Mohon tunggu...
hesty Gorang
hesty Gorang Mohon Tunggu... Lainnya - Buku gudang ilmu

📝Penulis buku : Pena Pedang Penulis, Muslimah Kanan. 📝Anggota di FLP NTB 🔮Pemilik blog : Lancarberbahasa.com Penulis buku : Muslimah kanan, Jangan Menulis Nanti Keliling Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Kita (2: Putriku)

20 Desember 2020   04:32 Diperbarui: 20 Desember 2020   05:01 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam menunjukkan pukul 07.30 , dan 20 menit lagi putriku-Ainun akan masuk kelas Free Writing. Salah satu kelas menulis on line yang diikutinya lewat group WA. Jadwalnya ditulis di atas kertas karton berwarna putih di ruang TV. Sengaja di taruh di ruang TV  agar ada yang mengingatkannya ketika dia lupa. 

"Udah jam segini kok belum juga siap-siap? Biasanya sudah sibuk menyiapkan laptop dan menunggu di depan laptop. Ucapku sambil memandang pintu kamar putriku yang masih tertutup rapat. 

"Bu, sudah jam berapa ini? Kenapa nggak ada yang bangunin aku." Teriaknya dari dalam kamar.
Seperti biasa, dia akan berteriak memanggil seisi rumah kalau tak ada yang membangunkannya. 

"Masih, ada 20 menit ayok segera siap-siap." 

"Ok". Sambil mangucak-ngucak matanya menuju kamar mandi.

"Jangan lupa sarapan dulu yaa." Dan aku selalu mengingatkan buat sarapan sebelum dia duduk manis di depan laptop kesayangannya. Karena kalau sudah duduk depan laptop segala sesuatu akan dilupakan, termasuk makan dan mandi. Huh, kadang sampai aku harus berteriak.

Ainun Jariyah, begitu nama lengkapnya. Nama pemberian kakeknya sangat indah. Namanya tertulis dalam salah satu ayat dalam Al-quran yang berarti air mata syurga. Kini pitriku sudah tumbuh dewasa.

Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi seorang penulis, dia cerewet tapi dalam hal tertentu, masalah makan tidak bisa di atur, selalu peduli pada aku dan juga ayahnya. Dia  seperti ayahnya penuh kasih sayang dan manja. Tidak bisa mengungkapkan cinta lewat kata-kata melainkan lewat perbuatan.

Setiap harinya adalah menulis, bercerita di atas kertas bisu. Dia selalu bilang padaku, "Aku bukan siapa-siapa maa, aku hanyalah anak semata wayang yang hanya ingin mengukir kisah dengan sebuah pena di atas kertas bisu. Biarkan aku bercerita pada sesuatu yang bisu, karena kadang yang bisa mendengar mudah mengumbar apa yang aku kisahkan."

 Ayahnya pun memfasilitasi apa yang ia inginkan. Membelikannya sebuah laptop, menyediakan jaringan internet di rumah yang dibayar perbulan,HP Andoid, dan buku-buku yang dibeli setiap gajian. Yah, begitulah ungkapan cinta sang ayah pada putrinya. Dengan memberi apa yang dia inginkan. Tentunya segala yang mendatanglan manfaat.

Aku selaku ibu hanya terus berdoa untuknya, semoga apa yang dicita-citakan oleh putriku akan tercapai. Menjadi penulis yang bisa memberikan banyak manfaat untuk orang lain. karena bagiku pula menulis adalah alternatif termudah dalam masalah pengembangan diri, siapa saja bisa berubah.

Dari tulisan yang ditulis akan mengantarkan kita pada kesuksesan. Wah, aku sudah ngelantur seperti pakar penulis aja. hehehe. Bukan gitu, aku juga pernah kuliah, hanya saja, oleh suami tidak mengizinkanku bekerja di luar. cukup menjadi guru dalam rumah untuk anak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun