Mohon tunggu...
Hawin Fizi Balaghoni
Hawin Fizi Balaghoni Mohon Tunggu... Aktivis Kemanusiaan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Alumni Universitas Negeri Surabaya. Pedagang Kecil dari Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Menulis Menjadi Hobi - Traveler - Marketing.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ontologi Mahasenduro Part 13

22 Juli 2018   17:02 Diperbarui: 22 Juli 2018   17:32 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencabut Akar Selera

Harus ada yang mengawali bahwa tidak semua perbedaan harus diperdebatkan. Sebab tidak jarang masyarakat disibukkan oleh pandangan yang hanya berdasar pada selera, bukan pada disiplin ilmu. Misalnya ketika ada pemilihan calon pemimpin (pemilu), setelah selesai kegiatan itu pun masih terlihat rasisme memihak salah satu calon unggulannya. Sebenarnya, akar dari itu semua hanyalah selera dan tidak akan pernah ada ujungnya jika didiskusikan. Kita harus tahu bahwa kedewasaan kita harus terletak pada cara pandang berfikir yang komprehensif dan juga kejernihan hati. Kita tidak boleh terprovokasi oleh gejala-gejala sosial yang dibuat untuk memperkeruh keadaan di kalangan masyarakat. Sebab setiap dari kita adalah pribadi yang merdeka, dan tidak semestinya ikut terbawa arus itu.

Secara alamiah, Soal Selera berarti sesuatu yang pribadi banget. Misalnya ketika saya suka bakso, tidak boleh ada yang memaksa saya untuk beralih menyukai dari menyukai bakso menjadi menyukai soto. Sebab Asumsi saya bakso tetap yang menjadi idola. Jika ada yang memaksa (meminta) saya untuk berganti selera, itu artinya harus ada argumen realistis, disampaikan dengan santun, juga tanpa ada unsur paksaan apa pun (entah dengan politik uang, dll). Kenyataannya jika kita anologikan dengan hal lain, sudah mulai banyak orang yang tidak paham apa itu Selera. Mereka meyakini bahwa semua hal dapat dipaksakan, bahkan dalam hal Selera.

Saya meyakini bahwa ada budaya baru yang ingin mencabut akar selera. Itu tidak baik, sebab ciri khas dari kemerdekaan yang sebenarnya adalah kebebasan makluknya dalam memiliki Selera. Soal selera adalah soal kemerdekaan, sudah sepantasnya kemerdekaan itu dimiliki oleh setiap jiwa, meski seleranya berbeda-beda. Kebutuhan akan selera tidaklah boleh dipaksakan oleh siapa pun. Memilih pemimpin juga erat dengan selera. Kalau pun ada masa dimana kita salah memilih pemimpin, tapi itu juga bukan alasan kita untuk saling bermusuhan. Ibaratnya bisa jadi karena kita hanya mengenal bakso, maka kita tidak pernah mencicipi enaknya soto. Maka yang paham soto juga wajib mengajarkan enaknya soto dengan baik, tidak dengan cara kasar dan memaksa. Sebab sejatinya selera bukanlah suatu masalah, Karena selera dapat berganti-ganti sesuai dengan zamannya. Begitu cerdasnya jika kita paham itu, sehingga kita mulai dapat memelihara akal sehat yang tidak merusak selera orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun