Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lab Life Menilik Konsep Belajar dari Prof Pitoyo Hartono

22 Juni 2021   18:27 Diperbarui: 22 Juni 2021   18:33 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/photos/learn-word-scrabble-letters-wooden-1820039/

Pagi ini saya membaca tulisan Prof. Pitoyo Hartono, dosen dan peneliti di Chukyo University, Jepang. Beliau berujar, bahwa konsep 'mengerti' dalam belajar diartikan terlalu dangkal. Yah... kalau bicara tentang taksonomi Bloom tentang tahapan belajar, bisa 'mengerti' bukanlah tingkat yang tertinggi. Namun, tulisan yang dipublikasikan 15 Juni 2021 tersebut telah menggugah saya untuk menuliskan artikel ini. 

Poin pertama yang menggelitik saya adalah otokritik. Banyak orang Indonesia belajar dan merasa mengerti, lalu berhenti sampai di situ. Oleh karena beliau berlatar belakang teknik, maka contoh yang digunakan adalah formulasi matematika yang sering muncul dalam berbagai tulisan ilmiah. Buta tentang konsep dasar matematika untuk mereka yang belajar di bidang teknik dianalogikan dengan buta huruf pada merkea yang belajar kesusasteraan.

Saya teringat dengan konsep analisa kestabilan Bode yang banyak dibicarakan dalam dunia sistem kendali. Formulasinya menggunakan sudut 180 derajad. Hm... jika Anda belum pernah tahu tentang diagram Bode tidak masalah... Ini hanya sebuah contoh. Pernah suatu saat ada mahasiswa yang bertanya mengapa rumusnya demikian. Jawaban umum yang diberikan dosen adalah 'sudahlah.... terima saja karena memang demikian formulasinya'. Celakanya, mahasiswa yang bertanya sudah cukup puas dengan jawaban tesebut, sehingga dosen merasa sudah menjawabnya. 

Masih dalam dunia sistem kendali, transformasi Laplace menggunakan konsep bahwa pole yang berada di sebelah kiri menunjukkan kestabilan sistem. Ketika ada mahasiswa yang bertanya, dosen dengan enteng menjawab bahwa itu sudah diformulasukan, sehingga terima saja. Ups! Ini bukan jawaban yang seharusnya diberikan...

Dalam hal otokritik ini, kita belum (mungkin jarang) bertanya kepada diri sendiri seberapa besar pengertian kita terhadap apa yang telah kita pelajari atau baca. Banyak orang sudah merasa puas dengan mengerti bagian kulitnya. Saya bisa menerima bahwa tidak semua bagian harus dimengerti jika itu berada agak di luar bidang kita. 

Poin kedua adalah masalah sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia memang banyak menerapkan konsep hafalan. Saya pernah berdebat dengan seorang pejabat di sebuah program studi terkait dengan pembatasan tipe kalkulator yang boleh digunakan dalam ujian. Hal ini terjadi karena sebagai asisten matkul Fisika, saya tidak melihat ada sesuatu yang relevan dengan aturan tersebut. 

Dalam pembicaraan tersebut, akhirnya saya mengetahui alasan di balik aturan yang dibuat Program studi khawatir mahasiswa memasukkan teks dan rrumus dalam kalkulator sehingga dipakai untuk menyontek. 

Tanggapan saya sederhana, kalau begitu, dosennya harus dilatih untuk membuat soal yang tidak mengandalkan hafalan. Selain itu, rumus bukanlah sesautu yang harus dihafal juga koq. Namun, aturan tetaplah aturan dan saya tidak bisa berbuat apa.

https://pixabay.com/photos/youtuber-blogger-screenwriter-2838945/
https://pixabay.com/photos/youtuber-blogger-screenwriter-2838945/

Model hafalan ini membuat mahasiswa sudah cukup puas ketika sudah hafal dan meraih nilai tinggi. Ketika ujian berakhir, maka berakhir pulalah semua hafalan yang ada di otak. Masuk semester yang baru, berarti mengawali semuanya serba baru, bahkan tanpa bekas ilmu yang telah dipelajari di semester-semester sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun