Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kejujuran, Komoditi Langka Masa Kini

21 April 2019   21:29 Diperbarui: 21 April 2019   21:44 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ironisnya, rumah (baca: keluarga) telah menjadi tempat pertama anak belajar ketidakjujuran. Orang tua berpesan kepada pembantu atau pasangannya atau salah seorang anaknya untuk berkata bagwa yds sedang pergi jika ada tamu (padahal tdk demikian).

Jika demikian, apakah tuntutan orang tua terhadap anaknya sesuatu yg berlebihan?

Munculnya istilah bohong putih (white lie) telah mengacaukan norma hidup di masyarakat. Banyak orang tua menggunakan hal sebagai pembenaran tindakannya. Ironisnya, hal ini tdk berlaku untuk anak.

quotes.com
quotes.com
Kejujuran dalam pemilu

Pemilu yg JURDIL (jujur dan adil) menjadi dambaan semua warga negara. Benarkah? Seharusnya demikian. Koq 'seharusnya' lagi? Karena itu dianggap kondisi yg ideal. Pada kenyataannya tdk demikian...

Mengapa HOAX beredar dimana-mana? Karena ada pihak yg tdk jujur. Bukankah hoax adalah berita bohong? Lihat saja, hoax disebarkan dg sumber berita yg tdk jelas. Judul harus bombastis, isi harus seperti masuk akal, dipelintir sedikit, yang penting orang termakan berita bohong dan kemudian menyulut emosi. Disebarkan dengan tambahan bumbu penyedap plus gosokan minyak supaya lebih mengkilap dan menarik perhatian.

Apakah pelaku hoax anak SD? Rasanya tdk mungkin. Besar kemungkinan pelakunya sudah dewasa dan mungkin punya anak yg dituntut kejujurannya. Ironis bukan?

Mengapa isu kejujuran lebih menarik saat pemilu daripada di sekolah atau rumah?

Pemilu (termasuk pilkada) berlangsung sekali dalam 5 tahun. Bagian terpenting adalah menang, setelah itu tidak jelas lagi. Sepertinya blm pernah ada kejadian tatkala pemenang sebuah pemilu harus dianulir karena ketahuan bohongnya beberapa bulan/tahun kemudian.

Saya pernah membaca berita sebuah institusi membatalkan ijasah yg pernah diterbitkan karena pemiliknya ketahuan tidak jujur. Ini sevuah langkah positif yang layak diacungi 4 jempol (2 tangan 2 kaki). Bagaimana dengan dunia politik?

Banyak politisi (maaf) busuk yg menyebar kebohongan demi kepentingan diri dan kelompoknya. Ketika ada orang yg mempertanyakan kebenaran beritanya, jawabannya selalu diplomatis, mbulet, dan tidak jelas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun