Pagi ini saya membaca pernyataan Presiden Joko Widodo di Rapimnas Partai Hanura. Beliau mengatakan bahwa "pendidikan di Indonesia masih cenderung monoton dan linier"Â (sumber: kompas.com). Paling tidak, dua Kementerian sedang diuji terkait dengan terobosan-terobosan baru yang menjawab tantangan sang Presiden.Â
Dalam pernyataannya, Presiden juga memberikan contoh dari dua model institusi pendidikan. SMK dinilai cenderung monoton tanpa ada perubahan yang berani. Perguruan Tinggi juga dicermati hanya mengembangkan jurusan-jurusan yang sudah mapan tanpa mau berkembang ke arah yang lebih 'menjawab' kebutuhan pasar.
Sebagai seorang Presiden, memang beliau tidak harus tahu segala sesuatu. Oleh karena itu perlu ada Kementerian yang melaksanakan kebijakan pemerintah pada bidang yang lebih spesifik. Sebagai Kepala Negara, beliau harus punya pandangan yang jauh ke depan terkait dengan kemajuan bangsa. Ya... memang ada banyak hal yang harus dibereskan terkait dengan pernyataan singkat di Rapimnas yang diselenggarakan 4-6 Agustus 2017 itu.
Tantangan Perubahan Struktur
Perguruan Tinggi di negara-negara maju rata-rata sudah mulai menghilangkan jurusan tetapi masih mempertahankan keberadaan fakultas. Lalu, jika jurusan sudah ditiadakan, bagaimana mekanisme perkuliahan dilakukan? Research group adalah jawabannya. Proses belajar mengajar menjadi tanggung jawab research group, termasuk pengembangannya.
Research group menjadi ujung tombak universitas karena mereka yang mengembangkan materi pembelajarannya. Pada PT berlabel research university, lembaga ini bertugas mengembangkan dan menemukan metode baru yang sifatnya mengembangkan keilmuan. Pada PT berlabel vokasi, lembaga ini bertugas mengembangkan metode terapan yang bermanfaat untuk masyarakat. Hasil pengembangan tersebut dituangkan dalam bentuk materi kuliah yang diasuh langsung oleh research group tersebut.
Perubahan struktur ini pasti menelan biaya yang tidak sedikit. Bisa jadi, dalam satu jurusan akan dipecah menjadi beberapa research group. Kita tidak perlu merasa risih untuk bicara masalah gaji dan tunjangan. Dengan model seperti ini, kepala research group akan menjadi semacam 'raja kecil' di tingkat yang sama dengan jurusan karena mereka langsung bertanggung jawab kepada fakultas. Research group bukan sekedar kelompok orang dengan minat penelitian yang sama dan bernaung di sebuah laboratorium.
Masalahnya, perubahan struktur ini tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak pihak yang terlibat dan memakan energi yang tidak sedikit juga. Kemauan untuk berubah juga menjadi kunci keberhasilan perubahan ini. Bukankah kita masih banyak menemukan orang yang sudah merasa nyaman dengan sesuatu enggan untuk berubah karena masalah keluar dari zona nyaman?Â
Tantangan Perubahan Kurikulum
Kuliah dikembangkan berdasarkan research group yang bernaung di bawah fakultas. Mata kuliah diasuh dan dikembangkan oleh tiap research group sesuai dengan bidang yang ditekuninya.
Dengan demikian, keberadaan mata kuliah bersifat dinamis untuk mengikuti kebutuhan pasar. Mata kuliah yang sudah tidak populer lagi bisa diganti dengan cepat tanpa harus menunggu waktu perubahan kurikulum seperti yang sudah jamak di Indonesia. Lihat saja, di Indonesia, perubahan kurikulum terjadi kira-kira tiap 4 tahun dengan proses yang bisa dikatakan cukup panjang.Â