Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Membuat Guru Menjadi "Guru"?

31 Mei 2019   15:46 Diperbarui: 31 Mei 2019   15:52 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/fi/photos/valmistuminen-gradientit-korkki-907565/

Jika guru diartikan sebagai orang yang mengajar orang lain, maka kita semua adalah guru karena kita mengajar orang lain tanpa kita sadari. Bukankah perilaku kita sehari-hari akan menjadi contoh buat orang lain? 

Saat kita membuang sampah pada tempatnya, kita mengajar orang lain arti sebuah kepedulian dan kebersihan. Bahkan saat kita membuang sampah sembarangan pun, kita juga mengajar orang lain kita tidak perlu peduli dengan lingkungan karena toh nanti ada yang akan membersihkannya. Jadi, apa pun yang kita lakukan, berapa pun usia kita, dimaan pun kita berada, dan di saat apa pun kita menjadi guru dalam arti yang luas.

Di jaman yang makin maju dan beragam ini, sebutan guru dibatasi di lingkup sekolah tetapi masih terbuka bagi banyak orang untuk melamar posisi sebagai guru. Di negara dengan kebutuhan guru yang tinggi, maka hampir semua orang yang dinilai mampu, bisa menjadi guru apa pun latar belakang ilmunya. 

Bukankah ini terjadi di Indonesia? Saya memiliki banyak teman yang berlatar belakang teknik, ekonomi, seni, yang menjadi guru (di sekolah swasta). Situasi agak berbeda dengan institusi milik pemerintah.

Hal yang agak berbeda diberlakukan untuk profesi dosen di semua institusi. Tidak pernah ada persyaratan khusus terkait dengan pendidikan guru. Jika ada di antara pembaca yang menjadi dosen di fakultas non-pendidikan, mohon bisa membagikan pengalamannya untuk memperkaya kita semua.

Finlandia yang saat ini menjadi salah satu referensi pendidikan juga menerapkan aturan yang ketat. Guru haruslah lulusan terbaik dari fakultas pendidikan. Jadi, menggondol embel-embel alumni fakultas pendidikan tidak otomatis membuat yang bersangkutan bisa menjadi guru. Selain itu, ada sebuah aturan tidak tertulis yang 'mewajibkan' guru menguasai bahasa lokal untuk pengajar di sekolah internasional. Walaupun banyak orang membantah aturan ini, dalam kenyataannya norma ini masih dipegang kuat.

Pertanyaan paling besar adalah apa yang membuat guru menjadi 'guru'? Setiap orang bisa memiliki pendapat yang berbeda, sehingga ijinkan saya untuk membagikan pemikiran dan perenungan saya. Bisa jadi kita memiliki sudut pandang yang berbeda, tetapi bukankah semuanya akan saling melengkapi.

Secara umum ada dua hal utama yang menjadi perhatian, yaitu gelar di bidang pendidikan dan sertifikat pedagogi. Menurut saya, ini adalah syarat formal karena guru harus mengerti tentang konsep pendidikan yang benar dan mengetahui seluk beluk pendidikan yang diajarkan dalam pedagogi.

Gelar di bidang pendidikan

Saya pernah terlibat dalam persiapan pendirian fakultas pendidikan di sebuah universitas. Koordinator tim mungkin melihat bahwa walaupun saya berlatar belakang teknik, saya dinilai mampu untuk tugas tersebut. Salah satu tugas kecil yang harus saya lakukan adalah melihat kurikulum dari berbagai universitas di Indonesia yang telah memiliki fakultas pendidikan. Apa yang saya dapatkan?

pixabay.com
pixabay.com
Semua kurikulum yang saya telisik memberikan porsi yang tidak besar terkait dengan konsep pendidikan seperti kurikulum, psikologi anak, pengembangan bahan ajar, gaya belajar, dll. Sebagian besar terkait dengan subyek pelajaran yang akan diajarkan. Untuk menjadi guru matematika, calon guru harus mengerti dengan baik konsep matematika dan ini memerlukan waktu yang lama.

Hal yang lebih seru terjadi di program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) karena guru SD adalah guru segala ilmu. Jadi, hampir semua subyek yang diajarkan di SD akan ditekuni. Lalu, bagaimana dengan porsi tentang ilmu pendidikan secara umum? Tidak besar tentunya!

Di Finlandia, pabrik guru utama adalah fakultas pendidikan yang menelorkan guru SD. Kalau diperhatikan, materi yang dipelajari sampai lulus juga berkisar di sekitar materi umum SD dan konsep pendidikan. 

Semua ini diselesaikan dalam waktu lima tahun dan sekaligus mendapatkan sertifikat pedagogi, yang setara dengan 60 ECTS (European Credit Transfer System -- SKS yang berlaku di seluruh Eropa sehingga memudahkan transfer SKS antar PT). Ini berarti ... % dari total SKS yang harus diselesaikan untuk jenjang magister.

Bagaimana untuk guru bidang studi? Sederhana, Anda yang menekuni Biologi dan ingin menjadi guru Biologi, maka Anda harus mengambil 60 ECTS dari fakultas Pendidikan untuk mata kuliah pilihan. Sebagai imbalannya, sertifikat pedagogi sudah ada di tangan saat Anda lulus.

Jadi, lulusan fakultas Pendidikan pada dasarnya merupakan sarjana pendidikan, bukan guru. Teman-teman alumni fakultas pendidikan bisa memberikan konfirmasi, bahwa proses kuliah bukan belajar menjadi guru. 

Materi yang dipelajari lebih ke arah ilmu pendidikan seperti kurikulum, gaya belajar, konseling, psikologi dan perkembangan anak, dll. yang memang menunjang tugas sebagai guru. Jadi, tatkala Indonesia memberikan gelar S.Pd atau M.Pd menurut saya sudah tepat. Gelar tersebut tidak mencerminkan kapasitas sebagai guru. Oleh karena itu, pemerintah mencanangkan program sertifikasi guru.

Sertifikat pedagogi

Sertifikat pedagogi menjadi kartu truf bagi setiap orang yang ingin menjadi guru sekolah di Finlandia. Tanpa sertifikat ini, bisa dipastikan harapan dan keinginan menjadi guru pasti kandas! Namun, memiliki sertifikat ini juga bukan jaminan untuk diterima sebagai guru.

https://pixabay.com/fi/photos/valmistuminen-gradientit-korkki-907565/
https://pixabay.com/fi/photos/valmistuminen-gradientit-korkki-907565/
Pedagogi sebenarnya berbicara tentang teori dan metode dalam mengajar. Awalnya, kata ini diarahkan untuk pendidikan anak (dalam bahasa yunani: paidi (anak) + ago (membimbing) = pedagogi), tetapi sepertinya artinya meluas menjadi pendidikan secara umum. Istilah lain yang juga dikenal adalah andragogi (dalam bahasa Yunani: andras (orang dewasa) + ago (membimbing) = andragogy). Hanya saja, kata ini sepertinya sudah tidak umum digunakan lagi (mohon koreksi jika saya salah).

Dalam teori mengajar ada beberapa hal penting yang harus dilakukan, seperti mendefinisikan hasil luaran belajar (learning outcome), metode yang digunakan, rancangan materi belajar dan bahan ajar, dll. Hasil luaran belajar harus jelas sehingga dapat dievaluasi dengan mudah. Bagian ini sering kali disalahartikan sebagai tujuan belajar, tetapi sebenarnya bisa diarahkan ke kompetensi.

Ada banyak metode pengajaran yang saat ini sudah dikembangkan berdasarkan situasi dan kondisi peserta belajar. Contoh, belajar dari sebuah masalah (problem-based learning) dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta belajar untuk menggali sesuatu berdasarkan permasalahan yang dihadapi. Selain itu, beberapa orang bisa belajar dengan efektif dengan mengetahui permasalahan yang mungkin akan dihadapi.

Salah satu hal penting dalam pedagogi adalah evaluasi. Tanpa adanya evaluasi yang baik, hasil belajar dan rancangan belajar tidak dapat dievaluasi. Metode evaluasi juga bermacaam-macam dan terus akan dikembangkan. Selain itu, evaluasi untuk tugas pribadi dan kelompok juga pasti tidak sama. Jadi, pemegang sertifikat pedagogi seharusnya tahu dengan baik berbagai cara untuk mengevaluasi peserta belajar.

Peran guru

Apakah peran guru di kelas cukup diwakili dengan gelar di bidang pendidikan dan sertifikat pedagogi? Banyak orang, termasuk orang Finlandia, berpikir bahwa seseorang yang memiliki sertifikat pedagogi pasti akan menjadi guru yang baik. Seorang pengajar pedagogi di Finlanda pernah menyatakan hal serupa. Benarkah itu?

Jika peran guru hanyalah semata urusan mengajar materi di kelas, sepertinya asumsi tersebut benar. Dalam mengajar, guru harus menguasai pedagogi dengan baik. Namun pertanyaan besarnya adalah apakah memang hanya itu peran guru? Setahu saya tidak!

Guru adalah motivator! Tidak ada siswa yang tidak mengalami tekanan dalam belajar. Oleh karena itu, guru seharusnya mampu memotivasi siswanya untuk mau belajar. Cara memotivasi juga bermacam-macam. Permasalahannya, bagian ini tidak tercakup dalam pedagogi. Memotivasi orang lain adalah sebuah seni yang tidak mudah untuk dipelajari karena setiap orang unik sehingga tidak ada metode yang sama persis dalam memotivasi seseorang.

pixabay.com
pixabay.com
Guru adalah teman! Menempatkan diri sebagai guru bisa tergoda untuk menganggap diri lebih tinggi dari siswa. Hal ini bisa mengganggu proses belajar siswa dan mempengaruhi perforrma belajarnya. Menempatkan diri sejajara dengan siswa tanpa kehilangan harga diri adalah sebuah skill penting seorang guru dan ini juga tidak diajarkan dalam teori pedagogi.

Guru adalah konselor! Bukankah sekolah memiliki guru yang menangani konseling? Benar! Namun, tidak mudah bagi siswa untuk bercerita kepada siapa saja. Kedekatannya dengan seorang guru bisa membantunya, tetapi sang guru tidak mampu menjadi konselor dan pendengar yang baik. Menjadi konselor bukan untuk menyelesaikan masalah siswa, banyak orang yang terjebak pada pemahaman ini. 

Menjadi pendengar yang baik juga bukanlah perkara mudah dan perlu banyak latihan. Apakah keduanya diajarkan dalam pedagogi? Tidak! Ini bukan berarti peran konselor sekolah ditiadakan. Guru yang telah menjadi konselor bagi siswanya bisa mengarahkan siswa untuk bertemu konselor sekolah dengan lebih mudah daripada langsung mengarahkannya ke konselor.

Jika Anda pernah mengajar di kelas, apakah pernah mengalami kondisi saat Anda tidak bisa mengetahui bahwa siswa memahami penjelasan Anda? Saya pernah! Siswa juga tidak bertanya walaupun tidak tahu, mereka pasif dalam belajar. Nah, guru perlu memiliki kemampuan untuk menggali informasi semacam ini. Permasalahannya adalah kemampuan ini juga tidak diajarkan di kelas pedagogi.

Guru harus bisa menguasai emosi dengan baik. Sebenarnya ini menjadi tanggung jawab semua orang, tetapi guru harus mampu memisahkan emosi yang sedang bergejolak dalam dirinya dengan situasi kelas saat dia mengajar. 

Jika seorang guru baru saja bertengkar dengan istri/suami atau bahkan pacarnya, maka situasi kelas harus netral dari pengaruh emosi akibat pertengkaran. Kasus lain adalah saat ada siswa yang datang dan menanyakan sesuatu yang sepertinya menyerang (walaupun siswa tidak merasa demikian). Guru harus bisa memahami hal ini, termasuk dalam menghadapi protes dari siswanya. Lagi-lagi, hal ini juga tidak tercakup dalam materi pedagogi.

Penutup

Daftar di atas seolah tidak akan berhenti seiring dengan perkembangan pemahaman manusia akan dirinya sendiri. Permasalahan utamanya, teori pedagogi tidak mencakup semuanya itu sehingga kualifikasi guru menjadi semakin tinggi. Sertifikasi guru hanyalah sekedar kelengkapan administratif yang juga tidak menyentuh area-area di atas.

Dalam sebuah wawancara dalam rangka mengumpulkan data terkait persepsi orang tua tentang pendidikan, saya pernah mengatakan bahwa guru tidak dilatih atau diajar, tetapi dilahirkan. Pernyataan saya sempat mengagetkan rekan yang sedang mengumpulkan data penelitiannya. Saya mengungkapkan beberapa kemampuan yang seharusnya dimiliki guru dan tidak diajarkan di kelas pedagogi.

Jadi, apakah kelas pedagogi tidak bermanfaat? Bukan itu maksud saya! Mengagungkan penguasaan pedagogi di atas segalanya untuk menjadi guru adalah pandangan yang salah. Apa yang disampaikan oleh seorang pengajar pedagogi di Finlandia itu perlu direvisi karena saya melihat ada banyak hal yang tidak dilakukan guru yang mengajar anak saya di baik SD maupun SMA di Finlandia, seperti cara menghadapi kritik, kemampuan menjadi teman bagi siswa, tidak mampu memotivasi siswa dalam belajar, dll.

pixabay.com
pixabay.com
Menjadi guru memerlukan usaha yang luar biasa besar. Selain menguasai materi yang diajarkan, guru harus menguasai hal-hal penunjang yang juga penting dalam melaksanakan tugas mulia tesebut. 

Memang menjadi guru bukan urusan yang mudah, tetapi bukan berarti mustahil. Guru adalah tumpuan harapan negara karena kepada mereka kita banyak berharap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun