Kecelakaan lalu lintas atau juga dikenal dengan sebutan lakalantas telah menjadi berita biasa di Indonesia. Mulai dari kecelakaan tunggal, hingga model kecelakaan karambol yang melibatkan banyak kendaraan. Tidak jarang manusia menjadi korban jiwa dari kecelakaan tersebut.
Memang situasi lalu lintas di Indonesia bisa dibilang cukup rumit dan njlimet. Ada semacam aturan tidak tertulis bahwa kendaraan yang lebih besar atau mereka yang lebih mampu secara finansial selalu berada di pihak yang bersalah.
Selain itu, mereka yang dianggap minoritas (saya sungguh membenci istilah ini tetapi belum menemukan kata lain yang lebih tepat) juga berada di pihak yang salah. Entah ini masalah keberpihakan kepada orang kecil atau arogansi, saya tidak tahu. Ini adalah sebuah kenyataan yang harus kita akui keberadaanya di Indonesia.
Dengan adanya asumsi tersebut, maka banyak orang berkendara dengan seenaknya tanpa memperhatikan etika berlalu lintas.
Lho? Memangnya ada etika berlalu lintas? Ada! Sayangnya, etika tersebut tidak dituangkan dalam wadah yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Itu semua dituangkan dalam bentuk UU yang bahasanya tingkat dewa sehingga tidak mudah dipahami.
Walaupun saya memiliki SIM, jujur, saya belum pernah membaca aturan yang tertuang dalam UU lalu lintas jalan raya, yang bahkan saya tidak tahu itu nomor berapa tahun berapa. Konyol kan! Namun, sekali lagi, itulah kenyataan yang harus kita akui.
Kalau akar dari segala kejahatan adalah cinta uang, sebagaimana dituliskan dalam 1 Timotius 6:10, maka akar dari segala kecelakaan lalu lintas adalah ketidaksabaran dan tidak memeriksa blind spot. Mengapa?
Berkaca dari Finlandia
Mencari SIM di negara berpenduduk 5,5 juta jiwa ini tidak semudah di Indonesia. Pencari SIM harus melewati sekolah mengemudi dimana mereka belajar tentang teori dan praktek berlalu lintas.
Sekolah mengemudi ini merupakan lembaga terdaftar yang memiliki ijin untuk mengajar. Gurunya harus alumni sekolah untuk menjadi guru mengemudi yang ada ada di dua kota di Finlandia.
Jika Anda berpikir bahwa teori berisi tentang rambu lalu lintas, maka asumsi tersebut salah. Dalam teori, siswa belajar hal-hal berikut ini:
- Menangani kendaraan,
- Perlengkapan kendaraan,
- Dasar-dasar pengemudi yang bertanggung jawab,
- Kemampuan berinteraksi dalam berlalu lintas,
- Mengemudi di area yang padat populasinya,
- Persimpangan dan jalur berkendara,
- Mengemudi di jalan tol,
- Mendahului kendaraan lain,
- Mengemudi dalam kondisi khusus (hujan, badai, gelap, jalan licin, dll),
- Merencanakan perjalanan,
- Antisipasi dalam mengemudi,
- Aspek sosial dan lingkungan dalam mengemudi,
- Pengendalian diri,
- Fisik dan mental