Mohon tunggu...
heyrahel
heyrahel Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

please follow moscowshere

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

BTS dan Remaja: Menemukan Kekuatan Positif dalam Celebrity Worship

2 Juni 2024   10:00 Diperbarui: 2 Juni 2024   10:21 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa dipungkiri bahwa hampir semua remaja akrab dengan budaya Korea Selatan terutama lewat film dan musik. Grup musik asal negeri ginseng ini tak hanya terkenal di industri musik Korea Selatan tetapi BTS juga sukses menembus pasar internasional sehingga terkenal di seluruh dunia. Hal ini diperkuat oleh survei yang dilakukan CNN (2020) BTS menduduki posisi puncak dengan mengantongi 152 persen suara pilihan warga mancanegara. Vocal grup terpopuler di dunia ini memiliki kepanjangan Bangtan Sonyeondan atau yang dikenal BTS dan memberi sebutan ARMY kepada para penggemarnya.

Fanatisme remaja dan para penggemar boyband Korea ini dapat dilihat dengan mereka aktif bergabung ke dalam berbagai komunitas penggemar. Fanatisme ini membuat mereka bahagia, menjadi penyemangat, dan tak sedikit mengakui menjadi alasan mereka hidup. Tak jarang pula para ARMY mengadakan gathering untuk memperingati atau hanya sekadar 'ngumpul bareng' untuk berbagi update terbaru para idol mereka. Dalam perspektif psikologi positif, fanatisme ini dapat dilihat sebagai sumber kebahagiaan dan dukungan sosial yang kuat, yang berkontribusi pada kesejahteraan emosional dan psikologis remaja."

Menurut survei kumparan.com sebanyak 56% fandom berselancar di jejaring sosial hingga lima jam demi mengetahui update terbaru idola mereka. Dan 28% fandom aktif memantau setiap kegiatan bintang K-pop mereka. Tak hanya aktif mencari informasi, mereka rela merogoh kocek untuk membeli album fisik, album digital, ataupun barang-barang yang berhubungan dengan para idol dan menyaksikan idola mereka tampil di atas panggung secara langsung.

Para penggemar BTS ini mengatakan bahwa membeli album dan merchandise merupakan wujud apresiasi kepada idola. Mereka mengakui ada kesenangan sendiri ketika mampu mengoleksi photocard bintang Kpop kesayangan mereka. Fromm (1967) menyatakan bahwa perilaku tersebut dapat disebut sebagai celebrity worship dengan mengekspresikan kekaguman dan rasa cinta terhadap selebriti yang kepribadiannya ditunjukkan secara ideal. Secara tidak langsung penggemar terobsesi dan merasa terikat dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan selebriti misalnya membeli atribut-atribut yang berbau para idol.

Dalam perspektif psikologi positif, perilaku ini bisa dilihat sebagai cara untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan emosional. Identitas diri remaja dapat terlihat pada tren gaya pakaian dan perilaku para remaja ketika sedang menggemari K-Pop. Selain itu, identitas budaya terlihat jelas ketika antusiasme para remaja aktif menyebarluaskan budaya dan makanan Korea. Remaja mulai menunjukkan minat untuk belajar Bahasa Korea dan aktif menggunakan istilah-istilah yang sedang tren di Korea untuk berkomunikasi sehari-hari dengan sebayanya (Medan 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Benu et al. (2019), dampak negatif sosial dari adanya celebrity worship ini adalah terganggunya relasi sosial remaja dengan lingkungan terdekat mereka seperti keluarga dan teman serta kesulitan dalam mengatur waktu belajar. Namun, dampak positif dari celebrity worship ini adalah membantu remaja dalam pembentukan identitas diri mereka dengan menunjang kepercayaan diri remaja (Maltby 2003)."

Kesimpulannya, mengidolakan sesuatu tidaklah buruk asal tidak berlebihan. Khususnya dalam mengidolakan BTS, ini dapat memicu para remaja untuk meningkatkan kepercayaan diri dan memicu untuk belajar bahasa asing. Dalam perspektif psikologi positif, keterlibatan dalam fandom seperti ARMY dapat memberikan dukungan sosial yang kuat, mengurangi rasa kesepian, dan meningkatkan kebahagiaan. Diharapkan remaja dapat membatasi atau mengontrol sikap konsumtif dan pemujaan terhadap Korean Wave ini untuk mencapai keseimbangan yang sehat antara manfaat psikologis dan perilaku konsumtif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun