIPNO, SH, MH,    Ketua DPRD Kota Tegal

Sekretaris                    

HARYO GURITNO, S.Kom.,M.Kom, Dosen Politeknik Harapan Bersama, Tegal

                                                 

Bendahara                   

Drs. SIGIT YULIANTO, M.Pd., Dosen UNNES PGSD, Tegal

Bidang Penelitian dan Pengembangan       

Drs. IRAWAN HG, M.Pd., Mantan Kepala Seksi Nilai Budaya DINBUDPAR Provinsi Jawa Tengah, Semarang

Prof Dr. TEGUH SUPRIYANTO, M.Hum., Dosen Fak Bahasa dan Seni, UNNES, Semarang

Bidang Kreativitas, Penerbitan dan Media 

SISDIONO AHMAD, S.Pd.,  Anggota DPRD Kota Tegal

                                                 

Bidang Kreativitas Wahana Kemasyarakatan    

ANDI KUSTOMO, SPd., Mantan Pemimpin Umum Tegal Post, Tegal

                         

Bidang Kerja sama dan Hubungan LN     

Dr. BURHAN EKO PURWANTO, M.Hum., Wakil Rektor Universitas Pancasakti, Tegal

Drs. THOMAS BUDIONO, Praktisi Bahasa, Tegal

                                                             

Bidang Kebahasaan    

YONO DARYONO,  Ketua Teater RSPD Kota Tegal, Ketua Study Group Sastra Tegal

Sekretariat/Kantor 

Jalan  Arimbi I No. 24, Tegal.

            Pendirian Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Tegal mengemban harapan, di antaranya:

  • Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Tegal dapat diterima dan didukung oleh Pemerintah sebagai mitra kerja dalam merealisasi dan melaksanakan amanat UUD 1945, khususnya Pasal 32, Ayat 2 tentang Bahasa Daerah, dan semua produk hukum yang relevan.
  • Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Tegal dapat bekerjasama dengan Instansi Pemerintah dan semua Lembaga Swasta relevan.
  • Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Bahasa Tegal dapat bekerjasama dengan Pemerintah Kota Tegal pada sektor Upaya Revitalisasi dan Pemertahanan Bahasa Tegal sesuai dengan kedudukan dan fungsinya.

Mari dukung upaya membangun sejarah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun