Mencabut Akar Selera
Harus ada yang mengawali bahwa tidak semua perbedaan harus diperdebatkan. Sebab tidak jarang masyarakat disibukkan oleh pandangan yang hanya berdasar pada selera, bukan pada disiplin ilmu. Misalnya ketika ada pemilihan calon pemimpin (pemilu), setelah selesai kegiatan itu pun masih terlihat rasisme memihak salah satu calon unggulannya. Sebenarnya, akar dari itu semua hanyalah selera dan tidak akan pernah ada ujungnya jika didiskusikan. Kita harus tahu bahwa kedewasaan kita harus terletak pada cara pandang berfikir yang komprehensif dan juga kejernihan hati. Kita tidak boleh terprovokasi oleh gejala-gejala sosial yang dibuat untuk memperkeruh keadaan di kalangan masyarakat. Sebab setiap dari kita adalah pribadi yang merdeka, dan tidak semestinya ikut terbawa arus itu.
Secara alamiah, Soal Selera berarti sesuatu yang pribadi banget. Misalnya ketika saya suka bakso, tidak boleh ada yang memaksa saya untuk beralih menyukai dari menyukai bakso menjadi menyukai soto. Sebab Asumsi saya bakso tetap yang menjadi idola. Jika ada yang memaksa (meminta) saya untuk berganti selera, itu artinya harus ada argumen realistis, disampaikan dengan santun, juga tanpa ada unsur paksaan apa pun (entah dengan politik uang, dll). Kenyataannya jika kita anologikan dengan hal lain, sudah mulai banyak orang yang tidak paham apa itu Selera. Mereka meyakini bahwa semua hal dapat dipaksakan, bahkan dalam hal Selera.
Saya meyakini bahwa ada budaya baru yang ingin mencabut akar selera. Itu tidak baik, sebab ciri khas dari kemerdekaan yang sebenarnya adalah kebebasan makluknya dalam memiliki Selera. Soal selera adalah soal kemerdekaan, sudah sepantasnya kemerdekaan itu dimiliki oleh setiap jiwa, meski seleranya berbeda-beda. Kebutuhan akan selera tidaklah boleh dipaksakan oleh siapa pun. Memilih pemimpin juga erat dengan selera. Kalau pun ada masa dimana kita salah memilih pemimpin, tapi itu juga bukan alasan kita untuk saling bermusuhan. Ibaratnya bisa jadi karena kita hanya mengenal bakso, maka kita tidak pernah mencicipi enaknya soto. Maka yang paham soto juga wajib mengajarkan enaknya soto dengan baik, tidak dengan cara kasar dan memaksa. Sebab sejatinya selera bukanlah suatu masalah, Karena selera dapat berganti-ganti sesuai dengan zamannya. Begitu cerdasnya jika kita paham itu, sehingga kita mulai dapat memelihara akal sehat yang tidak merusak selera orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H