Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Mafia di Tengah Pandemi COVID-19

21 April 2020   17:54 Diperbarui: 21 April 2020   17:57 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak pernah ada seorang pun di atas muka bumi ini, bahkan di alam semesta yang bisa memuaskan semua pihak tanpa kecuali. Oleh karena itu, saya bisa memahami posisi sulit pak Jokowi, presiden RI, di tengah situasi pandemi COVID-19. Berbagai kebijakan dibuat dan itu semua tidak akan berhasil memuaskan semua pihak, apalagi mereka yang selama ini menempatkan sebagai oposisi, termasuk yang suka memanfaatkan situasi untuk menyerang. Banyak hal yang harus dipertimbangkan Jokowi di masa seperti ini. Mereka yang jago kritik dan nyinyir, biasanya hanya mengambil contoh situasi untuk mengatakan bahwa langkah yang diambil pemerintah tidak tepat.

Saya kira Jokowi beserta jajarannya mengambil langkah dengan resiko yang paling minimal, setidaknya itu logika saya. Nah, pihak oposisi akan menempatkan diri sebagai pembela mereka yang 'dirugikan' terkait dengan kebijakan pemerintah.

Padahal, besar kemungkinan, jika kelompok yang mereka bela itu tidak dirugikan, mereka akan pindah ke kelompok yang lain. Siklus ini tidak akan pernah selesai sampai kapan pun ketika niatnya memang tidak tulus.

Regulasi harga

Akhir-akhir ada 3 komoditi yang melonjak harganya: masker, hand sanitizer, dan vitamin. Lonjakan harga yang drastis terjadi karena mengikuti prinsip ekonomi terkait dengan penawaran-permintaan.

Bahkan ada daerah yang menjual masker dengan harga gila-gilaan ketika daerah lain justru membagikannya secara gratis.

Kelangkaan ketiga komoditi tersebut pasti bukan terjadi begitu saja. Ada orang-orang yang sengaja mengambil keuntungan di tengah situasi ini. Mereka memborong komoditi tersebut, menyimpannya dan kemudian menjualnya dengan harga selangit. Jadi, mereka sedang menari di atas penderitaan orang lain.

Para mafia ini sedang mengambil keuntungan yang sama sekali tidak wajar di tengah situasi yang berat ini. Mereka seperti sudah tidak peduli lagi dengan orang lain. Mereka telah menjadi serigala bagi sesamanya.

Bagaimana masyarakat bersikap? Marah, kecewa, sedih, jengkel, semuanya tumbuh jadi satu. Polisi sudah bertindak, namun tanpa kesadaran dari para pelaku, hal seperti ini tidk akan pernah berakhir.

Alat kesehatan

COVID-19 juga telah membukan mata kita terkait dengan adanya mafia alat kesehatan. Sebagaimana diberitakan di kompas.com, ternyata Indonesia hanyalah menjadi penjahit yang harus membeli kembali barang jahitannya karena tidak punya bahan baku.

Benarkah kita tidak punya bahan baku? Langkah beberapa pengusaha pakaian yang menyulap pabriknya untuk membuat APD bagi para dokter dan paramedis sangatlah mulia.

PSBB

Sudah sejak lama banyak orang menyarankan pemerintah untuk lockdown. Beberapa politisi dan selebriti, bahkan dokter pun, ada yang dengankeras meminta kepada pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan tersebut. Namun, pemerintah tidak menurutinya.

Di sisi lain, ada juga pihak yang mendukung kebijkaan untuk tidak melakukan lockdown karena banyak alasan. Di permukaan, kedua pihak tampak sama-sama benar, tetapi pihak mana yang hanya berpura-pura? Saya tidak tahu...

Beberapa minggu terakhir muncul kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), bukan PSPB yang dulu pernah menjadi nama sebuah pelajaran di sekolah di tahun 90an. Bagi yang masih ingat, berarti kita hidup pada masa remaja yang sama.

PSBB jelas akan berdampak besar bagi mereka yang bekerja di sektor publik seperti angkutan umum dan pekerja harian. Para pengemudi ojek (konvensional maupun daring) pasti tidak bisa bekerja.

