NAIKKAN GAIRAHKU PAK!!!!
(Whiteboard Stories 27)
Apa jadinya kalau hidup kita tidak bergairah lagi?Menjadi bergairah, pastilah semua orang menginginkannya. Kegairahan mendorong kita melakukan sesuatu bahkan yang tidak mungkin sekalipun. Karenanya , kegairahan menjadi sesuatu yang teramat penting dalam kehidupan ini.
Pagi ini contohnya, di awal pembelajaran semester genap, saya berinteraksi dengan siswa terkait hal ikhwal kemana mengisi liburannya. Mereka saling memamerkan objek wisata dan keramaian yang mereka kunjungi : My Holiday My Adventure,” kata mereka.
Setelah terpuaskan dengan ocehan liburan, mulailah memancing mereka dengan beberapa materi di semester sebelumnya. Tidak seperti pertanyaan tentang liburan, jawaban pertanyaan kedua lebih datar dan terkesan ogah-ogahan. Hanya segelintir anak didik yang menjawab secara detail. Lainnya sekedar menjawab sekenanya. Saya tidak mampu menahan tangan ini menepok jidatku sendiri!!!
Motivasi mereka harus terpompa lagi, gumamku dalam hati. Serangkaian cerita inspiratif dan tren kekinian diranah sosial, pengetahuan, ekonomi,politik dan semacamnya bisa menjadi pemicunya. Saya berbagi dengan mereka bagaimana MEA (Masyarkat Ekonomi ASEAN) sudah membuka pintunya. Liberalisasi disemua lini akan segera ditabuh genderangnya. Hanya mereka yang menyiapkan diri dengan sungguh-sungguhlah yang akan menarik keuntungan darinya. Ayo kita bangkit, jangan terlena dengan kenyamanan, buang segera lamunamu. Ribuan orang di Thailand hari –hari ini sedang belajar Bahasa Jawa. Demikian juga orang vietnam, mereka siap menginvasi kita dengan ketrampilan dan kerja kerasnya. Haruskah kita menjadi tamu di rumah sendiri!!!! Semua anak didik terperanjat, kenyataan ini membuat mereka terusik!!.
Hingga akhirnya saya membuat peta konsep (mindmap) materi, tugas semester genap. Setelah berbagi peta konsep tersebut, saya membuka ruang dialoq. Beberapa siswa dengan sigap mengangkat tangannya. me“Pak, mengapakah kami selalu hilang gairah saat membaca dan melihat tumpukan materi semacam itu? Tanya seorang siswa. Saya menghela nafas panjang. Mencoba mengurai jawaban yang pas dan bisa mendorong perubahan siswa memandang bagaimana belajar. Kita belajar, salah satunya, dari apa yang kita persepsikan. Sulit tidaknya, bergairah tidaknya belajar terletak dari cara kita memandang pelajaran tersebut. Namun demikian, sosok guru pengampu memainkan peran yang sangat krusial juga. Banyak dari siswa yang tidak bergairah karena terbelenggu oleh informasi negatif. Informasi itu diwariskan oleh kakak kelasnya atau desas-desus yang beredar. Atau bisa juga muncul dari kesan pertamanya.
Membelajarkan anak tidak sekedar berjualan pengetahuan an sich, lebih dari kegiatan mekanis semacam itu. Membelajarkan anak adalah proses menumbuhkan kegairahan dan kecintaan pada pengetahuan barunya. Kalau sekedar mentransfer ilmu, peran guru tidak lebih hanya sekedar penjual pengetahuan semata. Jualannya selalu ditawar dan dihargai sangat rendah.
Pendidik harus mewujud menjadi oase ditengah kekeringan mereka akan suri tauladan dan pengetahuan. Pendidik harus mampu membangun hubungan emosional yang mantap (tuning) dengan kesadaran utama mereka. Kita bisa membangunnya dengan cerita inspiratif, penghargaan, empati/simpati dan yang tidak kalah pentingnya adalah menjadi bagian di dunia mereka. Seringkali kita memerankan sebagai penguasa ilmu di kelas. Seolah-olah kitalah yang paling tahu dan pintar. Kecongkahan ini semakin mempertebal tembok pemisah dengan anak didik. Anak didik akhirnya mencari dan menemukan dunianya sendiri di kelas: gaduh, misbehave, malas dan lainnya. Ujung-ujungnya kondisi ini kita timpahkan sepenuhnya pada siswa: Dasar siswa nakal!!!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H