Kartina, cewek cantik kelahiran februari asal Bima ini memiliki semangat luar biasa dalam mencari nafkah, hehehehe. Dia salah satu teman saya ketika masih duduk di bangku kuliah, dia salah satu lulusan terbaik waktu itu. Cewek cantik ini patut saya banggakan, karena cantik, sopan, anggun tidak menjadikannya gengsi untuk tetap berjualan.
Siapa sangka cewek ini pernah berjualan cilok untuk mahasiswa di kampus Muhammadiah Mataram. Cilok khas Bima itu menjadi penggemar teman-teman, adik tingkat, bahkan dosen di Prodi kami (Prodi Bahasa Indonesia). Selain jualan cilok dia juga menjual tas, baju seara on-line. Oh ya, pembahasan menjual cilok dia tidak sendiri dia memiliki patner jualan, ada 3 teman sekelas yang diajak buat jualan. Dari dana yang mereka kumpulkan Rp.280.000 mereka mulai membeli bahan dan alat untuk mulai bisnis kecil mereka. Dari Rp.280.000 itu hanya Rp.200.000 saja yang dijadikan modal buat cilok, Rp.80.000 untuk beli dandang. Sehari mereka bisa menghasilkan penghasiln Rp.100.000. Alhamdulillah, biasa nambah uang jajan.
Tidak sampai di situ sja. Cewek cantik ini pun memutar otaknya lagi ketika musim sidang proposal, dan ujian skripsi tiba. Karena berada pada masa pandemi, jualan buket yang buka sekitar kampus tidak ada lagi. Dia pun mengambil peran dan mulai bisnis lagi. Dia mulai membeli bahan dan alat untuk membuat buket, dari buket bunga, uang dan juga kopi. Harga buket yang dijualnya juga bermacam-maam. Dari harga terendah --Rp.10.000 samapai Rp. 50.000. Sesuai kecil besar dan jenis buket apa yang dipesan. Semuanya dijual dengan cara jualan on line. Tak disangka awal niat yang hanya berjualan di sekitar wilayah kampus, malah tersebar sampai di kampus-kampus yang lain. Saya pun pernah ikut terjun dalam pengantaran pesanan buketnya. Walaupun cuma satu buket yang diantarnya, tapi itu sesuatu yang luar biasa menurut saya. saya sempat bertanya.
"Loh, kok bisa jualanmu bisa sampai di kampus ini (waktu itu yang beli mahasiswa Yarsi)
"Tina juga nggak tau kak, mungkin lewat beranda FB teman hehehe" dia menjawab sambil tersenyum kecil.
Usaha buketnya akhirnya meledak saat wisuda tiba, dia bahkan merelakan waktunya untuk mengumpulkan skripsi hanya untuk berjualan, "Yang penting sudah ujian" katanya waktu itu. Sampai beberapa kali ditagih oleh Kaprodi tapi dia tetap bersi keras membuat buket untuk langganannnya. Sungguh luar biasa semangatnya. Di samping membuat buket juga membuka salon ala anak kos-kosan.
Semangatnya dalam berdagang telah saya akui dengan membuang segala keegoisan dalam belanja pakaian, aksesoris yang sering dikoleksinya. Setelah lepas dari kampus hijau tercinta, dia tetap berjaualan.
Katanya "Bapak dan ibu bukan orang kaya, yang kalau diminta modal uangnya selalu ada, jadi Tina harus usaha sendiri dari nol. Dengan mmembuang semua ego pengen ini dan itu."
Semangat berdagangnya tidak mati setelah keluar dari kampus. Setelah pulang kampung, saya mendapat kabar bahwa dia berjaualan ayam geprek.
"Cantik tak menutup gengsi untuk berdagang, ada kemauan, dan kesempatan, rezeki pasti datang."