b. Pemantauan Perubahan Lingkungan
Citra satelit memungkinkan pemantauan perubahan lingkungan di Kabupaten Malang, baik perubahan alami seperti aliran sungai dan vegetasi, maupun perubahan akibat aktivitas manusia seperti alih fungsi lahan dan deforestasi. Menggunakan data Landsat, peneliti dapat memonitor degradasi hutan di kawasan pegunungan Semeru dan Bromo serta pertumbuhan lahan pertanian yang dapat memengaruhi keseimbangan ekologi daerah.
c. Pendeteksian Area yang Sulit Dijangkau
Beberapa bagian Kabupaten Malang yang berupa pegunungan, lembah, dan hutan sulit dijangkau oleh survei darat. Dengan citra satelit, daerah-daerah ini dapat dipetakan secara akurat tanpa perlu masuk ke medan yang berat. Ini sangat berguna untuk memantau aktivitas vulkanik di kawasan Gunung Semeru dan Bromo serta pemantauan di daerah wisata alam yang terpencil.
d. Akses ke Data Historis
Landsat 4, yang diluncurkan pada 1982, hingga Landsat 9, yang diluncurkan pada 2021, menyediakan data jangka panjang yang bisa digunakan untuk analisis tren perubahan wilayah Kabupaten Malang selama beberapa dekade. Misalnya, tren deforestasi, perubahan pola tanam pertanian, atau pembangunan permukiman dapat dianalisis dengan membandingkan citra satelit dari berbagai periode waktu.
2. Kekurangan Interpretasi Citra Satelit di Kabupaten Malang
a. Resolusi yang Terbatas
Landsat 8 dan 9 memiliki resolusi spasial sekitar 30 meter per piksel, yang artinya setiap piksel pada citra mewakili area seluas 30 meter x 30 meter di permukaan Bumi. Resolusi ini cukup untuk pemantauan wilayah yang luas, namun kurang optimal untuk memetakan detail bangunan, jalan kecil, atau objek-objek yang berukuran kecil. Untuk analisis yang membutuhkan ketelitian tinggi, seperti deteksi bangunan baru di kawasan perkotaan atau pemetaan lahan pertanian skala kecil, diperlukan satelit dengan resolusi lebih tinggi.
b. Gangguan Cuaca
Kabupaten Malang terletak di daerah tropis yang sering kali tertutup oleh awan, terutama pada musim hujan. Citra satelit optik seperti Landsat sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, karena awan dapat menghalangi pandangan sensor terhadap permukaan Bumi. Hal ini bisa menghambat proses interpretasi citra satelit, terutama jika wilayah yang dianalisis tertutup awan secara berkala. Meski ada satelit radar yang mampu menembus awan, satelit ini tidak digunakan oleh program Landsat.
c. Keterbatasan Temporal
Satelit Landsat umumnya hanya melewati wilayah yang sama setiap 16 hari sekali. Untuk pemantauan perubahan yang cepat, seperti bencana alam atau perubahan dalam hitungan hari, frekuensi pengambilan citra ini mungkin tidak cukup. Jika terjadi perubahan yang signifikan di antara periode pengambilan citra, data yang dihasilkan bisa menjadi kurang relevan.
d. Biaya dan Pengolahan Data yang Rumit
Meski data Landsat disediakan secara gratis oleh USGS, proses pengolahan dan interpretasi citra memerlukan perangkat lunak khusus dan tenaga ahli yang terampil. Untuk pemerintah daerah atau pihak yang tidak memiliki sumber daya tersebut, biaya untuk melakukan pengolahan citra yang komprehensif bisa menjadi cukup mahal. Selain itu, tidak semua pihak memiliki kemampuan teknis untuk menganalisis data secara mandiri, sehingga perlu adanya pelatihan atau kolaborasi dengan institusi yang memiliki kapasitas tersebut.
3. Sumber Data Citra Satelit untuk Kabupaten Malang