Siapakah saya yang sanggup menjadi pembela-Nya? Jika saya diangkat-Nya menjadi pembela-Nya, itu tentu bukan semata-mata karena kecakapan saya, tetapi karena perkenan-Nya.
Setahu saya, banyak orang akan marah ketika dipanggil kera. Apakah ini termasuk para evolusionist? Saya tidak tahu bagaimana para evolusionist merespon pertanyaan tersebut di atas, tetapi saya lebih tertarik dengan alasan kemarahannya.Â
Ketika seorang evolusionist marah karena dipanggil kera, sejatinya telah terjadi paradoks dalam hidupnya. Bukankah dia mengakui bahwa kera adalah nenek moyangnya? Bukankah dia mengakui bahwa dalam darahnya mengalir darah kera juga? Lalu dimana salahnya?Â
Mungkinkah seorang evolusionist marah karena menganggap orang yang memanggilnya tersebut sedang melecehkan nenek moyangnya? Mungkin juga lho! Bukankah orang Indonesia diajar untuk menghormati dan menghargai nenek moyangnya?Â
Menggunakan sebutan 'kera' bisa berarti menyebut nenek moyangnya dengan sembarangan. Apakah analisis ini masuk akal? Mungkin!
Sementara ini hanya kedua hal tersebut yang bisa saya bayangkan dari seorang evolusionist yang marah ketika dipanggil kera. Mungkin lain kali saya akan menambahkan sesuatu di sini jika ada hal lain yang terlintas di benak saya.
Penutup
Jadi, bagaimana Anda sendiri bereaksi terhadap pertanyaan yang tertulis sebagai judul dari tulisan ini? Setiap reaksi pasti ada alasannya. Saya telah menyatakan secara terbuka alasan kemarahan saya.Â
Mungkin Anda cukup memikirkan dan menjawabnya dalam hati. Ingat! Setiap alasan pasti berhubungan dengan paradigma yang kita pegang.
Salam kompasiana!