Mohon tunggu...
Hesty Rahmawanti
Hesty Rahmawanti Mohon Tunggu... Foto/Videografer - hestyrhm_

Selalu tebar senyum semangat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Hangat

20 Februari 2020   17:01 Diperbarui: 20 Februari 2020   17:03 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Senang rasanya bisa melihat idolaku sedekat ini. Disana kami bertanya jawab tentang banyak hal. Dan aku berhasil menjawab semua pertanyaan nya. Karena itu, aku diberi hadiah. Tapi, aku disuruh ke backstage setelah konser selesai nanti. Ya aku turuti saja. Aku kembali ke posisi penonton. Dan saat selesai konser, aku beranjak ke backstage ditemani Santi dan Aca.

"Permisi pa. Ka Razka nya dimana ya? Aku tadi fans nya yang menjawab semua pertanyaan di atas panggung. Katanya kalau konser selesai aku disuruh ke backstage." tanyaku tidak sabaran.

"Oh iya de, saya antar ke sana." jawab bapa satpam disana.

"Hai kaka. Aku nge fans banget sama kaka. Yaampun serius deh." aku memulai bicara dengan ka Razka

"Halo. Namamu siapa?" tanya ka Razka

"Hafza ka."

 "Wahh cantik ya namanya. Kaya orangnya."

"Eh eh. Gimana ka? Ah jadi malu"

 "Serius. Aku ga bohong. Kalau A ya aku omongin A juga. Kalau B aku omongin B juga."

"Biasanya laki laki gitu kan ka. Semua cewe di rayu di baperin gitu."
"Kan itu bukan aku." kata ka Razka.

Setelah obrolan itu, aku semakin menggemarinya. Entah kenapa. Selain itu, dia sering mengirim pesan di ig. Karena aku di follback olehnya. Semakin lama, dia semakin sering mengirim pesan, menelpon, bahkan beberapa kali mengajak bertemu secara pribadi. Lama kelamaan, hubungan kami semakin dekat.
         Aku lulus dari SMA lalu melanjutkan kuliah. Saat semester 4, ka Razka sudah bekerja menjadi direktur salah satu perusahaan besar di Bandung. Dia mulai berani menunjukkan diri kepada ayah dan ibuku. Dia sering mengunjungi rumahku walaupun tidak ada di rumah. Setelah sekian lama kami kenal, ia tiba tiba membawa orang tuanya dan dia melamarku. Aku tentu saja menerimanya. Karena dia baik, jujur, dan tidak pernah kasar seditpun walaupun ia sedang merasa kesal.
Setelah wisuda, aku bekerja di salah satu perusahaan menjadi bagi marketing. Aku sangat suka dalam pemasaran. Dan banyak yang bilang bahwa aku sangat cerdas dalam teknik pemasaran. Karena ide ideku, perusahaan sering kali mendapatkan keuntungan yang besar. Memang dari dulu aku suka sekali dengan pemasaran, makannya sebelum bekerja juga aku sudah banyak memikirkan bagaimana jika aku menjadi seseorang yang berperan penting dalam perusahaan. Dan itu bukan mimpi semata. Tapi aku bisa mewujudkan apa yang aku mimpikan sedari dulu. Yaitu membantu memperbesar perusahaan menggunakan teknik pemasaran yang aku rencanakan.
          Setahun dua tahun berlalu. Perusahaan yang dulunya tidak terlalu maju, bisa menjadi sebesar ini berkat kerja kerasku dan orang orang yang membantu disekitarku. Aku semakin gila kerja, semakin bersemangat dengan pekerjaan ini karena aku bisa membuat perusahaan ini semakin maju. Namun, ibuku sering sekali menyuruh aku untuk segera menikah dengan Razka.
          "Za... Hmm sibuk terus. Udah dulu kerjanya, istirahat." ucap ibu
          "Iya Bu, tanggung nih sebentar lagi beres. Oh iya ada apa bu?"
          "Umurmu sekarang berapa? Sudah bertambah kan. Kapan kamu akan menikah Za? Ibu menunggumu menikah. Jangan terlalu gila kerja. Kamu harus memikirkan juga untuk membentuk keluarga baru." sambil ibu mengusap kepalaku.
          "Iya bu. Sabar ya. Aku belum ada niat menikah. Lagipula, aku senang bekerja seperti ini bu. Do'ain aja bu, semoga aku segera siap untuk menikah."
          "Iya pasti ibu do'ain. Tapi kamu jangan lupa selalu berdo'a agar diberikan kemudahan dalam setiap langkah yang kamu tempuh. Ibu mendukungmu na..."
          Terlihat jelas dimata ibu. Ibu selalu berharap aku segera menikah. Aku sejujurnya belum memikirkan hal itu. Usiaku saat ini 24 tahun. Tetapi setelah mendengar ibu berbicara seperti itu, rasanya hati ku sedikit tak nyaman. Mengingat ibu selalu ingin melihat ku bahagia dengan keluarga yang dibentuk nanti setelah menikah. Aku segera membicarakan Razka dengan tunangan ku yang dulu seorang yang aku idolakan hehe.
          "Ka, ibuku selalu menanyakan kapan aku menikah. Aku bingung bagaimana menghadapinya"
          "Aku juga selalu menunggu akan hal itu. Kamu terlalu sibuk bekerja. Terlalu bersemangat bekerja sampai sampai aku yang mengajakmu menikah bingung. Aku harus bagaimana agar kamu dapat segera menikah dengan ku." jawab ka Razka
          "Ya sudah ka, kita bicarakan saja tentang pernikahan kita. Kita bilang saja ke ibu bahwa kita akan segera menikah. Aku juga sudah memikirkannya berulang kali. Dan ketika melihat ibu ku begitu, aku merasa tidak enak hati. Dan aku juga sudah memikirkan matang matang bahwa aku sudah siap menikah." Jawabku dengan penuh hati
          "Ya sudah kita bicatakan sekarang pada ibu, ayah, ayahmu, dan juga ibumu."
          Lalu keluarga kami membicarakan tentang pernikahanku. Tanggal, tempat, dekorasi, dan makanan akhirnya sudah kita bicarakan selama beberapa hari. Sejujurnya aku masih terlalu semangat bekerja sampai hari sebelum pernikahan tiba. Namun, aku harus libur beberapa hari dan cuti untuk menikah. Sejujurnya aku yang dulunya sangat pemalas, setelah bekerja di sini jiwa rebahan ku jadi hilang besar. Yang dulu lebih suka rebahan, sekarang aku malah gemas dengan orang orang yang suka rebahan. Aku lebih suka bekerja disela waktu daripada rebahan. Aku tidak sabar ingin kembali bekerja. Namun ya aku tidak boleh bekerja di hari penting ku yaitu di pernikahan ku.
          Saat hari pernikahan tiba, aku merasa senang dan sedih. Senang karena menikah dengan orang yang sabar menghadapi sikap ku yang dikata gila kerja dan dia juga sangat menyayangi ku, terlihat dari tatapannya saat dia menatap ku, tutur katanya saat dia berbicara kepadaku, dan kelakuannya saat ia memperlakukan ku sebagai perempuan yang dicintainya. Aku juga sedih karena aku akan pisah dari kedua orang tua ku. Tangis haru diatas sembilu. Namun inilah takdir. Tidak bisa ditebak apa yang akan terjadi pada kita. Banyak tamu tamu yang datang untuk mendo'akan kami. Termasuk Santi dan Aca pun teman yang ku kenal saat di konser mini ka Razka hadir dalam pernikahan kami.
          "Zaaaaaa... Wahh hebat kamu bisa jadi istri seorang idola." rayu Aca
          "Ahhh apa sih. Jadi malu." jawab ku sambil senyam senyum
          "Aku masih inget dulu itu kamu datang ke konser cuman sendirian doang. Terus kamu deketin kita dan pengen gabung sama kita saking sepinya. Ya ga?" Santi berbicara
          "Haha iya, itu soalnya kali pertama aku datang ke konser konser gitu. Sebelumnya ya aku rebahan doang gitu gaada kerjaan. Tapi pas tau dia, aku jadi stalk terus. Aneh kan hahaha."
          "Tapi syukur deh. Sekarang kamu gausah datang ke konser Razka sendirian karena kamu sepaket sama Razka sekarang. Hahaha"
          Aku, Santi, dan Aca tertawa sepuas itu. Mereka tidak menyangka sekaligus haru melihat kedekatan aku dan ka Razka hingga sampai jenjang pernikahan ini. Mereka juga mendo'akan agar selalu bahagia dan susah senang bareng pastinya
Setelah hari pernikahan itu,  kami memulai hidup baru. Hari hari baru selama setelah pernikahan. Aku sempat di tentang untuk bekerja terlalu semangat seperti saat sebelum menikah.
          "Za, kamu ga usah terlalu sibuk bekerja. Sekarang kan beda lagi. Setelah menikah itu, suami yang harus bekerja keras, menafkahi keluarganya." jelas ka Razka
          "Iya aku tau, tapi aku dibutuhkan di perusahaan ini. Aku harus semangat karena para atasan ku sudah mempercayai ku dari sejak aku bekerja disini." jawab ku
          "Tapi jangan terlalu banyak bekerja. Kamu juga butuh waktu untuk beristirahat Za."
          "Udah ko, aku bisa tidur 6 jam sehari setiap malam. Ini lebih banyak waktu istirahat dibanding waktu aku sebelum menikah."
          "Ya, tapi........ Ya sudah lah. Yang penting jaga kesehatan. Jangan lupa makan dan kamu harus banyak istirahat." jawab ka Razka
          Beberapa lama kemudian, kami dipercaya tuhan untuk memiliki buah hati. Aku sangat senang bukan main. Akhirnya aku akan menjadi seorang ibu. Namun, walaupun sedang mengandung, aku tetap saja masih bekerja. Tidak mau absen. Bahkan jam kerja pun sama seperti saat belum hamil.
          Waktu berlalu begitu cepat. Aku sekarang mempunyai 2 orang anak. Satu perempuan dan satu laki laki. Mereka masih kecil. Masih imut imutnya. Dia bernama Khaizan berumur 6 tahun dan Yumnisa berumur 4 tahun. Aku kali ini benar benar ditetang untuk bekerja. Padahal aku tidak mau berhenti bekerja.
          "Kamu kali ini keluar kerja aja. Kasian Khaizan sama Yumnisa masih kecil. Butuh ibunya."
          "Gapapa, mereka terbiasa ko. Lagi pula, aku tidak pulang larut malam. Hanya sampai jam 8 malam."
          "Justru itu. Mereka hanya melihat kamu disaat pagi. Disaat kamu pulang, mereka sudah tidur, tidak melihat kamu."
          Karena aku orang yang berpendirian, aku menolak bujukan nya. Aku tetap bekerja. Namun lama kelamaan aku menyadari bahwa memang aku selalu saja bekerja. Selalu susah mengajak ngobrol keluarga. Aku berpikir bagaimana caranya agar aku tetap bisa bekerja tapi aku juga harus mengurus keluarga dirumah. Akhirnya aku kepikian untuk memperkerjakan anak anak muda lulusan s1. Setiap ada apa apa bisa menghubungi mereka dan jam kerja ku juga berkurang. Dari yang asalnya pulang jam 8, sekarang jam 3 sore sudah pulang. Aku sejujurnya sedikit aneh karena biasanya bekerja, sekarang malah di rumah.
          Oh iya nama dari pegawai yang baru itu Tina, Ulfi, dan Selvi. Mereka sangat baik. Mereka bekerja juga dengan baik. Jadi aku tidak segan mempercayai mereka. Ketika kesusahan, mereka datang ke rumahku dan menanyakan apa yang akan ditanyakannya. Aku senang sekali. Perusahaan itu bisa tetap maju walaupun bukan aku sendiri yang mengelola pemasarannya. Karena itu, aku memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Dengan tekad yang bulat dan secara ikhlas, akhirnya aku berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Dan Alhamdulillah, pilihan ku tidak membuat semua berantakan. Keluargaku bahagia, dan perusahaan pun tetap maju tanpa kendala.
          Sekarang, aku sadar bahwa kita memang harus bekerja keras dalam melakukan pekerjaan. Kita boleh bekerja tapi jangan terlalu terobsesi hingga gila kerja. Karena selain bekerja, kita juga harus melirik orang lain di luar pekerjaan. Banyak orang lain yang lebih lebih membutuhkan kita. Bahkan mungkin kita bisa lupa bahwa ada keluarga yang harus kita semangati balik. Bukan hanya kita yang butuh penyemangat. Tapi keluarga, teman, dan orang orang yang lain pun butuh penyemangat. Aku memang seseorang yang sangat menyukai musik, tetapi rezeki ku berada di pemasaran. Aku tetap menyukai musik walaupun disaat aku banyak pekerjaan. Aku sekarang belajar menjadi seseorang yang berguna bagi semua orang. Aku mengikuti kegiatan kegiatan kemasyarakatan, mengikuti kajian kajian di majelis, dan tidak lupa menjadi seseorang yang baik dari luar maupun dari dalam.
Setiap orang pasti memiliki pemikiran yang berbeda. Misalnya jika aku mengatakan A itu benar, mungkin saja orang lain mengatakn bahwa B yang benar. Maka dari itu, kita harus saling betukar pikiran dan jangan lupa menerima pendapat orang lain.
          "Kamu hebat. Merelakan pekerjaan demi keluarga."
          "Itu memang keharusan. Aku tidak harus melulu bekerja. Karena itu ada masanya. Setidak ya aku merasakan bagaimana menjadi pekerja keras di sebuah perusahaan dan bisa membantu mengembangkannya dengan ide ideku."
          Inilah kisahku. Berawal dari mengidolakan seseorang, mengenalnya lebih dekat, hinggal menjadi keluarga bahagia. Kehangatan keluarga memang tidak tertandingi. Dengannya, dapat menimbulkan rasa percaya diri. Yang lebih dari sekedar mimpi. Mimpi ku menjadi seorang yang bekerja dibagian pemasaran sudah tercapai, malah melebihi ekspektasi. Dan aku juga hidup bahagia bersama keluarga kecil ku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun