Dimasa depan proses perencanaan tata ruang dan perancangan ruang kota dituntut untuk tetap memikirkan pentingnya upaya-upaya penanganan dalam meningkatkan kualitas pemukiman dan layanan sanitasi kawasan. Bisa saja di kemudian hari, hal ini akan menjadi catatan dalam penyempurnaan standar untuk lebih adaptif dan aplikabel dalam rangka menyediakan kualitas hidup yang lebih sehat
Fasilitas Kesehatan
Dalam situasi pandemi, kita semua baru menyadari bahwa sistem penyediaan dan layanan kesehatan yang selama ini dianggap sudah established ternyata tidak berdaya menghadapi pandemik. Kasus yang mendapat sorotan adalah kurangnya sarana kesehatan dan tenaga medis untuk menampung pasien covid-19 yang membutuhkan ruang isolasi dengan layanan tertentu dan spesifik. Kedepannya, keberadaan sarana kesehatan membutuhkan pembenahan sistemik dari sisi hirarki/strata, jenis layanan per strata, dan lingkup penyebarannya. Terkait dengan lingkup penyebaran, pendekatan fungsional lebih layak daripada pendekatan administratif. Puskesmas misalnya, tidak mesti disediakan dengan basis administrasi kecamatan, tapi bisa disediakan dengan pertimbangan jumlah dan kepadatan penduduk. Selain itu, tata ruang kota perlu mempertimbangkan penyediaan ruang dan/atau bangunan multi fungsi yang dapat berfungsi ganda, baik untuk melayani kebutuhan sosial bagi publik, atau sebagai tempat karantina atau isolasi. Ruang/bangunan tersebut dirancang secara multifungsi bila suatu waktu terjadi krisis/bencana. Secara umum perlu dikaji kembali standar pelayanan NSPK layanan kesehatan yang juga dapat digunakan untuk kasus-kasus perencanaan lainnya.
Merespon transportasi publik
Salah satu protokol kesehatan di masa pandemik adalah physical distancing. Dalam konteks transportasi publik, ini akan mempengaruhi kapasitas kendaraan umum. Paling tidak separuh dari ruang dalam kendaraan umum harus dikosongkan demi memenuhi protokol physical distancing. Ini akan mempengaruhi pola layanan transportasi publik. Selain itu, jumlah penggunanyapun akan berkurang drastis karena kebutuhan perjalanan akan mengalami penurunan drastis pula. Ini disebabkan oleh adanya himbauan agar bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah di rumah. Biaya operasi layanan kendaraan umum akan meningkat luar biasa. Mau tidak mau, operator kendaraan umum secara rasional akan berpikir untuk tidak beroperasi daripada merugi. Imbasnya, ruang-ruang jalan akan kosong. Perlu reformulasi kebutuhan ruang jalan di masa new normal. Apakah komposisi 20-40% ruang kota disediakan untuk jalan masih relevan. Barangkali memang tidak tapi karena masa new normal adalah masa transisi, maka sebaiknya ruang-ruang jalan yang tidak termanfaatkan untuk lalu lintas dapat digunakan untuk kegiatan lain demi alasan memenuhi protokol physical distancing, misalnya untuk kegiatan pasar, resto dan café (extended space), atau olahraga temporer. Selanjutnya, hal tersebut akan berkaitan dengan perlunya mereview kembali NSPK yang nantinya menjadi acuan perencanaan perkotaan, khususnya di masa pandemik.
Merespon Isu Kelangkaan Bahan Pokok
Di awal masa pandemi, sempat terjadi terjadi kelangkaan supply bahan-bahan pokok. Hal ini terjadi ketika terjadi panic buying akibat tersebarnya berbagai issue negatif dimana masyarakat kemudian melakukan pembelian dalam jumlah besar dan penimbunan. Kelangkaan ini mengkibatkan kenaikan harga berbagai bahan-bahan pokok di pasar. Sementara itu pembatasan pergerakan melalui skema PSBB juga berimbas pada aliran supply bahan-bahan pokok. Pengiriman bahan pokok yang berasal dari luar kota menjadi terhambat. Akibatnya, di daerah supply terjadi surplus sedangkan di daerah demand terjadi defisit. Merespon hal tersebut tata ruang perlu mempertimbangkan kembali konsep pembangunan yang terpadu (integrated city and regional planning, and rural-urban linkage), antara wilayah urban sebagai demand area dan wilayah rural sebagai supply area. Disini akan timbul kesadaran publik bahwa kota atau perkotaan tidak dapat dipisahkan dari wilayah perdesaan. Adalah tidak ideal apabila wilayah kota atau perkotaan berkembang tanpa kendali sehingga “menghilangkan” wilayah perdesaan. Atau, perkembangan wilayah metropolitan kemudian membuat tidak efisiennya jarak antara wilayah perkotaan dan perdesaan dalam konteks “supply and demand” bahan-bahan kebutuhan pokok. Dengan adanya reintegrasi pembangunan antara perkotaan dan perdesaan, ini akan mengurangi jarak dan kendala-kendala bila suatu saat terjadi pembatasan pergerakan lagi.
Merespon Jumlah Kasus Covid19
Bagi Indonesia, pandemik ini akan menjadi peringatan dan lesson learned dari aspek kebencanaan dimasa depan. Bencana berupa pandemik bisa terjadi kapanpun, dan oleh karenanya perlu dirumuskan upaya-upaya mitigasi sejak dini. Domain ketataruangan dapat berkontribusi dalam merumuskan manajemen kebencanaan yang lebih terstruktur dan terintegrasi dalam dokumen tata ruang, khususnya dalam hal pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan juga pemulihan. Bagaimanapun. Rumusan mitigasi ini perlu dirumuskan lebih kontekstual agar relevan, karena mungkin saja di setiap daerah sudah ada pola, kebiasaan, tradisi, dan kultur penanganan kebencanaan masing-masing yang sudah mapan. Salah satu yang akan menjadi pertimbangan kedepannya adalah pentingnya mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung penduduk. Dengan demikian apabila terjadi pandemik, maka akan dapat dilakukan mitigasi (PSBB, isolasi) berbasis unit-unit ruang yang relevan, apakah berbasis administrasi (kelurahan/desa, kecamatan) atau berbasis fungsi kawasan (permukiman, komersial, industri) atau berbasis kombinasi antara keduanya. Selanjutnya akan dapat diperkirakan secara lebih akurat seberapa besar penduduk yang berpotensi terpapar dikaitkan dengan parameter-parameter kesehatan.
Dengan adanya respon-respon diatas, selanjutnya dapat dijabarkan tantangan-tantangan perencana di era new normal ini, antara lain
- Kajian akan standar-standar perencanaan yang lebih adaptif dan aplikatif
- Konsep-konsep keterpaduan pembangunan
- Pengendalian kepadatan penduduk
- Peningkatan infrastruktur menuju smart city
- Perwujudan health city
- Penelitian berbasis digital
- Perlunya peran anggota IAP untuk memberikan masukan kepada pemerintah terutama pada satgas di masing-masing daerah agar kebijakan yang dibuat sesuai dengan kondisi daerahnya sehingga tepat sasaran.
Penulis
*Aktif sebagai Dosen PWK ITS
**Pengurus IAP Jawa Timur