Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Seongsan, Panggung Terbitnya Sang Mentari

15 Juli 2017   19:11 Diperbarui: 15 Juli 2017   19:54 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langit biru menyapa saya di pagi ke-4 saya di Seogwipo, Jeju, Korea Selatan. Menurut ramalan cuaca, hari ini bakalan cerah dengan suhu di siang hari 32-34C. Yak! Sebuah suhu tingkat tinggi yang bisa melumerkan lemak di badan (semoga). Langit diprediksi sedikit berawan dan tidak hujan. Prediksi ini sudah saya lihat kemarin karena kalau memang cuaca bagus, saya akan ke Seongsan. Seongsan? Yep!

Kata "seongsan" terdiri dari dua suku kata, "seong" artinya kastil dan "san" artinya gunung. Jadi terjemahan bebasnya adalah gunung kastil. Kalau dilihat dari penampakannya, penamaan ini masuk akal. Lihat saja gambar di atas, bentuknya kan mirip kastil. Erupsi yang terjadi (katanya) 5000 tahun yang lalu itu meninggalkan bentuk kawah yang seperti mangkok.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Terletak di pantai timur pulau Jeju, kawasan yang dinamakan Ilchulbong ini merupakan sebuah semenanjung kecil. Nah, puzzle-nya sudah mulai nyambung nih. Karena berada di pantai timur, maka posisinya pas untuk menikmati matahari terbit. Bukankah kita bisa menikmati matahari terbit di setiap pantai yang menghadap ke timur? Tenang dulu..., ceritanya kan baru mulai!

Saya menggunakan bus 701 yang membawa saya dari Seogwipo ke Seongsan dalam perjalanan selama 2,5 jam (seingat saya begitu). Memang posisinya jauh dari Seogwipo. Setelah melewati sekian puluh halte bus, akhirnya saya tiba di kawasan Ilchulbong sesuai dengan petunjuk orang lokal. Cuma saya agak heran, koq tidak kelihatan sama sekali penunjuk ke arah Seongsan. Saya memang bisa melihat Seongsan berdiri dengan gagahnya menantang sang mentari yang bersinar terik saat itu, tetapi bagaimana saya bisa sampai ke sana?

Saya memutuskan untuk makan siang dulu sebelum 'mendaki' gunung Seong ini sambil 'ngadem' sebentar karena suhu yang sangat panas. Saya memesan semangkuk mi dan langsung mendapat air bening yang dingin untuk minum (bukan cuci muka). Setelah selesai makan, saya masih sedikit berlama-lama di sana karena memang enak lho ngadem di sana. Setelah saya membayar mi itu, saya juga bertanya ke pegawai di resto kecil itu, kalau mau ke Seongsan lewat mana. 

Dia bilang begini (sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia), "lewat gang ini saja, ikuti jalannya". Agak kaget juga karena gang yang dia bilang itu cuma selebar 1,5 m. OK, saya ikuti petunjuknya dan akhirnya inilah yang saya saksikan.

dok. pribadi
dok. pribadi
Kawasan ini termasuk daerah yang dilindungi secara internasional karena ditetapkan oleh UNESCO sebagai world heritage nature. Semacam monumen kecil memberikan informasi tentang hal ini.

dok. pribadi
dok. pribadi
Dengan harga tiket 2000 won (sekitar 22.000 rupiah), saya melangkah kaki memasuki kawasan ini. Untuk mencapai puncaknya, pengelola membuat jalan setapak yang nyaman. Perlu diingat, rute ini hanya diperbolehkan bagi mereka yang tidak memiliki masalah dengan jantung, sehat jasmani. Kalau ada orang tua atau anak kecil, harus diperhatikan karena beberapa tempat anak tangganya lumayan tinggi.

Karena terletak di pantai, maka pemandangan laut menjadi sangat menarik disaksikan dari tempat yang lebih tinggi. Ferry yang mengangkut penumpang ke sebuah pulau kecil di timur laut pulau Jeju juga terlihat dengan jelas, demikian juga aktivitas orang yang sedang memancing. Semuanya terlihat jelas dengan air laut yang bening hingga kita bisa melihat dasarnya.

dok. pribadi
dok. pribadi
Selama perjalanan ke puncaknya, saya menemukan pemandangan lain yang menarik. Banyak kupu-kupu berwarna hitam-biru berkeliaran di sana, terbang dari satu bunga ke bunga yang lain mencari makan. Kalau cuma satu dua, mungkin sebuah kebetulan, tetapi saya menjumpai lebih dari sepuluh kupu-kupu dengan warna senada. Latar belakang hijau daun, membuat penampakan mereka begitu kontras dengan situasi sekitarnya.

dok. pribadi
dok. pribadi
Beberapa kali saya berhenti untuk mengambil napas... (bukan berarti selama berjalan saya tidak bernapas lho!). Rasanya gerah sekali. Suhu 34C, panas terik, jarang ada tanaman yang menaungi jalan setapak, komplit! Jadi saat berkunjung ke sini jangan lupa bawa minum yang cukup. topi dan payung juga OK. Saat menaiki tangga demi tangga, saya juga berpapasan dengan keluarga dengan anak kecil dan orang yang sudah agak lanjut usia. Mereka memang lebih banyak berhenti di tempat yang telah disediakan.

Lalu, setelah sampai di puncak, apa yang bisa dilihat? Tempat duduk! Tempat duduk? Iya! Satu keping puzzle nyambung lagi... Ini adalah tempat yang disediakan untuk menyaksikan matahari terbit.

dok. pribadi
dok. pribadi
dok. pribadi
dok. pribadi
Jadi, tempat duduk itu sudah diatur menghadap ke timur dan satu sisi saja. Karena memang tidak dipakai untuk menyaksikan matahari terbenam. Kenapa? Sabar... ceritanya belum selesai, bro!

dok. pribadi
dok. pribadi
Tradisinya, orang Korea akan datang ke Seongsan, mendaki gunung setinggi 180 mdpl untuk menyaksikan matahari yang terbit 1 Januari. Tidak ada tradisi menyaksikan matahari terbenam di 31 Desember. Jadi, tempat ini juga disebut sebagai Seongsan Sunrise Peak. Di monumen kecil UNESCO di bagian pintu masuk, terpampang daftar jam untuk menyaksikan matahari terbit dengan resolusi menit untuk setiap tanggal dalam setahun.

Pengelola mengatur agar rute naik dan turun dipisahkan. Sehingga tidak terjadi tabrakan antara kedua kelompok. Rute turun ini lebih kelihatan kelokannya dibandingkan dengan rute naik. Selain itu, rute ini lebih to the point karena tidak muter-muter. Masuk akal, karena untuk naik, perlu dicarikan jalan yang agak landai supaya pejalan kaki tidak terlalu capek untuk mendaki. Dari puncaknya, kita bisa menyaksikan beningnya air laut di daerah itu (perhatikan daerah pantai pada gambar di bawah).

dok. pribadi
dok. pribadi
Sesampainya di bawah, kita akan diarahkan menuju tempat menarik lainnya sebelum keluar. Ini adalah sisi utara Seongsan dengan tebing yang menghadap ke laut. Perhatikan, betapa curamnya tebing yang terbentu akibat erupsi lava itu.

dok. pribadi
dok. pribadi
Di kaki tebing, terdapat sebuah resto yang menyajikan sea food segar karena kerang dan mentimun lautnya masih hidup dan biasanya baru saja ditangkap oleh nenek-nenek. Hah?!! Sungguh! Penangkapnya memang nenek-nenek. Tradisi ini sudah terjadi ratusan tahun. Dulu memang para lelaki tetapi setelah para pria ini hengkang dari desa itu akibat perang, maka tugasnya digantikan para wanita. Namun saya tidak tahu bagaimana ceritanya sekarang ini bukan saja wanita yang melakukannya, tetapi nenek-nenek. Resto itu diberi nama HOUSE OF WOMEN DIVER. Mereka melakukan atraksi mencari hewan laut setiap 13.30 dam 15.00 (hanya dua kali sehari).

dok. pribadi
dok. pribadi
Di sini pengunjung juga bisa menaiki kapal boat dengan tarif 10.000 won per orang. Jadi sambil menunggu makanan dimasak, pengunjung bisa menaiki boat yang akan membawa mereka melihat Seongsan dari arah yang berbeda. Karena hewan lautnya masih segar, maka harganya juga relatif lebih mahal. Sepiring hewan laut hidup ditawarkan sekitar 30.000 won.

dok. pribadi
dok. pribadi
Pasir di pantai ini berwarna hitam dan terlihat seperti batu vulkanik. Selain itu, tebingnya juga seperti batuan sedimen karena tampak berlapis-lapis. Sebuah pemandangan yang sangat menarik saat dikontraskan dengan hitamnya pasir di pantai itu.
dok. pribadi
dok. pribadi
Ternyata, tidak hanya para nenek yang mencari hewan laut di sana. Burung cormoran juga terlihat di kawasan ini. Burung yang cara mencari makannya langsung terjun dari angkasa seperti peluru yang ditembakkan itu, sedang asyik membersihkan diri di sebuah batu yang terletak agak di tengah. Sepertinya mereka tidak terganggu dengan kehadiran nenek-nenek itu.

Jadi, Seongsan memang didedikasikan sebagai panggung untuk terbitnya sang mentari di awal tahun. Saat itulah kawasan ini akan ramai dikunjungi orang.

Tips:

  • Pastikan fisik dalam kondisi yang fit karena jalanan mendaki (pasti berkeringat karena seperti cardio training).
  • Jika cuaca diprediksi cerah, jangan lupa memakai sunscreen, tetapi tetap bawa payung ya...
  • Sebisa mungkin makanlah terlebih dahulu sebelum mendaki.
  • Bawa minum yang cukup.
  • Jika Anda masuk ke Korea langsung ke pulau Jeju, maka Anda bisa langsung mendapatkan Visa on arrival (padahal kalau datangnya via kota lain di Korea, harus urus visa dulu).

Salam kompasiana dari Seongsan, Jeju!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun