Downpayment atau yang lebih dikenal dengan istilah DP merupakan bagian yang tak terpisahkan dari urusan kredit. Singkatnya, seseorang yang ingin membeli sesuatu dengan cara kredit akan diminta membayar sejumlah uang yang disebut DP dan sisanya akan diselesaikan dengan angsuran plus tambahan biaya yang biasanya disebut bunga. Sistem ini sudah diterapkan untuk banyak hal. Satu hal yang paling umum adalah rumah dan kendaraan.Â
Terkait dengan Pilkada DKi 2017 yang hebohnya se-Indonesia ini, salah satu pasangan calon punya program beli rumah tanpa DP atau beli rumah DP nol rupiah. Belum lama ini kita mendengar klarifikasi BI bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan. Kalau lembaga sekaliber BI sudah menyatakan demikian, pasti ada alasan kuat dibalik munculnya aturan tersebut. Ini aturan yang sudah jelas dan kita tidak akan membicarakannya.
Saya pribadi berpendapat bahwa DP merupakan KOMITMEN dari kreditur (orang yang mengajukan kredit pembiayaan) bahwa dia akan menyelesaikan kewajibannya (menyelesaikan angsuran sampau tuntas). Komitmen ini penting karena banyaknya kasus kredit yang tidak diselesaikan dan membuat debitur (si pemberi kredit) dirugikan. Dari kacamata debitur, maka DP harus besar supaya resiko dari pihaknya menjadi lebih minimal. Lain halnya dengan kreditur, mereka justru ingin DP yang serendah mungkin. Dalam kasus KPR, BI menjadi penengah dengan menetapkan prosentase DP yang dinilai layak dan tidak merugikan kedua belah pihak.
Banyaknya kasus kreditur yang lari dari tanggung jawab membuat program kredit DP 0 sulit direalisasikan. Jika kreditur lari, siapa yang akan menyelesaikan sisa tunggakan? Bukan maksud saya menuduh warga Jakarta yang ingin mengikuti program ini pasti akan lari tetapi kemungkinan seperti itu ada dan tentu saja debitur harus dilindungi. Apakah pada program yang didengungkan ini, Pemprov DKI akan menjadi debitur? Saya tidak tahu tetapi jika memang demikian, maka ada resiko terhadap uang rakyat yang dikelola di APBD.
Beberapa tahun lalu, muncul kredit motor DP 0. Saat itu, banyakl orang berbondong-bondong untuk membeli motor dan seperti sudah kita ketahui bersama, kasus lari dari tanggung jawab banyak ditemukan. Ternyata program beli motor DP 0 ini juga memunculkan masalah baru, yaitu kemacetan. Belum lagi ditambah dengan beberapa pengendara motor yang berkendara dengan tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan kerugian orang lain maupun diri sendiri. Jika program beli rumah DP 0 ini tidak dikaji dengan baik, maka akan memunculkan masalah baru yang tidak pernah kita duga sebelumnya.
Menurut saya, tingkat ketidakpercayaan terhadap orang lain dalam hal ekonomi masih sangat tinggi. Buktinya? PLN dan PDAM masih memberlakukan bayar tagihan per bulan. Di negara maju, tagihan bisa dibayar per 3 bulan, bahkan 6 bulan. Saya tidak tahu bagaimana jika PLN atau PDAM membuat 'teronbosan' untuk melakukan penagihan per 2 atau 3 bulan. Apakah kasus 'lari dari tanggung jawab' akan bermunculan di negeri ini?
Ya... sebenarnya ide beli rumah DP 0 itu bukan program baru. Bahkan ada klaim bisa beli tanpa uang dan tanpa utang. Mungkin program seperti itu yang akan dijalankan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H