Mereka yang mengemudikan mikrolet, bemo, metromini, dkk., jelas tidak bisa mendapatkan hasil seperti biasanya karena jumlah penumpang yang berkurang dan urusan jaga jarak.

Pekerja harian yang bekerja hari ini untuk makan besok pagi pun, pasti pusing memikirkan nasibnya, apalagi ketika ybs punya keluarga. 

Saya pikir, pemerintah memikirkan nasib mereka. Hanya saja, kita ini punya kendala data. Orang yang benar-benar membutuhkan tidak pernah terdata secara resmi sehingga menyulitkan pemerintah dalam kondisi seperti ini. 

Selain itu, ada masalah anggaran yang harus diselesaikan. Jika semua mengandalkan APBN, maka sudah pasti ABPN jika akan jebol dan ujung-ujungnya kita harus meminjam ke Bank Dunia atau IMF jika tidak ingin mati.

Namun, mendapatkan pinjaman semacam itu juga bukan perkara gampang. Karena urusannya adalah proses pengembalian dan kemungkinan ikut campurnya kreditor dalam urusan dapur pemerintah Indonesia.

Seandainya semua kepala daerah bersatu padu untuk mendukung kebijakan pemerintah, maka beban pemerintah pusat akan lebih ringan. Kepala daerah pasti bisa mengalokasikan ABPD-nya dalam situasi ini.

Di awal kwartal kedua ini, pemda pasti bisa melihat mana skala yang bisa dinomorduakan untuk pengalihan anggaran dalam rangka mendukung pemerintah pusat. Beberapa daerah dengan dana operasional besar untuk kepala daerahnya juga bisa dialihkan untuk hal ini.

Pertanyaannya, apakah ada kerelaan? Apakah ada kemauan?

Ketika tidak ada kerelaan dan kemauan, apakah kita bisa menyebut kepala daerah seperti itu sebagai mafia seperti hal yang terjadi di urusan masker, hand sanitizer, vitamin, dan alat kesehatan?

Larangan mudik

Pemerintah baru saja mengeluarkan larangan mudik guna mencegah menahan laju penyebaran covid-19. Apa yang terjadi? Jauh sebelum larangan ini dikeluarkan, sudah banyak yang mudik duluan. Akibatnya, mereka justru menjadi importir covid ke daerah asalnya.

Ketika larangan resmi dikeluarkan, saya menduga akan muncul mafia baru di bidang transportasi antar daerah. Mobil disulap menjadi travel dadakan yang siap mengantar para pemudik pulang. Bus sudah pasti tidak akan laku sebagai moda transportasi karena bodi yang terlalu menyolok. Jadi, mobil menjadi pilihan yang tepat.

Penanggung resikonya adalah para penumpang dan pengemudinya. Mereka berada di ruang tertutup dalam waktu yang relatif lama. Hal ini meningkatkan kemungkinan tertular bukan!

Para mafia yang berada di balik rencana busuk ini sedang 'menikmati' keuntungan dari ide gilanya, tetapi mereka sedang mempertaruhkan nyawa pengemudi dan penumpang yang lain. Di tengah situasi seperti ini, tidak sulit mencari orang yang mau menjadi pengemudi travel dadakan. Banyak orang sedang mencari pekerjaan.

Lalu, bagaimana nasib para perantau? Sudah tidak bisa bekerja lagi, mudik pun tak dapat dijalani! Ya... sekali lagi, memang kita tidak bisa memuaskan semua pihak. 

Penutup

Kita memang harus memilih, demi diri sendiri atau demi kepentingan bangsa. Saya teringat ketika masih belajar Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah, saat itu berkorban demi bangsa sangat ditekankan, walaupun kondisinya jauh berbeda dengan sekarang. Kala itu, korupsi merajalela di kalangan pejabat dan rakyat hanya bisa melongo melihat tingkah para pejabat negara.

Setiap 17 Agustus kita diingatkan akan jasa para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan. Mereka tidak mempedulikan diirnya, semuanya demi bangsa dan negara. Saat ini, kita mungkin berada di situasi yang sama. Akankah kita masih memikirkan keuntungan diri sendiri dan menari di atas penderitaan orang lain?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun