Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gunung Es di Finlandia yang Memukau Dunia

11 Mei 2019   21:21 Diperbarui: 11 Mei 2019   21:33 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, artikel ini saya siapkan untuk media terkait dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2019. Namun, karena tidak ada respon sama sekali, maka saya memutuskan untuk membagikannya di laman Kompasiana. Mau berdiskusi? Monggo...

Secara geografis, Finlandia tidak memiliki gunung sama sekali. Alamnya didominasi oleh pegunungan dan hutan yang memang dijaga dengan sangat baik. Di antara pegunungan dan hutan tersebut, tersebar ribuan danau dengan ukuran yang bervairasi. Lalu, dimanakah letak gunung es yang memukau dunia tersebut?

Gunung es tersebut meliputi hampir seluruh wilayah negara yang berpenduduk sekitar 5,5 juta jiwa ini. Namun, tidak seorang pun mampu melihatnya secara fisik. Lalu, bagaimana mungkin gunung es tersebut memukau dunia apabila tidak terlihat?

Survey yang dilakukan PISA (Programme for International Student Assessment) terhadap siswa di berbagai belahan dunia beberapa tahun lalu menempatkan Finlandia di posisi atas terkait dengan hasil belajar siswa. Sejak saat itu, banyak orang mulai bertanya-tanya, bagaimana mungkin hal itu terjadi? Bagaiamana negara yang berada di dekat kutub Utara ini melakukannya? Di Indonesia bahkan beredar kabar bahwa Finlandia mencontoh konsep Taman Siswa yang diajukan Ki Hadjar Dewantara.

Dari banyak penelusuran, ditemukan bahwa negara beribukota Helsinki ini menerapkan sistem pendidikan tertentu. Bak jamur di musim hujan, muncullah berbagai seminar yang membahasnya. Banyak video clip beredar di jagad maya yang mengatakan bahwa Finlandia tidak memberikan PR kepada siswanya, jam sekolahnya pendek, dll.

Tahukah Anda bahwa semua yang disampaikan dalam seminar dan video yang viral itu hanya sebagian kecil dari keseluruhan cerita? Lalu, berapa bagian yang belum diceritakan? Sangat besar! Fenomena ini ibarat gunung es, puncaknya yang kecil dan berkilauan telah memukau banyak orang, tetapi mereka melupakan bagian besar yang menopang di bawahnya. Gunung es yang saya maksudkan adalah sistem pendidikan di Finlandia.

Lima tahun lebih bermukim di Finlandia, saya berkesempatan untuk mengamati, merasakan, dan mengalami situasi sosial masyarakat. Sebagian kecil akan saya bagikan di sini karena keterbatasan ruang. Semoga dapat membuka wawasan kita tentang bagian besar yang menopang gunung es tersebut untuk mengapung dan terlihat puncaknya.

Interaksi orang tua dan anak
Di Finlandia, seorang wanita yang bekerja dan kemudian melahirkan, berhak mendapatkan cuti sampai satu tahun dan tetap mendapat 80% gajinya. Ia berhak kembali ke tempat kerjanya setelah masa cuti itu habis. Sang suami berhak mendapatkan cuti tiga minggu untuk mendampingi istrinya merawat bayi yang baru lahir tersebut dan tetap menerima gaji penuh. Cuti istri tersebut bisa dipindakan ke suami, sehingga istri kembali bekerja dan suami merawat anak di rumah.

Jika istri memutuskan untuk di rumah dan menjaga anak setelah satu tahun, ia akan menerima sejumlah uang berdasarkan sistem jaminan sosial negara sampai anak berusia tiga tahun. Selain itu, negara juga mendukung kebutuhan anak secara finansial sampai usia 17 tahun. Keberadaan sistem jaminan sosial negara membebaskan orang tua dari tekanan karena keuangan. Hal ini tentu saja berdampak pada interaksi orang tua dan anak.

https://pixabay.com
https://pixabay.com
Berkunjunglah ke sebuah kantor di Finlandia pada pukul 16.00, maka Anda akan melihat kantor yang sepi karena jam kerja sudah usai. Pekerja telah pulang ke rumah untuk berjumpa dengan keluarganya. Orang tua punya waktu lebih banyak dengan anak (walaupun mereka juga harus berkompetisi dengan smartphone dan tablet). Saya percaya bahwa interaksi sosial ortu-anak memberikan dampak terhadap performa siswa di sekolah.

Peran ayah dalam keluarga
Salah satu pemandangan yang saya sukai adalah saat seorang ayah menggendong atau menyuapi bayinya. Itu adalah jenis pemandangan langka di Indonesia. Hal lain seperti ayah mengajak anaknya yang kecil jalan-jalan dan ayah bermain dengan anaknya menjadi sesuatu yang langka. Namun, Anda akan dengan mudah menemukan hal ini di Finlandia.

https://pixabay.com
https://pixabay.com
Di berbagai penjuru kota tersebar taman dengan arena bermain anak di ruang terbuka. Setiap arena bermain dilapisi dengan semacam karet sehingga cukup aman saat anak terjatuh. Saat matahari cerah, bisa dipastikan taman-taman akan penuh dengan anak yang bermain dan tidak jarang hanya ditemani sang ayah. Saya sering melihat seorang ayah membawa 2-3 orang anaknya bermain di taman sambil membawa kereta bayi dan tas berisi makanan minuman.

Saya meyakini bahwa interaksi ayah dengan anak memberikan kontribusi yang nyata terhadap performa siswa secara keseluruhan. Kedekatan dengan ayah memberikan rasa aman tersendiri yang akan mempengaruhi proses belajar anak.

Kedewasaan siswa
Finlandia menerapkan aturan yang ketat terkait dengan usia siswa masuk sekolah. Anak tidak akan masuk TK sebelum berusia enam tahun dan tidak ada pelajaran membaca. Tahun depan, mereka akan digiring ke SD, bahkan saat belum bisa membaca. Bagaimana dengan orang asing? Mereka menerapkan konsep yang sama. Anak saya seharusnya masuk kelas dua SD di Finlandia harus masuk kelas satu karena factor usia.

Salah satu alasan dari aturan ini adalah kedewasaan dan kesiapan anak dalam belajar. Selain itu, pendidikan di Finlandia mau supaya anak berkumpul dengan mereka yang seusia. Tidak ada kelas akselerasi, kelas khusus bagi yang dinilai cerdas, dan lompat kelas dalam sistem pendidikan di Finlandia ini.

https://pixabay.com
https://pixabay.com
Di Indonesia, banyak keluarga yang bangga jika anaknya masuk sekolah lebih awal, misalnya masuk SD saat berusia lima tahun. Lompat kelas menjadi sebuah fenomena yang menaikkan gengsi keluarga di Indonesia. Masuk kelas akselerasi atau kelas khusus bisa jadi merupakan target. Semuanya ini bermuara di keinginan untuk lulus di usia yang lebih muda. Saya percaya bahwa kemampuan otak dapat diakeselerasi, tetapi bagaimana mengakeselerasi kedewasaan mental?

Kompetisi
Finlandia juga setuju bahwa kompetisi sanggup memotivasi siswa dalam belajar, namun kompetisinya diarahkan ke dirinya sendiri. Dengan demikian, tidak ada sistem rangking di sekolah atau papan pengumuman yang memajang nilai yang diperoleh siswa. Meskipun demikian, kompetisi antar siswa tetap tak terhindarkan, sekolah hanya mampu meminimalkan. Tahukah Anda bahwa rapor kelas empat SD masih berupa deskripsi dan bukan angka?

Selama saya tinggal di Finlandia, saya belum pernah menemukan lomba akademik yang digelar oleh universitas seperti matematika, fisika, kimia, biologi, astronomy, dll. Setahu saya, soal-soal yang diberikan dalam berbagai lomba yang demikian pasti berada di atas level normal peserta. Artinya jika lomba digelar untuk siswa SMP, maka level soalnya adalah tingkat SMA.

Percaya atau tidak, hal ini akan berdampak pada saat siswa yang bersangkutan belajar di level yang sesungguhnya. Saat berkumjung ke beberapa sekolah, saya juga tidak menjumpai etalase-etalase yang memajang piala dari berbagai macam lomba. Sekolah tidak berkompetisi dengan sekolah lain untuk meraih predikat sekolah yang terbaik.

Tidak ada LBB di Finlandia
Lembaga bimbingan belajar (LBB) yang membisniskan pendidikan dapat ditemui dengan mudah di berbagai sudut kota di Indonesia. LBB bukan sekolah, tetapi sepertinya punya pengaruh lebih besar daripada sekolah.

Secara umum, LBB menggunakan prinsip 'mengerjakan dengan cepat dan tepat'. Jebakan terbesar di balik prinsip ini adalah mementingkan hasil akhir daripada proses, menitikberatkan pada penguasaan rumus daripada konsep dan logika. Mengapa LBB begitu fenomenal di Indonesia? Karena sistem pendidikan kita menitikberatkan pada kemampuan akademik.

Mustahil menemukan LBB di Finlandia. Kemampuan akademik bukanlah segalanya di negara empat musim ini. Finlandia mengakui multiple intelligence (kecerdasan multi dimensi) yang membuat siswa cemerlang di matematika dihargai sama dengan siswa lain yang cemerlang di seni lukis.

Rasa aman

https://pixabay.com/photos/hands-baby-child-adult-childhood-918774/
https://pixabay.com/photos/hands-baby-child-adult-childhood-918774/
Tidak bisa dipungkiri bahwa rasa aman berdampak pada banyak hal, termasuk performa siswa di sekolah. Saya cukup terkejut saat melihat banyak anak usia 6-7 tahun berangkat sekolah naik bis umum tanpa didampingi orang tuanya. Beberapa ada yang pergi sendirian, beberapa bersama dengan teman sekolah. Mereka bisa pergi dengan leluasa tanpa khawatir diculik atau behadapan dengan begal.

Pengguna jalan juga memberikan ruang bagi mereka untuk menyeberang jalan dengan aman. Lima tahun ini saya belum pernah mendengar kasus tawuran pelajar. Finlandia memang tidak lepas dari tindak kriminal, tetapi jumlahnya yang minim memberikan rasa aman kepada warganya, termasuk anak-anak.

Penutup
Masih banyak yang dapat saya sampaikan terkait dengan bagian sangat besar yang menopang gunung es di Finlandia ini. Hal lain seperti kecilnya perbedaan gaji antara lulusan universitas dan SMK, fleksibilitas siswa dalam belajar, UNAS (yang jadi momok di Indonesia), pabrik penghasil guru, dan sistem perekrutan guru adalah beberapa yang harus saya lewatkan. Beberapa yang saya pilih di atas membawa isu penting yang perlu dicari solusinya saat Indonesia ingin membangun gunung es yang sama.

Saya tidak yakin bahwa para pembicara yang diundang dalam seminar-seminar tentang pendidikan di Finlandia telah menyampaikan fakta-fakta di atas. Selain itu, keterlibatan pemerintah memegang kendali utama. Hal lain yang tidak kalah penting adalah peran kita sebagai masyarakat sipil untuk mewujudkan sistem sosial yang mendukung proses pembelajaran siswa.

 Tanpa kerja sama antara pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia, seminar-seminar tentang sistem pendidikan di Finlandia hanya menjadi ajang memuaskan telinga dan angan-angan kita akan pendidikan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun