Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Perubahan Wajah Asuransi Pasca-Banjir Jakarta

3 Januari 2020   15:23 Diperbarui: 4 Januari 2020   18:01 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana memang tidak bisa dihindari, tetapi manusia diberi hikmat untuk bisa meminimalkan dampaknya. Tidak seorang pun yang menginginkan terjadinya kebakaran yang menelan korban dan harta benda! 

Ada jenis bencana yang tidak bisa diprediksi, misalnya gempa. Orang hanya bisa mengatakan bahwa karena terjadi gempa beberapa kali maka kemungkinan akan terjadi lagi. Namun, tidak seorang pun bisa memastikan kapan gempa itu terjadi.

Gempa datangnya bisa sewaktu-waktu sehingga manusia harus menyiapkan diri jika saat itu tiba. Dengan demikian, manusia harus menyiapkan diri dengan baik dan itu telah dilakukan oleh Jepang yang dilalui jalur vulkanik aktif. Saya tersadar akan hal ini ketika membaca tulisan bang Denny Siregar yang dibagikan melalui grup WA.

pixabay.com
pixabay.com
Di sisi lain, ada jenis bencana yang bisa diprediksi dengan lebih tepat. Banjir yang melanda Jakarta saat ini salah satunya. Ketika orang melihat curah hujan yang tinggi dan persiapan Pemprov DKI Jakarta yang sangat kurang, maka prediksi terjadinya banjir tinggal sebuah keniscayaan. 

Tengoklah bukit gundul akibat penebangan liar. Jika terjadi hujan yang lebat, maka prediksi terjadinya tanah longsor akan menjadi kenyataan dalam waktu singkat.

Bantaran sungai yang terkikis akibat aliran air akan membuat pondasi bangunan tidak lagi tertanam dengan baik, sehingga tinggal menunggu waktunya tiba bangunan itu akan runtuh.

Salah satu cara meminimalkan risiko adalah dengan membeli asuransi. Perlu saya tegaskan di sini bahwa saya bukanlah agen asuransi dan tidak memiliki perusahaan asuransi. Selain itu tidak ada perusahaan asuransi yang menghubungi saya untuk menuliskan hal ini. Jadi tulisan ini bebas dari konflik kepentingan.

Kerugian immaterial dan material
Melihat potongan video "hasil" banjir di Jakarta membuat saya terhenyak. Mobil berserakan di jalan, saling menumpuk, bahkan ada yang terbalik dan menindih kendaraan lain. Jika mobil saja tidak kuat menahan dorongan air, apalagi motor yang lebih ringan. 

Air yang masuk dan merendam lantai rumah sudah pasti akan merusak perabot di dalamnya. Kasur dan perabot kayu dipastikan tidak akan bisa bertahan dan tinggal menunggu waktunya dibuang tatkala banjir sudah reda. Perabot elektronik sepertinya juga sama saja.

pixabay.com
pixabay.com
Ini belum urusan membersihkan dan (mungkin) merenovasi rumah yang sudah pasti menelan biaya yang tidak sedikit. Prosesnya juga memakan waktu yang relatif lama. Dengan permintaan yang tinggi dan jumlah penyedia jasa yang tidak sepadan, biayanya juga bisa melangit.

Saya tidak sanggup membayangkan berapa kerugian material yang dialami dari banjir Jakarta, yang mulai dibandingkan dengan banjir besar di kota kelahiran saya, Solo, di tahun 1966.

Jumlahnya pasti jauh lebih besar daripada biaya penanggulangan banjir yang dihemat, eh, dipangkas maksudnya, sebesar 400M oleh Pemprov DKI pada APBD-P 2018. Oleh karena itu, program penanganan banjir di 2019 kemungkinan besar tidak maksimal.

Bagaimana dengan kerugian immaterial? Ini sulit sekali dihitung. Berapa korban jiwa yang telah terdata? Bagaimana dengan pendidikan anak-anak yang terbengkalai karena banjir? Bagaimana kerugian terkait dengan trauma? 

Ini belum termasuk matinya geliat ekonomi karena banjir. Pusat perdagangan pasti sepi dan tidak ada perputaran uang di sana. Belum lagi ribuan, bahkan ratusan ribu atau jutaan, pegawai yang tidak bisa masuk kerja karena kantornya dilanda banjir atau jalanan yang tidak dilalui.

Penerbangan yang dibatalkan tentu akan berdampak bagi mereka yang punya urusan penting di luar Jakarta.

Kerugian material bisa diperoleh ketika seseorang memiliki asuransi. Nilainya jelas tergantung dari kontrak awal polis.

Jumlahnya mungkin lebih kecil dari kerugian material yang sesungguhnya, tetapi masih ada yang menanggung. Buat mereka yang tidak memiliki asuransi hanya bisa gigit jari karena pasti Pemprov DKI tidak bersedia menanggungnya.

Perusahaan asuransi pailit gara-gara banjir?
Saya tidak tahu bagaimana perasaan perusahaan asuransi ketika hujan deras mulai mengguyur Jakarta dan persiapan menghadapi banjir juga terlihat seadanya. Apakah mereka mulai mengerahkan pegawainya untuk mulai menghitung potensi klaim yang mungkin akan dimasukkan?

Rasa khawatir itu kian memuncak tatkala beberapa daerah mulai terendam cukup dalam dan jumlahnya terus bertambah.

thebluediamondgallery.com
thebluediamondgallery.com
Jika semua penduduk di Jakarta dan sekitarnya punya asuransi, sepertinya akan banyak perusahaan asuransi yang mengajukan pailit. Jumlah klaim bisa melebihi kemampuan perusahaan yang didirikan berdasarkan analisis risiko ini. Dampak terbesar akan dialami oleh perusahaan asuransi yang kecil.

Ternyata penanganan banjir yang tidak profesional bisa berdampak besar bagi perusahaan asuransi. Ini yang mungkin terlewatkan dari pikiran Pemprov DKI Jakarta.

Apakah perusahaan asuransi bisa berkelit dengan menggunakan klausul Force Majeure? Ini akan menimbulkan perdebatan yang panjang.

Dari sisi perusahaan, banjir termasuk bencana alam yang mungkin bisa dikategorikan sebagai force majeure. Dari sisi pemegang polis, bukankah banjir seharusnya bisa diantisipasi sehingga bisa diminimalkan.

Lalu, ketika ada permasalahan seperti ini, kemana pemegang polis akan mengadu? Ke Pemprov DKI Jakarta yang tidak sigap menangani banjir? Ke Komisi Ombudsman?

Premi dan jenis asuransi
Bisa jadi, banjir Jakarta kali ini akan mengubah perhitungan premi asuransi. Premi akan mengalami peningkatan tajam karena risiko yang bertambah. Bukankah nilai premi tergantung risiko?

Perusahaan yang telah mematok premi rendah akan siap-siap menanggung akibatnya. Calon pemegang polis asuransi juga harus merogoh kocek lebih dalam tatkala membeli polis tertentu. 

Jenis asuransi juga akan mengalami perubahan. Perusahaan asuransi akan membuat program baru yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Klausul juga akan mengalami perubahan, terutama terkait dengan force majeure.

Setahu saya, sangat jarang orang mengasuransikan motornya, apalagi jenis matik. Dengan adanya banjir ini, mungkin orang akan mulai memikirkan untuk mengasuransikan motornya.

Kesadaran pentingnya berasuransi
Kejadian banjir di Jakarta juga memicu kesadaran orang akan pentingnya memiliki asuransi. Asuransi memang bukan barang baru di Indonesia, tetapi masih banyak orang yang alergi karena dianggap buang-buang uang. Hmmm... kalau lihat dari sisi seperti itu, ya jelas lain. 

Ketika orang membayar premi asuransi, maka sebenarnya dia sedang memindahkan risiko yang harus ditanggungnya ke perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi sebagai penanggung risiko tentu juga tidak mau rugi kan! Oleh karena itu, ada klausul (aturan main) yang harus disepakati kedua belah pihak.

Ketika tidak terjadi apa-apa dalam masa pertanggungan, maka sebenarnya pemegang polis tidak bisa dibilang rugi karena dia sudah memindahkan risikonya ke perusahaan asuransi. Jadi, sebenarnya dia tidak dirugikan karena resikonya sudah dipindahkan ke pihak lain.

Nah, bagaimana ketika terjadi sesuatu? Apakah itu berarti pemegang polis mendapat keuntungan? Ya, karena perusahaan asuransi sebagai penanggung risiko akan membayar sesuai dengan polis yang telah disepakati.

Penutup
Segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita bisa berakibat buruk dan baik. Semuanya tergantung cara kita memandangnya. Banjir sudah dan sedang terjadi, jadi mari kita fokus menolong mereka yang menjadi korban. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk saling menyalahkan. 

Mari melihat diri sendiri, apa yang sudah kita lakukan sebagai kontribusi tidak membuat banjir; misalnya tidak membuang sampah sembarangan. Banjir ini juga pelajaran berharga Pemprov DKI Jakarta di bawah Anies Baswedan untuk berbenah diri. Bukanlah ada pepatah, keledai tidak akan jatuh di lubang yang sama?

Salam, Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun