Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ini Nasihat Richard Feynman untuk Para Pendidik

27 Juli 2019   22:10 Diperbarui: 27 Juli 2019   22:18 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompilasi beberapa gambar dari pixabay.com

Hal pertama yang disampaikan Richard adalah mengajar siswa membuat pertanyaan. Serius?

Dalam pengamatan saya menjadi dosen, iklim bertanya di Indonesia cukup rendah. Saya tidak tahu apa yang menjadi latar belakang dari kondisi ini. Beberapa yang bisa saya identifikasi adalah bertanya membuat kelas bubar sedikit terlambat, bertanya membuat sang penanya tampak bodoh, bertanya berarti akan menjadi pusat perhatian dan ini tidak disukai oleh beberapa orang.

Salah satu yang cukup ekstrem adalah tidak punya pertanyaan karena memang tidak terpikir sama sekali. Benarkah demikian? Seorang dosen saya pernah menyarankan untuk membuat paling sedikit satu pertanyaan per SKS matakuliah untuk setiap kelas yang sedang diikuti. Perkara pertanyaan itu akan disampaikan atau tidak, bukanlah hal yang penting.

 Awalnya, saya berpikir bahwa ini adalah tips yang menarik, tetapi setelah beberapa minggu tidak terlalu efektif karena tidak ada pemicu yang membuat para pembelajar ini bertanya. Selain itu, tidak ada sebuah 'paksaan' untuk menyampaikan pertanyaan tersebut.

Oleh karena itu, saat saya menjadi dosen, saya menggunakan pendekatan yang berbeda. Alih-alih meminta mahasiswa membuat pertanyaan seperti yang disarankan dosen saya, inilah yang saya lakukan. Setelah saya menjelaskan 1-2 sub topik, saya akan bertanya:

SIAPA YANG TIDAK BERTANYA?

Saat Anda mendengar pertanyaan, "Siapa yang ingin bertanya?", maka mereka yang angkat tangan pasti punya pertanyaan, sedang yang tidak angkat tangan belum tentu tidak punya pertanyaan. Mungkin mereka punya tetapi malu menanyakannya. Bisa jadi mereka tidak punya pertanyaan karena memang selama saya menjelaskan tidak konsentrasi sehingga tidak terpikir untuk bertanya.

Dengan gaya bertanya yang dibalik, mereka yang angkat tangan seharusnya tidak bertanya, sedangkan yang tidak akan pasti bertanya. Sehingga saya bisa 'memaksa' mahasiswa di kelas untuk bertanya karena tidak angkat tangan merespon pertanyaan saya. Saya memberikan contoh pertanyaan yang bisa ditanyakan sambil bertanya apakah sempat terpikir untuk menanyakannya. 

Oleh karena model pertanyaan saya yang tidak umum ini, ada banyak mahasiswa yang terkecoh. Mungkin sedikit melamun, sehingga menganggap pertanyaan saya seperti pertanyaan dosen pada umumnya. Paling tidak, ini menunjukkan bahwa konsentrasinya agak rendah, atau kurang perhatian.

Lalu, bagaimana dengan mahasiswa yang berusaha mengelabui saya dengan angkat tangan supaya tidak dipaksa bertanya? Sederhana! Karena mereka tidak punya pertanyaan, berarti mereka seharusnya bisa menjawab pertanyaan temannya. Beberapa kali saya menemukan mahasiswa jenis ini dalam kelas.

Satu hal yang menarik dari implementasi "SIAPA YANG TIDAK BERTANYA" adalah iklim bertanya di kelas saya meningkat pesat. Interaksi mahasiswa dalam kelas juga meningkat melalui pertanyaan yang dijawab oleh mereka yang tidak bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun