Transaksi yang mengandung unsur gharar dilarang karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan keterbukaan. Ketika gharar terjadi, keabsahan transaksi menjadi dipertanyakan. Dalam Islam, larangan terhadap gharar bertujuan untuk melindungi hak-hak individu dan mencegah penipuan.
Contoh Kasus Gharar
1. Penjualan barang tidak jelas: Misalnya menjual hasil panen dari pohon yang belum berbuah. Karena kondisi objek yang belum pasti, transaksi ini dianggap tidak sah.
Â
2. Ketidakjelasan harga: Jika harga sebuah barang berbeda tergantung cara pembayaran, hal ini menciptakan ketidakpastian dan dianggap sebagai gharar.
3. Tidak dapat diserahterimakan: Jika pada saat akad dilakukan, penjual tidak membawa barang tersebut, maka unsur gharar berlaku meskipun kedua pihak mengetahui wujud benda tersebut.
Menghindari Gharar dalam Transaksi
Untuk menghindari gharar dalam transaksi ekonomi syariah, beberapa langkah perlu diambil:
1. Keterbukaan dan Transparansi: Semua informasi mengenai barang dan jasa yang diperdagangkan harus jelas untuk menghindari unsur ketidakpastian.
Â
2. Kesepakatan yang Jelas: Kedua belah pihak harus sepakat mengenai harga, objek, dan syarat transaksi untuk memastikan tidak ada ketidakjelasan.
3. Penghindaran Spekulasi Berlebihan: Segala bentuk spekulasi yang berlebihan atau menyerupai perjudian harus dihindari karena dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
 Alternatif Syariah terhadap Transaksi Mengandung Gharar
Ekonomi syariah menawarkan alternatif untuk mengatasi ketidakpastian dalam transaksi:
1. Akad Istisna' dan Salam: Kedua jenis kontrak ini memungkinkan penjualan barang yang akan diproduksi atau dikirim di masa depan dengan syarat-syarat yang jelas.
Â
2. Takaful (Asuransi Syariah): Sistem takaful menghindari unsur gharar dengan prinsip berbagi risiko secara kolektif di antara para peserta.