Mohon tunggu...
heyleabanh
heyleabanh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jenis-jenis Riba yang Utama dalam Hukum Islam

8 Desember 2024   19:03 Diperbarui: 8 Desember 2024   19:25 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Riba adalah istilah yang merujuk pada praktik pengambilan keuntungan yang dilarang dalam Islam. Dalam konteks hukum Islam, riba dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dan eksploitasi, sehingga dilarang secara tegas dalam Al-Qur'an dan hadis. Ada beberapa jenis riba yang diidentifikasi oleh para ulama, dan pemahaman tentang jenis-jenis ini sangat penting bagi umat Islam untuk menghindari praktik yang dilarang. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenis riba yang utama dalam hukum Islam.

1. Riba Fadhl

Riba Fadhl adalah jenis riba yang terjadi dalam transaksi pertukaran barang sejenis dengan tambahan yang tidak sah. Hal ini biasanya terjadi ketika dua barang dengan kualitas atau takaran berbeda dipertukarkan. Misalnya, jika seseorang menukarkan 1 kg beras berkualitas baik dengan 1,2 kg beras berkualitas buruk, maka transaksi tersebut termasuk dalam kategori riba fadhl. Dalam hal ini, terdapat kelebihan yang tidak sesuai dengan nilai barang yang dipertukarkan, sehingga merugikan salah satu pihak.

Contoh Riba Fadhl

- Menukar uang pecahan Rp100.000 dengan pecahan Rp2.000, tetapi hanya mendapatkan 48 lembar, bukan 50, sehingga totalnya hanya Rp96.000.
- Pertukaran emas 24 karat menjadi emas 18 karat dengan tambahan jumlah tertentu.

2. Riba Nasi'ah

Riba Nasi'ah merujuk pada tambahan yang dikenakan akibat penundaan pembayaran dalam transaksi jual beli atau pinjaman. Jenis riba ini sangat umum terjadi dalam praktik pinjam-meminjam uang di mana peminjam harus membayar bunga atas pinjaman mereka. Misalnya, jika seseorang meminjam uang Rp60 juta dengan bunga 15% dan waktu pelunasan enam bulan, maka bunga tersebut merupakan bentuk riba nasi'ah.

Contoh Riba Nasi'ah

- Meminjam uang Rp300.000 dengan jangka waktu satu bulan dan jika terlambat membayar, cicilan akan ditambah.
- Menukar emas dengan penundaan pembayaran, di mana harga emas dapat berubah selama periode tunggu.

3. Riba Qardh

Riba Qardh adalah jenis riba yang terjadi ketika seseorang meminjam uang dengan syarat untuk mengembalikan lebih dari jumlah pokok pinjaman. Hal ini sering kali melibatkan bunga yang harus dibayar oleh peminjam sebagai imbalan atas pinjaman tersebut. Dalam Islam, setiap bentuk pinjaman yang disertai bunga dianggap sebagai riba qardh dan dilarang.

 Contoh Riba Qardh

- Meminjam Rp1.000.000 dan diwajibkan mengembalikan Rp1.500.000 pada saat jatuh tempo.
- Pinjaman dari rentenir dengan bunga tinggi yang harus dibayar saat pelunasan.

 4. Riba Yad

Riba Yad merupakan jenis riba yang terjadi ketika ada penundaan dalam serah terima barang dalam transaksi jual beli. Dalam hal ini, meskipun tidak ada kelebihan nominal, penundaan penerimaan barang dapat menyebabkan ketidakpastian dan risiko bagi salah satu pihak.

 Contoh Riba Yad

- Menjual motor dengan harga tunai Rp12 juta dan harga kredit Rp15 juta tanpa menetapkan jumlah cicilan secara jelas.
- Transaksi jual beli di mana serah terima barang tidak dilakukan secara langsung.

5. Riba Jahiliyah

Riba Jahiliyah adalah bentuk riba yang umum terjadi sebelum datangnya Islam dan masih relevan hingga kini. Jenis ini terjadi ketika pelunasan utang dikenakan dengan jumlah lebih besar dari pokok pinjaman akibat keterlambatan pembayaran utang[2][5]. Praktik ini sering kali merugikan peminjam yang tidak mampu membayar tepat waktu.

 Contoh Riba Jahiliyah

- Seseorang meminjam Rp700.000 dan tidak dapat membayar tepat waktu, sehingga harus membayar Rp770.000 sebagai denda.
- Peminjam diharuskan membayar lebih dari yang dipinjam karena keterlambatan tanpa kesepakatan awal.

 Kesimpulan

Memahami berbagai jenis riba dalam hukum Islam sangat penting untuk menghindari praktik yang dilarang dan merugikan pihak lain. Setiap bentuk riba memiliki karakteristik dan dampak sosial-ekonomi tersendiri, sehingga umat Islam dianjurkan untuk melakukan transaksi secara adil dan transparan tanpa melibatkan unsur riba. Dengan mengenali jenis-jenis riba ini, diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan kegiatan ekonomi sehari-hari serta menjaga prinsip-prinsip keadilan dalam bertransaksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun