Mohon tunggu...
Hawin Fizi Balaghoni
Hawin Fizi Balaghoni Mohon Tunggu... Aktivis Kemanusiaan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Alumni Universitas Negeri Surabaya. Pedagang Kecil dari Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Menulis Menjadi Hobi - Traveler - Marketing.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ontologi Mahasenduro [Part 2]

19 Juli 2018   21:17 Diperbarui: 19 Juli 2018   21:24 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi Lahir Kembali 

Telah banyak pemikiran para sesepuh dulu yang keren banget yang terkaburkan oleh trend globalisasi. Tidak banyak yang tahu betapa menyenangkannya menjadi masyarakat desa. Padahal masyarakat desa adalah artis yang sebenarnya. Bahwa jika kita melihat di televisi jarang sekali melihat gaya mewah dari masyarakat desa, tapi disini saya menempatkan artis yang paling "istimewa" adalah masyarakat desa. 

Entah percaya atau tidak, yang jelas saya pribadi mengganggap ini bukan terkait donggeng, tapi kenyataan yang layak kita cermati. Patut kita ketahui dahulu struktur sosial masyarakat memiliki 7 lapisan golongan: 1. Lapisan golongan brahmana yaitu tingkat golongan orang-orang yang tidak terpengaruh dengan kekayaan keduniawian 2. Lapisan golongan Ksatria yaitu tingkat golongan orang yang tidak diperbolehkan dengan kekayaan duniawi tetapi hidupnya dijamin oleh negara. 3. Lapisan golongan waisya yaitu tingkat golongan para Petani 4. Lapisan golongan sudra yaitu golongan saudagar, pedagang 5. Golongan candala yaitu golongan pemburu binatang, 6. Meleca   yaitu semua orang asing, turis 7. Kuca golongan yang selalu menimbulkan masalah, rampok, begal, dll. 

Kembali kedalam judul diatas, menurut saja sosialita yang paling mungkin untuk mewujudkan tatanan sosial ini lagi hanya di masyarakat desa. Hidup di desa sebenarnya adalah pekerjaan Spiritual bukan pekerjaan materiel. Karena desa itu bukan esensi nya, tapi itu tajalli nya, i hanya alat untuk memunculkan roh dari yang disebut kehidupan nyata. 

Kalau kita bandingkan dengan tempat manapun, hidup di desa adalah kenyataan yang paling menyenangkan. Misalnya saja, kerukunan bermasyarakat. Nyaris sangat mudah menemukan alamat rumah seseorang, karena guyup rukunnya masyarakatnya. 

Nyaris juga semua wisata alam yang menakjubkan ada di sudut desa-desa. Barangkali PR (pekerjaan rumah) terbesar hidup di desa hanya menjaga kearifan lokal untuk tidak tergerus oleh efek buruk dari globalisasi. 

Nilai kebaikan ahlak menjadi panutan terdepan (brahma), sehingga berbuat baik tidak harus menunggu kalian untuk kaya, dll. Cukup dengan apa yang bermanfaat di lingkungan sekitar, peduli terhadap sosial budaya masyarakatnya. Ini sangat penting, karena kita sama-sama ingin melihat sosialita pribumi yang semakin lebih baik lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun