Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tatkala Logika Berbenturan dengan Hukum

6 September 2018   21:26 Diperbarui: 6 September 2018   21:41 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://tokobukuhukum.com

Rasanya jika orang tersebut mendatangi 100 orang, maka ada 101 orang yang akan menolak permohonannya. Mengapa yang menolak lebih banyak? Karena ada orang lain yang pernah mendengar kasusnya dan menyarankan kepada mereka yang didatangi untuk menolaknya.

Hanya saja, mohon maaf... sekali lagi mohon maaf. Masih banyak anggota masyarakat di Indonesia yang tidak memiliki wawasan yang luas. Banyak orang menduga bahwa politisi busuk memang memelihara kebodohan di Indonesia supaya mereka tetap bisa berjaya. Berapa banyak orang yang telah tertipu dengan janji manis para calon kepala daerah atau caleg, lalu pada akhirnya harus menelan pil pahit karena janji-janji tinggal janji semata? Namun, pengalaman itu tidak juga membuat mereka mengerti bahwa mereka telah ditipu dan akan siap ditipu untuk kesekian kalinya.

Bukankah agama pun telah dipolitisasi untuk kepentingan politik? Mengapa jualan agama dalam politik masih laku? Karena memang (mohon maaf) kebodohan itu dilestarikan untuk kepentingan para politisi busuk!

Masalah pelarangan mantan napi korupsi untuk "nyaleg" sebenarnya lebih diarahkan pada membantu mereka yang sering ditipu dengan janji manis politisi. Masalahnya adalah para caleg dari eks koruptor ini selalu menemukan cara untuk bisa mengelabui orang lain.

Bagaimana jika orang tersebut berkata bahwa dia sudah bertobat? Sederhana saja, bagaimana dia bisa membuktikan? Apakah seorang pengguna narkoba yang bertobat tidak diampuni dosanya? Diampuni! Tetapi dampak dari perbuatannya terhadap tubuhnya tidak bisa dihilangkan. Itu sudah menjadi resiko yang harus ditanggungnya. Apakah seorang penganut seks bebas yang bertobat secara otomatis akan menyembuhkannya dari AIDS yang diderita akibat perbuatannya? Tidak!

Peribahasa lama mengatakan, SEKALI LANCUNG DALAM UJIAN, SEUMUR HIDUP ORANG TIDAK AKAN PERCAYA. Apakah kita masih mengerti makna dari peribahasa tersebut?

Jadi, secara logika sudah jelas bahwa caleg eks koruptor tidak layak untuk mencalonkan diri sebagai WAKIL RAKYAT. Logika sederhana pun sudah bisa mementahkan keinginan mereka. Hanya saja, logika sederhana ini (mungkin harus) mengalah atas nama hukum. 

Saya berdoa supaya MA, yang diisi oleh orang-orang berpendidikan dan mengerti tentang hukum, bisa memberikan keputusan yang tepat. Saat ini bola ada di tangan mereka. Apa pun keputusannya, dampaknya akan dirasakan dalam 5 tahun ke depan, bahkan selamanya saat tidak ada gugatan sejenis yang dimasukkan. Saya bertanya dalam hati, apakah masyarakat Indonesia masih bisa berharap pada hukum yang benar-benar ditegakkan dengan bertanggung jawab? Betapa sedih hati ini tatkala melihat justru para penegak hukum mempermainkan hukum.

Salam kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun