Mohon tunggu...
Hany Ferdinando
Hany Ferdinando Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Belajar menulis dengan membaca, belajar kritis dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Menang-Kalah Ahok di Pilkada DKI

17 Maret 2016   18:57 Diperbarui: 17 Maret 2016   20:23 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="http://merahputih.com"][/caption]

Saya bukan warga DKI, tetapi banyak teman saya tinggal di DKI. Mereka bercerita seputar pengalaman hidup di Jakarta (belum tentu punya KTP Jakarta) semasa Ahok menjadi DKI-1. Hal ini menggelitik saya untuk menuliskan apa yang terlintas di benak saya terkait dengan masa depan Jakarta.

Sosok Ahok memang menuai banyak pro dan kontra. Tentu saja hasil ini dituai berdasarkan apa yang telah ditanam sebelumnya. Apa saja yang sudah ditanam Ahok memang menarik untuk diamati terkait dengan pro dan kontra yang ditimbulkan. Saya tidak akan membahas isu ini karena hasilnya tidak pernah jelas. Semuanya tergantung interpretasi dan pengalaman masing-masing.

Terkait dengan Pilkada, dimana pun lokasinya, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Pemenang Pilkada itu akan membawa dampak sepanjang kepemimpinannya. Nah, bagaimana kalau Ahok kalah dalam Pilkada DKI 2017? Bagaimaan jika Ahok memenangkannya? Menurut saya, apa pun yang terjadi di 2017 nanti, hasilnya akan sangat menarik untuk diamati. Kedua kondisi tersebut pasti membawa konsekuensi.

Bagaimana jika Ahok menang?

Kemenangan Ahok melalui jalur independen dalam Pilkada DKI 2017 akan membawa babak baru dalam dunia politik Indonesia. Sejauh ini belum pernah (bukan "tidak pernah") ada calon dari jalur independen yang berhasil memenangkan pertarungan Pilkada. Sebagaimana disampaikan oleh Hanura, kemenangan Ahok bisa membuat daerah lain berpikir untuk mengajukan calon independen, lepas dari partai politik. Menurut saya, hal ini menarik karena itu berarti siapa pun bisa menjadi seorang pemimpin tanpa harus menjadi anggota partai politik.

Kemenangan Ahok akan membuatnya dapat melanjutkan program-program yang belum selesai karena habis masa jabatan. Saya yakin masih ada banyak ide yang belum direalisasikan dan ini sebuah peluang bagi Ahok untuk mewujudkan Jakarta Baru seperti yang disampaikannya dalam kampanye bersama dengan Jokowi di Pilkada DKI yang lalu. Bukankah mewujudkan Jakarta Baru tidak mungkin diselesaikan dalam waktu 5 tahun? Program transparansinya akan diteruskan sehingga benar-benar membuat masyarakat bisa menelusuri alur penggunaan anggaran dalam pemerintahan.

Bagaimana jika Ahok kalah?

Kekalahan Ahok yang masuk melalui jalur independen akan memperkuat pendapat (yang belum tentu benar), bahwa maju melalui jalur independen sama dengan bunuh diri. Mungkin akan membuat orang tidak akan maju lagi melalui jalur independen. Kira-kira begini yang dipikirkan, kalau Ahok yang sudah menunjukkan perbaikan kondisi Jakarta saja tidak bisa menang, bagaimana saya bisa menang kalau tanpa modal kinerja yang jelas?

Kekalahan Ahok, saya yakin tidak akan disesalinya, akan membawa dampak terkait dengan program-program yang telah dilakukannya. Ahok secara tidak langsung sudah menetapkan sebuah standar yang cukup tinggi untuk instansi pemerintah. Transparansi yang dilakukannya dalam banyak sudah membuat banyak orang melek akan pengelolaan anggaran dalam pemerintahan. Hal ini dianggap penting karena transparansi ini beroposisi dengan korupsi. Dengan adanya transparansi, maka celah untuk korupsi tidak ada (baca: hampir tidak ada, karena orang selalu berusaha mencari celah untuk terus melakukan korupsi).

Apakah pengganti Ahok sanggup melanjutkan transparansi yang telah dimulai Ahok? Belum tentu! Mengapa demikian? Transparansi artinya keterbukaan dan tidak ada yang ditutupi. Kalau pemenang Pilkada DKI 2017 adalah orang yang tidak terbiasa hidup secara transparan, bagaimana mungkin dia bisa langsung mengubah kebiasaan hidupnya sehingga tetap bisa melanjukan transparansi yang dilakukan Ahok? Jika ia tidak bisa melanjutkan transparansi, maka akan muncul kekecewaan dari masyarakat dan penyesalan ini sudah terlambat. Tunggu Pilkada 2022 untuk memperbaikinya.

Penutup

Kesimpulannya adalah menang atau kalahnya Ahok di Pilkada DKI 2017 membawa dampak yang luas. Jadi, Anda yang memiliki KTP Jakarta harus memikirkan dengan baik siapa yang harus dipilih.

Salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun