Mohon tunggu...
Heyzev
Heyzev Mohon Tunggu... -

An ordinary university student. Bekasi, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korsel Tidak Selamanya Seperti Drama Korea

4 Juni 2017   15:50 Diperbarui: 4 Juni 2017   16:04 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya itu penyuka negara Korea Selatan. Sampai saat saya menulis ini pun, saya masih suka negara Korea Selatan. Awalnya tertarik karena sering menonton drama Korea. Setelah itu menjadi tertarik kepada social culture, masyarakatnya, sejarahnya, hingga kasus nya dengan Korea Utara, Amerika Serikat dan Cina (haha) dibandingkan dengan dunia entertainmentnya. 

Banyak penikmat drama Korea yang membayangkan hidup di Korea Selatan itu indah seperti dramanya. Saya pun juga awalnya berpikir seperti itu. Pasti enak tinggal di Korea Selatan, disana ekonomi nya sangat hebat, jalanannya tidak macet (seperti di Indonesia), bersih, serba modern, dan sebagainya. Setelah banyak sekali membaca berita, artikel, menonton berita, video dokumenter dan lainnya, sama seperti Indonesia, Korea Selatan pun mempunyai banyak persoalan ekonomi dan sosial yang mungkin kita kebanyakan tidak mengetahui. Sisi lain dari Korea Selatan ini berhubungan satu dengan yang lainnya. Di sisi lain juga, beberapa hal yang saya tulis ini mungkin juga sering digambarkan di drama-drama.

Selanjutnya saya akan menyingkat Korea Selatan menjadi Korsel.

Korsel adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Akibat Perang Korea tahun 1950-1953, banyak masyarakatnya yang mati di medan perang. GDP mereka saat itu sangatlah rendah (bahkan lebih rendah dari salah satu negara miskin, saya lupa negara mana). Jika tidak percaya, tontonlah film korea Ode To My Father. Film itu menceritakan kisah sebuah keluarga pada zaman Perang Korea hingga zaman sekarang. Sebelum Perang Korea, Korsel juga pernah dijajah Jepang selama 35 tahun. Saat ini? Korsel adalah salah satu negara terkaya di dunia. Negara itu berhasil berubah dari negara miskin ke negara terkaya sedunia hanya dalam kurun waktu satu generasi (50 tahun)! Hebat ya hoho.

Masyarakat Korsel suka melakukan sesuatu dengan cepat. Yang ini mungkin orang sudah banyak tahu, ya. Seakan mereka itu dikejar-kejar oleh waktu. Berbeda sekali dengan budaya Indonesia, seperti peribahasa Jawa “alon-alon asal kelakon” (biar lambat asal selamat) haha.

Masyarakat Korsel itu sangat kompetitif. Di Korsel, persaingan ada dimana-mana. Untuk lebih jelasnya, seperti ini. Mereka itu melakukan segala sesuatu dengan usaha sangat keras. Tetapi jika ada orang lain yang mendapat hasil lebih bagus, maka mereka akan berpikir bahwa usahanya belum keras, sehingga mereka akan berusaha lebih giat lagi. Di sekolah, tempat kerja, dunia bisnis, dunia hiburan, bidang apapun. Bagian ini akan berhubungan erat dengan beberapa yang saya tuliskan selanjutnya.

Penampilan merupakan hal yang sangat utama disana. Di Korsel, salah satu kunci sukses untuk mendapat pekerjaan adalah penampilan. Looks means everything. Selain pekerjaan, juga untuk mencari jodoh yang specification nya bagus, dan pada akhirnya kehidupannya akan terjamin. Sebenarnya berlomba-lomba menjadi cantik atau ganteng itu di negara lainnya bahkan Indonesia juga ada, tetapi di Korsel ini yang ganas. Karena itu industri operasi plastik sangat umum disana. Bahkan beberapa operasi plastik tertentu seperti double eyelid sudah merupakan hal umum dan menjadi salah satu hadiah kelulusan anak remaja dari orang tuanya.

Sistem pendidikan disana sangatlah keras. Anak SMA disana terbiasa belajar selepas sekolah hingga tengah malam (jam 12 malam atau 1 pagi) di hagwon, atau di Indonesia itu semacam bimbel. Mereka bahkan seringkali juga pergi ke hagwon pada hari libur. Misalnya dalam suatu kelas, ada seorang anak yang nilainya sangat bagus. Tetapi temannya itu nilainya lebih bagus daripada dia. Maka dia merasa dikalahkan dan akan belajar lebih lama dan keras. 

Di drama Korea, fenomena ini sering muncul. Jika ada yang pernah menonton drama Sassy, Go! Go!; School 2013, Who Are You: School 2015 dari KBS, pasti paham. Fenomena ini sudah banyak dibahas di laman berita asing, juga sudah banyak video dokumenter nya dari CNN dan Al Jazeera. Fenomena ini memberikan dampak psikis bagi siswa disana. Sebuah survei dilakukan oleh OECD dimana dilakukan tes kemampuan akademik terhadap siswa sekolah dari berbagai negara (jumlahnya saya lupa, pokoknya lebih dari 30 jika saya tidak salah) mengatakan siswa di Korsel itu termasuk salah satu peringkat  yang sangat tinggi dalam bidang akademik tetapi menempati salah satu peringkat yang sangat rendah dalam hal kebahagiaan siswanya. 

Angka bunuh diri disana salah satunya juga didominasi oleh anak-anak yang masih sekolah. Saya sempat menonton suatu video yang ada wawancara dengan salah satu dosen atau tokoh pendidikan disana, dan ketika ditanya mengenai ini, dijawab "negara kami itu minim sumberdaya alam, kita hanya punya sumber daya manusia, oleh karena itu kami sangat terobsesi pada pendidikan". Dijawab juga bahwa pemerintah Korsel tidak tutup mata terhadap ini dan sudah melakukan beberapa hal, diantaranya menerapkan jam malam bagi hagwon dan lainnya.

Indonesia juga ikut survei OECD, lho. Hasilnya? Akademik Indonesia masuk golongan peringkat yang paling bawah, tetapi tingkat kebahagiaan siswanya termasuk peringkat yang paling tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun